Oleh: Purnomo Adi Suroso*
Belum lama ini Pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mewacanakan pembatasan pembelian Pertalite, Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi andalan rakyat kecil ini.
BPH Migas beralasan langkah tersebut dilakukan agar penggunaan pertalite tepat sasaran. Nantinya aturan ini termasuk akan menyoal kendaraan yang diperbolehkan menggunakan BBM jenis pertalite. Diantaranya adalah pelarangan mobil mewah memakai pertalite.
Anggota BPH Migas, Saleh Abdurrahman, dalam keterangan resminya dikutip dari beberapa media mainstream nasional mengatakan, untuk pembelian pertalite nantinya akan menggunakan aplikasi MyPertamina.
Aplikasi tersebut menurutnya akan membantu mendata dan membatasi pembelian. Data yang masuk akan diverifikasi untuk memastikan pertalite tepat sasaran.
Saat ini BPH Migas masih menggodok wacana pembatasan pembelian pertalite tersebut. Namun direncanakan pembelian pertalite menggunakan aplikasi MyPertamina itu akan diujicobakan pada Agustus atau September 2022 ini.
Tentu saja wacana ini bagi sebagian orang tidak terlalu masalah. Pun bagi sebagian masyarakat kecil menengah bawah yang sudah familiar dengan teknologi digital. Contohnya pengemudi ojek online (Ojol).
Tapi, bagi sebagian lainnya barangkali akan cukup merepotkan. Tanpa merendahkan profesi mereka, misalnya buruh pabrik, tukang siomay, tukang bangunan, buruh serabutan dan seterusnya yang hanya punya Hand Phone merek “China” yang tidak semua aplikasi bisa support. HP bagi mereka cukup untuk aplikasi sosial media seperti WhatsApp yang lazim untuk komunikasi.
Persoalan Utama
Harus diakui teknologi digital memang bisa mempermudah transaksi maupun pendataan. Namun untuk aplikasi MyPertamina guna mendeteksi pembeli pertalite yang benar-benar dari kalangan, sebutlah kurang mampu, nampaknya memang tidak sepenuhnya benar.
Sebab aplikasi tetaplah aplikasi yang bukan manusia. Ia tak memiliki rasa. Kecerdasan buatan ini tidak selamanya bisa mengalahkan kecerdasan asli.
Contohnya saja. Aplikasi PeduliLindungi yang menjadi aturan baku ketika Pandemi Covid-19. Aplikasi itu disebut dalam setiap aturan pemerintah, baik pusat maupun daerah. Misalnya untuk masuk mall, atau restoran harus menggunakan aplikasi PeduliLindungi.
Sangat mudah memang mendownload aplikasi itu, apalagi di HP Android versi baru dengan spek mumpuni. Tapi aplikasi PeduliLindungi ternyata bisa dimanfaatkan Sebagian orang untuk melanggar protocol Kesehatan. Sebab, bisa saja setelah mendownload, yang diinput adalah data istri, anak atau teman, supaya bisa masuk mall dengan leluasa, padahal belum vaksin.
Sangat mudah “Mencurangi” data di aplikasi PeduliLindungi, bahkan bisa ganti-ganti data dalam satu HP. Kalau ingin ganti data, tinggal hapus dan download lagi, isi data yang baru.
Biasanya scurity di tempat public ramai tidak detil mengecek dan memastikan bahwa orang yang sudah scan barcode datanya sama dengan data di PeduliLindungi. Jadi tidak menutup kemungkinan orang yang sebenarnya tidak vaksin, hanya karena menggunakan aplikasi PeduliLindungi bisa berlalu lalang di mall.
Nah, belajar dari aplikasi PeduliLindungi yang sangat bisa “dicurangi”, bisa dipastikan aplikasi MyPertamina ini juga tidak jauh beda. Artinya sangat bisa “Dicurangi” dengan menggunakan data teman atau saudara.
Masalah Fitur
Iseng-Iseng saya membuka aplikasi MyPertamina di PlayStore. Bisa juga didownload di APPStore dan sejenisnya. Seperti biasanya saya melihat ulasan. Saya membukanya hari ini, Senin 20 Juni 2022. Nampak di ulasan pertama komentar pengguna yang cukup menggelitik.
Akun pengguna tersebut mengatasnamakan “Namanya Lupa”. Ia mengunggah komentarnya disertai bintang 2 pada tanggal 10/06/22.
Bunyi komentarnya sebagai berikut:
“Harusnya ada fitur autosave untuk plat nomor kendaraan kita sendiri untuk meminimalisir waktu antri di spbu, jadi nya kurang efektif. Untuk keamanan tambahan seperti pin kalau bisa device yang sudah support biometric ditambahkan opsinya. Beberapa fitur kurang berguna dan hanya memperberat tampilan UI apps. BUMN nyewa developer apps aja gak becus, dana dikemanain.” Tulis akun “Namanya Lupa” tersebut.
Ada lagi komentar yang tak kalah nyentil dari akun “Ya Bingung”yang membubuhkan 2 bintang pada aplikasi dan mengunggah postingannya pada 10/06/2022, begini bunyinya;
“Duad ulu baru dicoba.. Harusnya untuk pembayaran simple ada jalur khusus pengisian via digital bukan barengan sama manual jadinya Cuma ribet saja.. Terus pembayaran pakai bar kode jadi cepet tinggal scan selesai..Dan loket bayar berjarak dari pengisian demi keamanan.. itu baru bisa diaplikasikan dalam penyaluran BBM via digital.. Begitu aja tidak tahu.. paling-paling alesan anggaran..”
Biar berimbang, saya kutip juga komentar lumayan positif dari akun ‘rizkhan amrullah’ yang memberi bintang 4 untuk aplikasi dan memposting komentarnya pada 04/06/22. Berikut kutipannya:
“Aplikasinya stabil, tampilannya simple mudah dipahami tapi ada sedikit masalah Ketika daftar akun baru perizinan untuk akses telepon tidak muncul jadi tidak bisa kirim sms otp harus dan diaktifkan manual izinnya. Ini jadi masalah kalau penggunanya engga paham caranya mungkin bisa diperbaiki untuk system permintaan perizinan aksesnya. Overall udah bagus (emotikon jempol)”.
Ada lagi pengguna yang membubuhkan bintang 4 untuk aplikasi tanda puas. Akun itu Bernama Andry Kyuzawa, yang mengunggah komentarnya pada 14/06/22. Dia menuliskan,
“Tolong buat jalur khusus pembayaran cashless bagi pengguna motor karena disatukan dengan bayar cash malah jadi tambah antrian lagi , ditambah kalau ada gangguan makin lama transaksi nya. Yang saya lihat di beberapa spbu banyak pompa yang tidak digunakan juga.
Tentu masih banyak komentar-komentar banyak pengguna lainnya. Namun dari 4 komentar yang membubuhkan bintang 2 (tidak puas) dan bintang 4 (Puas), semuanya mengandung masukan dan ada nada keluhan.
Masalah Kecil
Alasan pelarangan mobil mewah memakai pertalite, sebenarnya sudah lama oleh produsen pembuat mobil mewah. Catat, mobil mewah seperti Lamborghini, Ferrari, dan super car sejenisnya.
Bahkan dalam sebuah statemen yang dikutip berbagai media massa online, General Manager Technical Service PT Toyota Astra Motor (TAM), Dadi Hendriadi mengatakan, mobil Alphard dan Camry perlu RON minimal 92, jadi sebaiknya menggunakan Pertamax atau yang lebih baik.
Jadi sebenarnya tanpa ada larangan dari pemerintah agar mobil mewah tidak menggunakan pertalite yang memiliki Research Octane Number (RON) 90, rasanya sudah berlaku lama. Kecil kemungkinan mobil mewah pakai pertalite, atau bahkan jarang sekali mobil mewah antree Bersama mobil box pengantar paket dan motor para ojol di barisan pertalite.
Mobil mewah adalah kebutuhan tersier orang-orang berduit yang memiliki gengsi tinggi. Jadi tentu akan malu jika berebut dengan mobil dan motor butut. Bisa dikatakan, memang pembeli Pertalite adalah kalangan menengah ke bawah.
Saya sebut pelarangan mobil mewah memakai Pertalite adalah masalah kecil karena tidak sopan kalau mengatakan itu hanyalah alasan pembatasan pembelian Pertalite yang lucu. (*)
*Penulis adalah Alumni Mahasiswa Perguruan tinggi Pencari dan tergabung dalam komunitas menulis kata mata pena Jogja binaan jogjakartanews.com