Kasus Hukum Dua Aktifis Tegal : Antara Keadilan dan Dendam Politik

Oleh: Desky Danu Aji*

PUBLIK tentu masih ingat, tentang kasus dua aktivis Tegal yang dijerat Undang-undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) beberapa waktu lalu. Mereka adalah Agus Slamet dari LSM Humanis dan Udin dari LSM AMUK Tegal.Mereka dilaporkan oleh H. Amir Mirza (Ketua Tim Pemenangan Walikota Tegal) atas tuduhan penghinaan melalui jejaring social facebook.

Berawal dari status facebook yang diunggah oleh Agus Slamet dan Udin disertai gambar visual yang disambut ratusan komentar dianggap berisi konten penghinaan, Rabu 8 Oktober 2014 pukul 22.00 WIB, mereka diamankan oleh aparat Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) dari POLDA Jawa Tegah di rumahnya masing-masing.

Dari beberapa proses hukum yang telah berjalan, materi yang dipermasalahkan adalah konten gambar wanita seksi berwajah babi ( di Upload Agus Slamet) dan foto monyet berpayung ( di upload Udin) yang dianalogikan sebagai Walikota Tegal dalam komentar teman-teman facebook mereka. Respon dalam komentar ini bukan tak beralasan, mengingat public juga mengetahui gaya kepemimpinan dari Walikota Tegal yang dianggap “nyeleneh”.

Karena sebelumnya juga beredar gambar Walikota Tegal melaksanakan SIDAK (Inspeksi Mendadak) dengan beralas kaki hanya menggunakan sandal dan keluar kantor dengan selalu berpayung. Hal yang dianggap kurang lazim oleh masyarakat.

Materi lainnya antara lain tentang percakapan antara Udin, Agus Slamet dan teman-teman facebook mereka terkait hubungan H. Amir mirza dengan Walikota Tegal Hj. Siti Masitha (dianggap mempunyai hubungan khusus), posisi H. Supri ( dianggap centeng Walikota yang memeras Even Organizer untuk membayar Hotel Walikota dan melakukan praktik perjudian di rumah pemenangan Walikota Tegal) dan Hj. Siti Masitha (dianggap Walikota boneka dari H.Amir Mirza).

Dari materi tersebut di atas, kebenaran dan validitas datanya akan dibuktikan di persidangan. Sidang perdana akan dilaksanakan di PN ( Pengadilan Negeri) Kota Tegal pada hari ini Senin, 22 Desember 2014.

Menegakkan Keadilan

Jalan panjang pergerakan Rakyat telah dilalui oleh Agus Slamet dan Udin. Mereka dikenal sebagai aktivis antikorupsi di Kota Tegal. Masyarakat tentu tak asing ketika mendengar nama mereka berdua, apalagi terakhir mereka bersama mengawal kasus Tanah Rakyat yang disengketakan oleh PT KAI (Kereta Api Indonesia) yang beritanya mencuat hingga ke media Nasional.

Agus Slamet, Menggeluti dunia aktivis semenjak menjadi Mahasiswa. Dia dikenal sebagai salah satu pendiri Forum Pemberdayaan Mahasiswa dan Masyarakat (FPMM) yang hingga hari ini masih eksis memperjuangkan kepentingan mahasiswa dan masyarakat. Konsistensi di dalam gerakan sudah tak dipertanyakan lagi. Kini dia berjuang lewat LSM Humanis dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Tegal.

Sementara Udin, adalah aktivis rakyat yang dulu pernah dididik dalam organisasi Pemuda Pancasila. Dulu ia sempat menduduki jabatan sekretaris. Terakhir, dia berjuang di bawah bendera LSM AMUK (Aliansi Masyarakat Untuk Keadilan) Kota Tegal.

Dari serentetan pengawalan korupsi dan advokasi masyarakat yang mereka lakukan bersama, kasus besar yang berhasil mereka ungkap adalah kasus dugaan korupsi tanah Bokong Semar di Kota Tegal ( Bokong semar gate) yang berhasil mengantarkan walikota lama Ikmla Jaya menjadi tersangka KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Republik Indonesia.

Hari ini, mereka dianggap menghina Walikota Tegal karena sikap-sikapnya. Apa yang disuarakan di media social facebook, walaupun dengan penyampaian yang dianggap kurang baik maka konsekuensi logisnya mereka harus mampu menyampaikan esensi kebenaran yang sebenarnya ingin mereka informasikan kepada masyarakat.

Mengingat sebelum penangkapan, ada serangkaian pergerakan dan kejadian yang terjadi. Tentang penolakan mereka atas rencana pembengkakkan anggaran pelantikan Walikota,tentang kasus perjudian oknum masyarakat (Bagian dari tim pemenanganWalikota) yang sekarang menjadi anggota DPRD, dan pengkondisian proyek secara sepihak dan sistematis oleh salah satu kelompok. Maka kesemuanya itu harus dibuktikan. Proses hukum mereka nantinya supaya menjadi upaya menegakkan keadilan, bukan pembungkaman tanpa perlawanan.

Dendam Politik

Upaya yang dilakukan oleh H. Amir Mirza, walau dinyatakan sebagai sikap pribadi namun ia tak lepas dari posisinya sebagai ketua tim pemenangan Walikota Tegal. tentu ada benang merahnya dengan sikap politik Walikota Tegal, Hj. Siti Masitha. Sikap politik yang dimaksudkan adalah respon Walikota kepada kekuatan-kekuatan yang dianggap mengancam kedudukannya.

Jika kita hubungkan dalam konteks hubungan jabatan politik saja tentu kurang fair, namun melihat posisi Hj. Siti Masitha bersama Supriyanto sebagai Saksi yang ikut memberatkan tersangka tentu kita akan dapat simpulkan sejauh mana peran Hj.Siti Masitha tersebut. Lantas, Apa motifnya?.

Berbicara motif, tentu kita hanya dapat menerka-nerka saja, namun yang jelas sikap Walikota Hari ini sudah mencederai nilai-nilai kemanusiaan. secara kapasitas, Walikota Tegal punya kemampuan untuk “menghentikan perkara” dengan mencabut laporan dan memaafkan siapa-siapa yang dianggap menghinanya. Jika itu yang dilakukan oleh Walikota Tegal, maka dia telah menunjukkan sikap Kepemimpinan Sejati.

Namun, Walikota Tegal justru memilih jalan lain. Dia lebih memilih mencerabut kebebasan dua orang yang “mengingatkannya” dan menyandera penghidupan dua orang istri dan dua orang anak yang Notabene adalah masyarakat Kota Tegal.

Dua orang Istri dan dua anak itu kini hidup tanpa penghasilan, sampai dua orang yang mendekam di jeruji besi itu dibebaskan. Mereka butuh makan, anak-anak mereka butuh pendidikan. Namun tak ada sedikitpun kepedulian dari Hj. Siti Masitha.

Bung Karno memenjarakan lawan-lawan politiknya yang memberontak dengan tetap memelihara keluarga yang ditinggalkan, Jokowi memaafkan Arsyad yang melakukan penghinaan lewat jejaring social dan memberikan bantuan kepada keluarga yang ditinggalkan saat masih dalam masa penahanan, dan hari ini Hj. Siti Masitha Suparno membiarkan dua orang yang dituduh menghinanya mendekam dibalik jeruji besi dengan “mentelantarkan” keluarga yang ditinggalkan.

Ini bukan sikap politik, ini bukan perilaku kemanusiaan, namun ini dendam yang mendalam. Semoga pemimpin kita esok hari semakin bijak.

Penulis adalah Sekretaris Eksekutif Bahari Institute Tegal, Aktif mengasuh Forum Diskusi “Centrum Intelektual Study” Tegal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com