Pada bulan Juli 2024, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (MU PBB) mengeluarkan draf resolusi yang berupaya meredam konflik antara Israel dan Palestina yang masih berlangsung hingga saat ini. Draf resolusi yang dibuat oleh MU PBB berisi tentang kepatuhan hukum internasional. Artinya, PBB menegaskan Israel untuk mematuhi aturan-aturan hukum internasional dan menarik pasukan militer dari wilayah pendudukan. Isi kedua dari resolusi ini adalah semua kegiatan di zona pemukiman baru harus dihentikan. Kemudian, sebagian tembok pemisah yang ada di Tepi Barat supaya diruntuhkan. Warga Palestina yang kehilangan rumah mendapatkan hak untuk kembali ke tempat asal dan mendapatkan kompensasi atas kerugian yang telah dialami.
Dengan demikian, draf resolusi ini dibuat atas penilaian Mahkamah Internasional yang menyatakan bahwa keberadaan Israel di wilayah tersebut adalah illegal. Komunitas internasional diharapkan untuk ikut bertanggung jawab tidak mengakui pendudukan tersebut.
Selanjutnya, 18 September 2024, MU PBB mengesahkan draf resolusi yang menuntut Israel untuk mengakhiri pendudukan Israel atas Palestina dalam 1 tahun ke depan. Voting dilakukan saat sesi khusus darurat yang mempertimbangkan tindakan Israel di Yerusalem Timur yang diduduki dan seluruh wilayah Palestina yang diduduki. Draf resolusi ini berhasil disahkan oleh PBB karena mendapatkan minimal suara Dewan Keamanan (DK) PBB untuk mengesahkan sebuah resolusi. Terdapat 15 negara yang menjadi DK PBB saat ini (5 DK tetap dan 10 DK tidak tetap).
DK tetap memiliki hak veto yang sangat mempengaruhi sah atau tidak sahnya sebuah draf resolusi. Voting menunjukkan DK yang menyetujui draf resolusi ini, diantaranya adalah Rusia, China, Prancis, Brazil, Gabon, Ghana, Jepang, Malta, Mozambik, dan Uni Emirat Arab. Draf resolusi ini tidak disetujui dari salah satu DK PBB, yaitu Amerika Serikat. Serta beberapa DK PBB yang memberikan abstain, yaitu Inggris, Albania, Ekuador, dan Swiss. Draf resolusi tersebut dapat disahkan karena DK PBB memerlukan dukungan minimal 9 dari 15 anggota untuk mengesahkan sebuah resolusi. Ada 10 negara yang mendukung dan hanya 1 negara (Amerika Serikat) yang menolak, memenuhi syarat untuk disahkan.
Meskipun draf tersebut telah disahkan, tantangan utama terletak pada implementasinya. Sejarah menunjukkan bahwa banyak resolusi DK PBB tidak diimplementasikan dengan efektif, terutama jika ada ada negara anggota yang memiliki pengaruh besar (seperti Amerika Serikat) yang tidak mendukung suatu resolusi. Dalam beberapa kasus sebelumnya, meskipun resolusi diadopsi, tidak ada tindakan nyata atau sanksi untuk memastikan pelaksanaannya. Resolusi yang menegaskan Israel agar mematuhi isi dari draf resolusi tersebut, akan sulit diimplementasikan karena Israel telah menunjukkan keteguhan dalam mengontrol wilayah Palestina. Selain itu, keberadaan pasukan Israel di beberapa area strategis seperti koridor Netzarim akan memungkinkan Israel untuk aktif tetap beroperasi.
*Selviany adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal