Toko Swalayan Melanggar Aturan, FPPR Sleman Lapor ke Ombudsman DIY

YOGYAKARTA – Forum Pedagang Pasar Rakyat (FPPR) Sleman, melaporr ke Lembanga Ombudsman Republik Indonesia Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (LOI DIY) di di Bumijo, Jetis, Yogyakarta, Senin (25/02/2019) siang. 

10 orang Rombongan FPPR yang tiba pukul 10.00 WIB diterima oleh Komisioner Ombudsman DIY, Fuad dan staff.

Dalam laporan, FPPR  menginformasikan  bahwa penyusunan Rancangan Perda (Raperda)  tentang perijinan toko swalayan dan toko lokal Sleman telah kembalikan oleh gubernur ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman tanpa di bubuhi nomor registrasi Raperda tanda pengesahan, sehingga  belum sah menjadi Perda.

Meski demikian, di wilayah Sleman dalam waktu sebulan terakhir ini  telah tumbuh menjamur toko-toko swalayan berjejaring terkenal,

“Ini yang kami laporkan ke Ombudsman. Kami dari FPPR konsisten menolak Raperda tersebut,” kata Koordinator FPPR, Agus Subagyo.

Dijelaskan Agus, argumen FPPR sangat berdasar. Sebab, pada akhir 2018 yang lalu, Raperda tentang perijinan toko swalayan yang diajukan pihak Pemkab Sleman telah dikembalikan tanpa nomer registrasi, bahkan diberi banyak catatan termasuk judulnya menjadi berubah yaitu Penataan toko swalayan dan toko lokal sleman. 

“Terlebih Raperda akan dilanjutkan dibahas oleh Bapemperda (Badan Pembentuk Peraturan Daerah), sebuah lembaga yang berada di DPRD SLEMAN, yang justru lebih kecil dari Pansus, karena istilah revisi dalam PP 33 tahun 2018 tdak terdapat tertulis disana. Harusnya menyusun kembali melalui Pansus DPRD sleman di tahun 2019 atau waktu berikutnya.  Toh akan tetap ada Perda yang mengatur toko modern berjejaring yang sudah disahkan tahun 2012,” ujarnya.

FPPR juga melaporkan kepada Ombudsman tentang banyaknya pelanggaran yang dilakukan pihak-pihak toko modern yang menjamur baik toko yang ditutup kemudian buka lagi termasuk juga toko baru yang tidak berizin. 

“Kami laporkan pula tantang toko yang tidak berizin ke DPRD dan pihak DPRD Sleman sudah menindaklanjuti dengan sidak maupun memamanggil pihak instansi terkait.  Namun toko-toko tersebut masih saja buka dan malah berkembang dimana-mana ke seluruh Sleman,” tandasnya.

Selain itu, FPPR juga melaporkan bhwa jika pihak Pemkab Sleman tidak bertindak sesuai dengan paturan. FPPR  juga telah memohon kepada Bupati Sleman untuk bertemu menjelaskan hal ini. Namun pihak bupati belum mberi kan waktu. Padahal, surat di ajukan per 30 januari 2019.

“Inilah fenomena sebenarnya  Pemkab telah memberikan tekanan kepada masyarakat pedagang pasar dan kelontong dalam bermata pencaharian melalui Perda atau regulasi ini. Inilah sikap bupati yg tdak memilki rasa keadilan ekonomi  thdap rakyat kecil dipasar maupun toko kelontong di dusun kampung dan desa  desa,” tukas Agus Subagyo.

Selain melaporkan ke ombudsman, FPPR  mengancam akan mengajak pada masyarakat di sekitar toko modern yang tidak berijin untuk bertindak melakukan penutupan. 

Komisioner Ombudsman Fuad, SH mengatakan telah menerima laporan FPPR dan akan memprosesnya sesuai mekanisme di Ombudsman. (kt1)

Redaktur: Faisal

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com