SEMARANG – Aksi bom bunuh diri yang terjadi di depan Gereja Katedral Makassar baru-baru ini menuai keprihatinan masyarakat. Kejadian terorisme yang ada di Indonesia tidak bisa hanya dianggap sebagai bentuk puncak dari kepasrahan total pelaku terhadap kondisi keadilan dalam kehidupan yang dialaminya,
“Terorisme merupakan perbuatan terkutuk, bahkan sejak dalam pikiran dan belum ada korban jiwa. Apapun bentuknya terorisme merupakan pelanggaran HAM yang luar biasa”. Ujar Sahal Munir, Kornas Badko HMI se-Indonesia yang juga Ketum Badko HMI Jateng-D.I.Y.
Menurut sahal, Hampir setiap tahun, terorisme dalam bentuk pengeboman, pembegalan, perampokan, pemberangusan hak-hak dasar sebagai manusia yang dapat mengancam jiwa masyarakat Indonesia.
“Terlepas dari faktor ekonomi, kekecewaan terhadap keadaan maupun misi balas dendam kepada siapapun itu, tokoh publik berkontribusi dalam menciptakan setting agenda tersebut”. Tambahnya
Ia menjelaskan, bukan dalam maksud mencari kambing hitam atas pengulangan kejadian teror, tetapi kebijakan pemerintah dalam menggelar keadilan dan mengelola negara berdasarkan Pancasila masih menjadi PR utama.
Dalam kesempatan yang sama, Lanyalla Soewarno, Ketum Badko HMI Sulawesi Selatan dan Barat menyampaikan bahwa tindakan mengutuk saja tidak cukup untuk melawan terorisme yang sudah menjadi tradisi.
“Kalau kutukan sudah didengungkan sementara keadaan tidak berubah, maka jangan tradisikan kutukan. Rangkul segenap pihak, ajak rakyat bercerita membangun bangsa”. Tutur pria yang akrab disapa Bombom.
Senada dengan itu, Ketum Badko HMI Sumatera Utara, Alwi Hasbi Silalahi menggambarkan persoalan keagamaan yang menjadi label pelaku terorisme sangat merugikan masyarakat Indonesia.
“Indonesia sebagai negara beradabkan kemanusiaan, menjadi rusak oleh tragedi-tragedi pertumpahan darah berbau terorisme. Jelas ini akan menghambat iklim investasi yang sedang digembar-gemborkan Pemerintah dalam rangka pemulihan ekonomi nasional pascapandemi .” tutupnya. (pr/kt1)
Redaktur: Faisal