YOGYAKARTA – Upacara penringan peristiwa Serangan Umum (SU) 1 Maret 1945 yang ke 73 digelar di Monumen Serangan 1 Maret, kawasan titik Nol Kota Yogyakarta, Selasa (01/03/2022).
Upacara diikuti pasukan TNI, Polri, ASN, Veteran, Organisasi Masyarakat, Menwa, Pramuka dan elemen masyarakat. Bertindak sebagai Komandan Upacara, Kapten Infantri Fatkhur GW Danki A Korem 072 Pamungkas, sedangkan sebagai inspektur upacara, Kepala Biro Bina Pemberdayaan Masyarakat Setda DIY Sukamto.
Dalam sambutan tertulis yang dibacakan Sukamto, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, SU 1 Maret merupakan bagian penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia,
“Serangan yang berlangsung 6 jam di Yogyakarta berhasil menunjukkan kembali eksistensi Indonesia ke dunia internasional sekaligus mampu menyatukan kembali persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia untuk mengisi dan memperjuangkan kemerdekaan bangsa,” ungkap Sri Sultan.
Menurut Sri Sultan, upacara peringatan SU 1 Maret kali ini mengususng tema “Kebhinekaan dalam Penegakan Kedaulatan” sekaligus merayakan diakuinya 1 Maret sebagai Hari Besar Nasional. Tema tersebut diangkat karena masih banyaknya tantangan dan ancaman kontemporer terhadap negara. Di antaranya yaitu gerakan separatisme dari dalam yang masih menjadi persoalan yang harus dihadapi.
“Sementara itu, ancaman dari luar datang dari adanya dukungan internasional atas upaya separatisme. Munculnya gerakan yang berupaya mengganti ideologi negara dengan ideologi asing juga menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi,” ungkap Sri Sultan.
Ancaman asing terhadap kedaulatan negara, kata Sri Sultan, juga tampak pada kecaman-kecaman terhadap cara-cara penanganan pelanggaran HAM di Indonesia. Kedaulatan Budaya juga masih terus mendapat tantangan dari gempuran gelombang budaya asing yang masuk Indonesia dalam konteks globalisasi.
Kepala Biro Bina Pemberdayaan Masyarakat Setda DIY Sukamto mengatakan Peringatan Seristiwa Umum 1 Maret 1949 ini sesuai dengan Keputusan Presiden yang meresmikan 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara yang tertuang dalam Kepres Nomor 2 Tahun 2022 tertanggal 24 Februari 2022.
“Dengan disahkannya 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara bukan berarti perjuangan kita telah berakhir, namun justru pengesahan tersebut merupakan sebuah titik baru perjuangan untuk terus menghayati dan meneladani semangat 1 Maret dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” ucapnya.
Selain upacara, Peringatan SU 1 Maret juga diisi dengan kegiatan Pameran Seni Rupa yang digelar Museum Benteng Vredeburg bekerjasama dengan ISI Yogyakarta. Selain itu, Gelar Teatrikal Parade Kebangsaan SU 1 Maret oleh Dinas Kebudayaan Kundha Kabudayan DIY.
Dalam Gelar Teatrikal Parade Kebangsaan SU 1 Maret ini juga dimeriahkan dengan penampilan atraksi manuver 3 pesawat Tim Jupiter Angkatan Udara Adisucipto Yogyakarta di atas langit Museum Benteng Vredeburg.
Kepala Dinas Kebudayaan DIY Dian Lakshmi Pratiwi mengataka, setiap Peringatan Serangan Umum 1 Maret selalu digelar teatrikal oleh para seniman Yogyakarta yang bertujuan untuk membangkitkan kembali imajinasi, kreativitas agar masyarakat dan generasi muda dapat turut merasakan perjuangan itu.
“Kalaulah selama ini hanya melihat melalui TV atau film itu hanya membayangkan bagaimana perjuangan. Dengan teatrikal seperti ini masyarakat yang terlibat langsung akan merasakan, akan berbeda dalam hatinya dan ini bagian dari perjuangan,” ujarnya.
Sementara itu, S. Sujono Ketua Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Kota Yogyakarta yang juga salah satu Putra Pelaku sejarah SU 1 Maret 1949 menyambut baik dan mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah yang secara resmi mengakui SU 1 Maret 1949 sebagai Hari Besar Nasional.
Dalam Serangan Umum 1 Maret tersebut, menurut Sujono, menggambarkan bersatunya TNI, POLRI, pejuang, laskar PMI, dan berbagai elemen masyarakat termasuk ibu-ibu dari berbagai daerah. Dengan perencanaan yang matang dapat mematahkan penjajah Belanda yang memasuki Yogyakarta. Peristiwa ini tersebar ke dunia internasional dan mampu menunjukkan kekuatan TNI RI serta bahwa Indonesia masih ada. Didukung dengan serangan yang terarah dan terkoordinir unruk melawan Belanda mampu memantik pengakuan dunia atas eksistensi Indonesia.
“Yang dihargai bukan hanya para tokoh Serangan Umum yang memenangkan serangan 6 jam di Jogja, tetapi masyarakat Jogja-lah yang harus juga dihargai. Dari Jogja, RI bisa ditegakkan kembali. Sekarang tinggal bagaimana kemerdekaan RI ini ditegakkan dan diisi agar bisa maju,” harapnya. (pr/kt1)
Redaktur: Faisal