Laka Menyebabkan Orang Meninggal, Sudah Damai Tapi Tetap Diproses, Bisakah Bebas?

YTH Pengasuh Konsultasi Hukum jogjakartanews.com.

Mohon saya diberi solusi. Beberapa bulan yang lalu suami saya mengalami kecelakaan, menabrak seorang nenek yang sudah pikun, di wilayah hukum Polres Klaten. Saat kejadian suami saya sudah membunyikan klakson dan mencoba menghindari, dengan banting stang sepeda motornya ke kiri. Namun si nenek malah mundur, sehingga terserempet hingga jatuh. Lukanya tidak parah hanya di bagian kaki lecet, namun akhirnya meninggal.

Pasca kejadian, suami saya berdamai dengan keluarga dengan surat perjanjian hitam di atas putih yang berkekuatan hukum di kantor polisi disaksikan oleh kepala desa korban dan kepolisian. Saya membayar tali asih Rp 5 juta. Namun motor suami saya hingga sekarang ditahan sebagai barang bukti. Sebagai orang awam saya tidak tahu jika ternyata suami saya tetap diproses, dan sekitar seminggu yang lalu tiba-tiba ditangkap dan ditahan di kejaksaan Klaten.

Perlu diketahui, kami adalah orang tidak mampu. Suami saya hanya seorang loper koran, saya hidup ngontrak di Kalasan Sleman D.I Yogyakarta, dan harus membiayai anak saya yang masih SD. Uang tali asih itu saya dapat dari hutang sana-sini. Selama ini saya hanya mengandalkan suami saya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Kalau sampai suami saya yang dituntut dan dipenjara, saya tidak tahu bagaimana nasib kami.

Apakah suami saya bisa bebas? Bukankah kalau sudah damai seharusnya tidak diproses? Karena menurut saya itu adalah musibah, baik untuk suami saya maupun korban atau keluarganya?

Terimakasih banyak atas jawabannya.

Pengirim:
[email protected]

Jawab:

Saya turut menyayangkan atas peristiwa hukum laka lantas yang terjadi antara suami ibu dengan sang Nenek. Kami jelaskan duduk perkaranya : pada dasarnya, dalam suatu perkara pidana laka lantas, pemrosesan perkara digantungkan pada jenis deliknya. Ada dua jenis delik sehubungan dengan pemrosesan perkara, yaitu delik aduan dan delik biasa.

Dalam delik biasa perkara tersebut dapat diproses tanpa adanya persetujuan dari yang dirugikan (korban). Jadi, walaupun korban telah mencabut laporannya kepada pihak yang berwenang, penyidik tetap berkewajiban untuk memproses perkara tersebut. Contoh delik laporan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) misalnya delik pembunuhan (Pasal 338), pencurian (Pasal 362), dan penggelapan (Pasal 372).

Nah, dalam kasus yang ibu ceritakan tersebut saya belum mendapat kejelasan bahwa keluarga korban sudah mencabut atau belum terhadap laporan laka lantas tersebut. Namun dalam kasus yang dialami suami Ibu, memang ada atau tidak pencabutan perkara, perkara dapat saja tetap di proses oleh pihak Kepolisian hingga dilimpahkan ke Kejaksaan. Kasus ini diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.

Jadi, pada dasarnya dalam tindak pidana yang termasuk delik biasa/delik laporan walaupun korban tersebut telah memaafkan pelaku, proses hukum akan tetap dijalankan. Adapun tindak pidana yang masih dimungkinkan diselesaikan dengan cara damai atau kekeluargaan adalah tindak pidana yang termasuk delik aduan seperti pencemaran nama baik, perbuatan tidak menyenangkan, pencurian/penggelapan dalam keluarga, dan delik aduan lainnya.

Terkait pemberian uang duka, menurut saya pemberian uang duka bisa menunjukkan iktikad baik suami ibu. Terjadinya musyawarah dan kehadiran pihak penabrak untuk berbelasungkawa juga merupakan niat baik suami ibu, sehingga hal tersebut perlu diungkapkan dalam persidangan, dan juga ketidaksengajaan yang terjadi, sehingga suami ibu akan dikenai sanksi karena kelalaiannya menyebabkan orang lain kehilangan nyawa. Saya tidak menafikan bahwa banyak terjadi kasus kecelakaan lalu lintas diselesaikan secara kekeluargaan dari yang mengakibatkan korban luka ringan, luka berat, bahkan kematian. Namun kembali kami jelaskan, perdamaian maupun pemberian uang tali asih tidak otomatis menghapuskan kasus pidananya, tetapi langkah ibu dan suami dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam meringan hukum yang akan diputuskan oleh Hakim.

Demikian jawaban kami, kiranya ibu ataupun saksi dilapangan dapat menyiapkan diri untuk hadir di sidang dan menjadi saksi yang meringankan untuk suami. Jika diperlukan sertakan surat keterangan miskin/tidak mampu dari pengurus wilayah setempat, misal : RT hingga Kelurahan/Kecamatan, agar menjadi pertimbangan hakim bahwa suami adalah tulang punggung keluarga yang menjadi gantungan mencari nafkah bagi istri dan anak-anak, sehingga hakim dapat memberikan putusan yang seringan-ringannya untuk suami, syukur-syukur hanya hukuman percobaan (*)


Rubrik Konsultasi Hukum jogjakartanews.com ini diasuh oleh praktisi hukum, Hartanto, SH. M.Hum. Bagi pembaca yang ingin berkonsultasi, silakan kirim Email ke: [email protected] atau [email protected]. Jika dikehendaki, nama dan alamat pengirim kami jaga kerahasiaannya.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com