Oleh: Elfi Suharni
Pergerakan geopolitik ekonomi perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China semakin tidak bisa terbendung adanya, faktanya kita tau bersama bahwa As dan China sampai hari ini terus memnghasilkan produk-produk luar biasanya.
Amerika Serikat dan China merupakan dua negara eksportir terbesar di dunia. Perang dagang antara Amerika Serikat dan China bisa menjadi peluang dan tantangan bagi kinerja perdagangan Indonesia. Pada kondisi tersebut, kita dapat memanfaatkan peluang pasar untuk produk ekspor nasional di pasar AS, China, dan beberapa negara besar lainya, hal itu akibat dari perang dagang kedua negara tersebut.
Secara empiris melihat situasi ekonomi dunia saat ini, apabila AS menghambat perdagangan untuk produk ekspor China, maka memberi peluang bagi produk ekspor Indonesia ke pasar AS, begitupun sebaliknya. Kabarnya produk ekspor terbesar Indonesia saat ini adalah tekstil dan kaos kaki, tapi Indonesia tidak boleh senang dengan geopolitik yang dimainkan oleh kedua negara tersebut.
Sampai saat ini, AS masih sangat agresif untuk meninjau ulang Indonesia sebagai penerima fasilitas Generalized System of Preferences (GSP), dimana pada tahun 2018 Indonesia diberi potongan bea masuk impor terhadap produk ekspor dari negara yang memperoleh manfaat GSP. Produk ekspor Indonesia yang memperoleh GSP antara lain produk aluminium, produk kayu dan baterai.
Dengan kondisi demikian AS dan China akan mencari pasar baru untuk produk ekspornya dengan harga yang lebih kompetitif dan potensial, jika itu terjadi maka berpotensi menjadi ancaman untuk produk-produk tertentu di Indonesia. Pemerintah Indonesia perlu mengantisipasi dampak perang dagang AS vs China dan pencabutan fasilitas GSP untuk Indonesia. Perang dagang AS vs China akan berdampak tak langsung terhadap neraca perdagangan Indonesia, sementara pencabutan GSP berdampak langsung.
China adalah salah satu negara yang paling padat penduduknya di dunia dan memiliki pasar terbesar, berbanding terbalik dengan Indonesia, Indonesia memiliki populasi terbesar ke-4 di dunia. Indonesia dan China adalah bagian dari anggota APEC dan ekonomi utama dari G-20, hubungan perdagangan antara Indonesia dan China terlihat baik-baik saja hingga hari ini, itu terlihat ketika ada pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang tengah berlangsung di Osaka, Jepang, pada tahun 2019 lalu.
Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber daya alam dan mineral, baik di darat maupun laut. Kekayaan alam Indonesia sangat luar biasa, ini membuat Indonesia sangat punya posisi tawar yang tinggi bagi negara-negara industri yang sedang maju saat ini. Indonesia memiliki komoditas minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) yang merupakan komoditas ekspor utama Indonesia ke China.
Pada tahun 2018 impor China terhadap CPO Indonesia sudah melampaui angka sekitar satu juta ton, angka ini berarti sudah lebih dari angka yang dijanjikan Presiden Xi sebelumnya, melihat kondisi ideal tersebut maka memungkinkan kerja sama ekonomi Indonesia dan China diperkirakan akan baik.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal Nasional (BKPM), China merupakan negara keempat terbesar penyumbang investasi asing langsung bagi Indonesia setelah Singapura, Jepang dan Malaysia. Melihat kondisi di atas, perang dagang antara AS dan Amerika saat ini memberi ruang positif terhadap perdagangan Indonesia.
Langkah strategis yang perlu pemerintah kerjakan adalah membantu dengan serius para pelaku usaha, pelaku UMKM, generasi-generasi potensial dan kreatif agar dapat merebut peluang pasar ekspor terutama di China yang saat ini sangat potensial. (*)
*Penulis adalah aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Yogyakarta, Peserta Advance Training BADKO Riau Kepri.