PKL Tergugat 1,2 Miliar Aksi Jemur Diri

YOGYAKARTA – Berbagai langkah untuk mencari keadilan terus dilakukan lima PKL yang membuka usahanya di jalan Brigjen Katamso Gondomanan, Yogyakarta. Seteleh beberapa waktu yang lalu melapor ke Forum Pemantau Independen Pakta Integritas (FORPI) Kota Jogja, hari ini, Minggu (13/09/2015) kelima PKL tersebut melanjutkan perjuangan dengan menggelar aksi menjemur diri atau topo pepe di Alun-Alun Utara Yogyakarta.

Sebelum topo pepe para PKL yang berbusana adat Jawa lurik surjan dan kebaya, berjalan kaki dari perempatan Gondomanan ke Titik Nol. Selain berorasi, mereka membagikan selebaran tuntutan mereka kepada pengguna jalan agar ikut bersimpati dengan nasibnya.

Para PKL berharap aksinya mendapat perhatian dari keraton dan mendapatkan kebijaksanaan dari  Sri Sultan Hamengku Buwono  X sebagai raja.

“Kami akan terus memperjuangkan nasib kami, hingga ngarso dalem (Sri Sultan HB X) mendengar dan memberikan kebijaksanaannya terhadap kasus yang kami hadapi sekarang,” ujar Sugiyadi yang bersama keempat rekan senasib, Sutinah, Suwarni, Agung, dan Budiono.

Beberapa  aktivis dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) juga nampang mendampingi para PKL tersebut.

Dalam aksinya para PKL  meminta Sri Sultan HB X menarik  kekancingan (surat keputusan keraton) yang diberikan kepada Eka Aryawan yang mengklaim pemilik tanah dan menggugat kelima PKL tersebut. PKL juga membawa berbagai macam poster tuntutan, seperti ‘cabut gugatan 1 miliar’, “jogja ojo didol, pkl ojo digusur”, “#savepklgondomanan”, “PKL digusur aku ra iso urip”,  “Kraton lebih peduli sama pemodal” dan lainnya.

 “Kami berharap keraton tau permasalahan yang saat ini kami hadapi. Kami ini wong cilik. Kami sudah berjualan sejak 1960 lalu, tiba-tiba digusur begitu saja bahkan digugat secara hukum dengan denda yang luar biasa besar. Ini jelas tidak adil,” tandas PKL lainnya, Agung.

Dikatakan Agung, pada  tahun 2013 yang lalu ia dan rekan-rekannya sudah membuat  kesepakatan dengan pemegang kekancingan, yang intinya tetap bisa berusaha.

“Tapi kami malah akan digusur dan dituntut. Ini adalah satu-satunya mata pencaharian kami untuk menghidupi keluarga,” ujarnya.

Aksi topo pepe dilakukan para PKL selama lebih kurang satu jam sejak pukul 11. 40 WIB, sebelum akhirnya membubarkan diri.

Seperti diberitakan sebelumnya, kelima PKL tersebut digugat oleh Eka Aryawan Rp 1,2 milyar ke pengadilan negeri (PN) Yogyakarta. Para PKL mengaku sudah menempati lahan untuk berjualan sejak 10 tahun terakhir. Mereka menggunakan lahan itu turun temurun dari keluarganya yang sudah menggunakan lahan tersebut sejak 1960 lalu.

Berdasarkan tinjaun FORPI Kota Yogyakarta, Posisi lokasi usaha para PKL berada diatas tanah Sultan Ground (SG)  yang luas seluruhnya  140 meter persegi. Sedangkan luas tanah SG yang izinkan oleh Kraton untuk dipinjam pakai kepada sdr Eka Aryawan adalah 73 meter persegi  sesuai surat kekancingan dari Keraton Yogyakarta dengan nomor  203/HT/KPK/2011. Namun, Kelima PKL hanya menempati lahan ukuran 4X5 meter saja, yang digunakan secara bergantian oleh kelima PKL tersebut. (bhr)

Redaktur: Rudi F

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com