Program Baru Kedaulatan Pangan

Oleh Aryo Permana Kurniawan, S.Pi*

KEMISKINAN menjadi musuh kesejahteraan. Apalagi, pemerintah selama ini selalu menaikkan harga BBM. Sebab, naiknya harga BBM menjadi instrument semakin tingginya gerak ekonomi bangsa ini, di mulai dengan naiknya harga sembako, apalagi kenaikan tersebut diawali menjelang tahun 2015. Kenaikan-kenaikan tersebut tentunya berdampak pada harga-harga lainnya, termasuk dalam bidang transportasi.

Maka dari itu perlu program baru untuk meningkatkan kedaulatan pangan, khususnya di Kota Semarang dan umumnya di Jawa Tengah. Sebab, di Jawa Tengah kini sudah muncul beberapa program baru kedaulatan pangan.

Sangat logis jika kenaikan harga-harga juga menjadi salah satu penyebab kemiskinan. Tidak seimbangnya gerak ekonomi dengan daya beli masyarakat. Berbagai program kemiskinan dalam kenyataannya sering menghadapi kondisi yang kurang menguntungkan, misalnya salah sasaran, terciptanya benih-benih fragmentasi sosial, dan melemahkan nilai-nilai kapital sosial yang ada di masyarakat seperti gotong royong, musyawarah, keswadayaan dan lain-lain. Lemahnya nilai-nilai kapital sosial pada gilirannya juga mendorong pergeseran perubahan perilaku masyarakat yang semakin jauh dari semangat kemandirian, kebersamaan dan kepedulian untuk mengatasi persoalannya secara bersama.

T Agustian (2013) menjelaskan kondisi kapital sosial serta perilaku masyarakat yang melemah serta memudar tersebut salah satunya disebabkan oleh keputusan, kebijakan dan tindakan dari pengelola program kemiskinan dan pemimpin-pemimpin masyarakat yang selama ini cenderung tidak adil, tidak transparan dan tidak tanggung gugat (tidak pro poor dan good governance oriented). Sehingga menimbulkan kecurigaan, stereotype dan skeptisme di masyarakat.

Kelembagaan masyarakat yang belum berdaya pada dasarnya disebabkan oleh karakteristik lembaga masyarakat tersebut yang cenderung tidak mengakar, dan tidak representatif. Di samping itu, ditengarai pula bahwa berbagai lembaga masyarakat yang ada saat ini, dalam beberapa hal, lebih berorientasi pada kepentingan pihak luar masyarakat atau bahkan untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu, sehingga mereka kurang memiliki komitmen dan kepedulian pada masyarakat di wilayahnya, terutama masyarakat miskin.

Dalam kondisi ini, menurut AP Hadi (2013) akan semakin mendalam krisis kepercayaan masyarakat terhadap berbagai lembaga masyarakat yang ada di wilayahnya. Kondisi kelembagaan masyarakat yang tidak mengakar, tidak representatif dan tidak dapat dipercaya tersebut pada umumnya tumbuh subur dalam situasi perilaku/sikap masyarakat yang belum berdaya.

Ketidakberdayaan masyarakat dalam menyikapi dan menghadapi situasi yang ada di lingkungannya, yang pada akhirnya mendorong sikap masa bodoh, tidak peduli, tidak percaya diri, mengandalkan bantuan pihak luar untuk mengatasi masalahnya, tidak mandiri, serta memudarnya orientasi moral dan nilai-nilai luhur dalam kehidupan bermasyarakat, yakni terutama keikhlasan, keadilan dan kejujuran. 

Penuntasan Kemiskinan

Y Sarsetyono (2014) dalam penelitiannya menjelaskan P2KP merupakan program pemerintah secara nasional dalam penanggulangan kemiskinan, dan di Semarang sudah dicanangkan sejak tahun 2006. Program ini terus tumbuh dan berkembang, dan menjadi program yang besar dalam penanggulangan kemiskinan, seiring mulai diadopsinya P2KP sebagai program nasional bernama Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan pada tahun 2006 di Kota Semarang.

Selama proses tersebut masyarakat Kota Semarang telah belajar untuk mengenali persoalan-persoalan terkait kemiskinan, termasuk akar kemiskinan. Masyarakat juga sudah belajar berorganisasi dan membangun lembaga kepemimpinan masing-masing kelurahan, yang dinamai Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) oleh PNPM Mandiri Perkotaan. BKM, yang kemudian disebut dengan nama “generik” Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) merupakan pengurus atau dewan amanah himpunan masyarakat warga suatu kelurahan.

Di bawah koordinasi BKM/LKM, dengan arahan dan fasilitas oleh kepala kelurahan se Kota Semarang, masyarakat belajar merumuskan dan memutuskan langkah-langkah yang perlu dan harus dilakukan untuk menanggulangi kemiskinan, yang kemudian disusun menjadi Perencanaan Jangka Menengah (PJM) Program Penanggulangan Kemiskinan (Pronangkis). Masyarakat juga belajar bekerja sama (bermitra/channeling) dengan berbagai pihak guna menyelesaikan berbagai persoalan yang mereka hadapi, baik dalam bentuk konsultasi manajemen dan teknis, maupun dalam hal pembiayaan.

Selama kurun waktu 2006-2013 pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Semarang berjalan dengan baik. Ini dikarenakan Pemerintah Kota (Pemkot) selalu memberi dukungan dalam berbagai hal. Pemkot Semarang, melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) telah mengalokasikan anggaran untuk pendamping ataupun pendukung konstruksi, yang dialokasikan setiap tahunnya dalam bentuk Dana Daerah Urusan Bersama (DDUB).

Dari tahun ke tahun, secara teknis Pemkot Semarang juga mendukung PNPM Mandiri Perkotaan melalui unsur Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD), yang terdiri atas Bappeda dan SKPD terkait. Melalui fasilitas tim koordinasi ini, PNPM Mandiri Perkotaan mendapatkan fasilitas tambahan dana operasional BKM/LKM. Dukungan lainnya adalah pelaksanaan PJM Pronangkis, yang selalu disinergikan dengan PJM hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Kelurahan dan Kota.

Keberadaan PNPM Mandiri Perkotaan ini di Semarang telah berkontribusi signifikan dalam menekan angka kemiskinan di Semarang hingga berada pada angka 6,49 persen. Besaran tersebut bersemayam di bawah tingkat kemiskinan provinsi yang mencapai 8,99 persen dan kemiskinan nasional yang mencapai 12,36 persen. Dari sisi kelembagaan, PNPM Mandiri Perkotaan juga mendorong restrukturisasi, penataan dan mengaktifkan kembali berbagai kelembagaan yang ada di pemerintahan tingkat kelurahan dan kecamatan.

Hal inilah yang menjadi masukan buat Pemkot Semarang untuk bersinergi dengan PNPM sebagai lembaga independen dari masyarakat, dikerjakan masyakat dan di evaluasi oleh masyarakat. Pemkot Semarang harus pro rakyat mengutamakan pengentasan kemiskinan berbasis aplikatif, bukan kegiatan-kegiatan seremonial tanpa memberi sentuhan langsung kepada masyarakat. Upaya PNPM Kota Semarang, khususnya di tahun 2013 harus didukung penuh bahkan diteruskan sampai 2016 mendatang, seperti perbaikan jalan, perbaikan jembatan dan fasilitas umum, sampai pada merehab rumah tak layak huni.

Ke depannya, harapan agar PNPM bisa menjadi lembaga independen yang dipercaya Pemko Semarang untuk melakukan pengentasan kemiskinan melalui APBD untuk bisa lebih menyentuh kebutuhan masyarakat secara riil. Sistem dan model yang dibuat PNPM sudah cukup baik dengan melibatkan secara penuh masyarakat dan relawan.

Tak hanya PNPM, program baru harus diteruskan pembaharuannya oleh pemerintah. Tanpa program baru, kedaulatan pangan hanya akan menjadi mimpi belaka. Apalagi, tidak ada konsep jelas perumusan pemberantasan kemiskinan dan pengangguran. []

*Penulis adalah Alumnus FPIK Undip, Pengurus Badko HMI Jateng-DIY

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com