Pakar Hidrologi Dorong Gerakan Memanen Air Hujan Untuk Atasi Kekeringan

YOGYAKARTA – Banjir dan kekeringan telah menjadi masalah utama di berbagai daerah tanah air. Data BNPB mencatat pada periode 208-2019 terdapat 1.022 kejadian banjir dan bencana kekeringan mencapai 129 kejadian.

Pakar Hidrologi Sekolah Vokasi UGM, Dr.-Ing. Agus Maryono mengatakan perlunya perubahan sistem atau inovasi baru dalam manajemen bencana untuk meminimalisir terjadinya bencana banjir dan kekeringan meminimalisir terjadinya bencana banjir dan kekeringan. Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan memanen, menampung, dan memanfaatkan air hujan dengan sebaik-baiknya atau dikenal dengan gerakan memanen air hujan.

“Belum ada kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya air hujan,” ucapnya kepada wartawan Kamis (21/11/2019) di Ruang Fortakgama UGM.

Agus menyampaikan wilayah Indonesia memiliki curah hujan yang tinggi yakni kisaran 2.000-4.000 mm/tahun. Dengan curah hujan yang besar semestinya masyarakat tidak perlu kawatir akan ketersediaan air.

“Yang jadi masalah adalah belum adanya pengelolaan air hujan yang memadai sehingga curah hujan yang tinggi menyebabkan banjir di musim hujan dan kekeringan saat kemarau,” ujarnya.

Sebagai upaya mensosialisaikan kepada masyarakat akan pentingnya memanen dan mengelola air hujan, UGM menyelenggarakan kembali Kongeres Memanen Air Hujan Indonesia II. Kongres akan dilaksanakan pada 28-29 November 2019 bertempat di University Club (UC) UGM mempertemukan komunitas, kampung, pemerintah, akademisi, praktisi, dan dunia usaha untuk mengaungkan kembali gerakan memanen air hujan Indonesia.

Lebih lanjut Agus menjelaskan melalui gerakan memanen air hujan ini tidak hanya bisa mengurangi banjir di kawasan hulu, tetapi juga mengurangi kekeringan di kawasan hulu dan tengan. Selain itu dengan memanen air hujan juga mengisi air tanah. Air yang diperoleh dari memanen air hujan tersebut juga dapat dikonsumsi. Dari sejumlah penelitian yang dilakukannya diketahui rata-rata tingkat derajat keasaman air hujan mencapai 7,2 hingga 7,4.

“Jadi saat ini tantangannya adalah merubah pola pikir masyarakat yang semula tidak peduli air hujan untuk lebih peduli sebab banyak manfaat yang bisa diambil dari air hujan,”terngnya. (pr/kt1)

Redaktur: Faisal

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com