Banyak Kasus Lakalantas dengan Pelaku Anak Diselesaikan Melalui Diversi

YOGYAKARTA –  Dalam setahun terakhir, Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Yogyakarta telah melaksanakan banyak pendampingan dalam proses diversi atau penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.

Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Muda, Bapas Yogyakarta, Ika Pawestri Haris Sakunta mengungkapkan, sejak Januari 2019, Bapas Yogyakarta setidaknya telah melaksanakan pendampingan diversi sebanyak 41 anak pada tingkat Kepolisian, 4 anak pada tingkat Kejaksaan dan 5 anak pada tingkat pengadilan,

“Kasus Lakalantas (kecelakaan lalu lintas) atau pelanggaran UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Angkutan Darat  merupakan salah satu perkara yang sering terjadi di wilayah kerja BAPAS Kelas I Yogyakarta yang diselesaikan melalui mekanisme diversi,” ungkapnya di Yogyakarta, Selasa (15/10/2019).

Dikatakan Ika, pendampingan Diversi yang dilaksanakan Bapas Yogyakarta terakhir, pada 13 Oktober 2019  juga kasus Lakalantas. Ia mewakili Bapas Yogyakarta bertindak  sebagai mediator pelaksanaan diversi  bersama Petugas Satlantas Polres Sleman.

Proses diversi  tersebut dihadiri pihak pelaku yaitu anak dengan pendampingan orang tua, ahli waris korban dan para pihak terkait seperti Ketua RT serta perwakilan sekolah pelaku,

“Sulitnya fasilitas transportasi ke sekolah dan lemahnya pengawasan orang tua terhadap anak dalam mengendarai sepeda motor adalah faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas. Ini salah satu pertimbangannya,” ujarnya.

Ika menceritakan, dalam prosesnya, seluruh pihak bersepakat perkara tersebut diselesaikan melalui diversi dengan kesepakatan bahwa pihak pelaku atau keluarga pelaku memberikan tali asih dalam bentuk sejumlah uang kepada pihak keluarga korban atau ahli waris guna keperluan 7 hari, 40 hari hingga seribu hari  peringatan kematian korban,

“Selain itu pihak pelaku dilakukan pengawasan dan pembimbingan dari BAPAS Kelas I Yogyakarta selama tiga bulan, dengan tujuan untuk memantau perilaku anak agar tidak melakukan tindak pidana kembali,” ungkapnya.

Sementara itu Kepala Bapas Yogyakarta, Muhammad Ali Syeh Banna menilai proses penyelesaian perkara pada anak yang bermasalah dengan hukum (ABH) melalui diversi merupakan cara yang bijak. Menurutnya, pengasuhan anak yang terbaik adalah dikembalikan kepada orang tuanya,

“Orang tua  dituntut untuk memberikaan pengasuhan yang tebaik kepada anaknya, termasuk memberikan pemahaman agar taat terhadap peraturan dan hukum yang berlaku. Anak adalah generasi penerus, generasi emas yang akan mengisi dan membangun negeri ini menuju kejayaan bangsa. Jadi jika bermasalah hukum harus benar-benar ditangani dengan bijaksana,” ujarnya.

Ali Syeh menjelaskan, berlakunya Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak memberikan peran khusus kepada Bapas pada tahapan adjudikasi atau penyelesaian masalah di Pengadilan, dari sebelum (pra) adjudikasi, saat adjudikasi  dan sesudah (post) adjudikasi. Salah satu tugas penting Bapas yakni dalam proses diversi.

Seluruh perkara yang diselesaikan melalui mekanisme diversi, kata dia, harus memenuhi syarat yang termaktub dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana,

“Yakni perakara tersebut diancam dengan pidana penjara kurang dari tujuh tahun dan bukan merupakan pengulangan pidana,” tutupnya. (hen)

Redaktur: Ja’faruddin. AS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com