Menalar Konspirasi Global Corona: Penjaga Takhta Para Adidaya Dunia

Oleh: J. Aulia Syah*

Pandemi Covid-19 atau Corona Virus mamang luar biasa berdampak dalam kehidupan masyarakat dunia, tak hanya di Indonesia. Laporan WHO menyebut sejak kematian pertama karena virus corona terjadi di China pada 11 Januari, lebih dari 200 negara dan teritori kini sudah melaporkan kasus positif. Amerika Serikat (AS) bahkan mengaku sebagai negara yang paling terdampak. Selain AS, Italia, Spanyol, Perancis, dan Inggris menjadi negara dengan angka kematian tertinggi di dunia. Tentu saja kabar itu sangat mengerikan. Tak ayal, kita di Indonesiapun dibuat panik bukan kepalang. Pemerintah mulai menerapkan protocol kesehatan, social distancing, physical distancing, hingga Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). 

Tentu hal itu bukan suatu hal yang aneh. Barangkali memang seharusnya. Sebab negara-negara sekaliber AS, Italia, Spanyol, Perancis, dan Inggris saja memberlakukan hal yang sama, bahkan ada yang lebih ektrim, yaitu Lock Down! Dari deretan negara maju yang terdampak Corona yang menarik adalah Inggris (atau dahulu kala juga disebut Britania). Inggris merupakan negara yang dikenal sebagai negara di belahan eropa yang ekspansif, negara yang bisa dikatakan paling mengenal sisi-sisi dunia.

Banyak Mantan ‘Gladiator’ PD II yang Terdampak

Melihat deretan nama-nama negara besar terdampak Corona, mengingatkan negara-negara yang menjadi ‘gladiator’ (Petarung) yang terlibat dalam Perang Dunia kedua (PD II). Ya, PD II mempertemukan dua aliansi yang saling bertentangan, antara poros dan sekutu. Negara mantan Nazi Jerman, Kerajaan Italia, dan Kekaisaran Jepang, melawan Britania (Inggris) Raya,China, Uni Soviet dan Amerika Serikat(AS) yang dikenal sebagai BIG FOUR. Negara-negara itulah yang hingga saat ini masih diakui sebagai para Adidaya Dunia, sementara ratusan negara lain yang dibuat repot, terdampak perang dunia hanya menjadi negara-negara yang tetap kecil. Logika untuk menjadi superior maka harus ada yang diinferiorkan.

Memori lama Perang Dunia itu semakin terungkit ketika diantara isu Pandemic Corona ini, hubungan AS dan China plus Rusia yang semula sudah kurang mesra bertambah renggang. China menuduh AS yang membawa Virus, sebaliknya AS menuduh Virus dari China, dan terakhir menuduh China dan Rusia Berkonspirasi untuk membuat propaganda yang menyudutkan AS terkait Corona.

Corona bukan lagi menjadi isu Kesehatan, melainkan merambah isu politik, tak main-main, politik antar negara besar! Tentang siapa yang sesungguhnya menebar (atau bahkan menciptakan) Corona memang menjadi sangat sumir. Kalangan ilmuwan banyak yang menyatakan bahwa virus itu sudah ada sejak lama. Artinya virus itu pernah ‘istirahat’ dan kini bangkit dengan kekuatan yang menggemparkan dunia. Jika memang virus itu dulu pernah ada, kenapa banyak yang tidak tahu? Apakah dulu juga meneror 200 negara lebih? Itulah pertanyaan awam yang belum sepenuhnya ada jawaban.

Namun hal yang terang benderang, adalah ketegangan hubungan antar bangsa-bangsa besar di dunia akibat Corona. Sejarah Panjang perseteruan antara AS dan China plus Rusia terlalu Panjang untuk dibukukan. Menarik tak menarik, namun faktanya memang demikian. Pertarungan negara-negara kuat tentu saja akan berimbas kepada negara-negara lain di dunia. Kedua kubu yang bertarung akan sama-sama melibatkan negara lainnya untuk menjadi ‘sekutu’, sebagaimana perang dunia seelumnya, baik Perang dunia I dan II. Kedua perang dunia itu menjadi fakta ada konspirasi Global. Teori konspirasi bukanlah sesuatu yang imajiner, melainkan ada dan nyata.

Menelisik di Balik Pertarungan Ekonomi Inggris Versus Perancis

Siapa yang membangkitkan Kembali Corona dari tidur panjangnya mungkin boleh saja belum atau bahkan tidak akan terungkap. Bagi yang percaya Tuhan barangkali ‘auto’ (bahasa gaulnya ‘langsung’) mengatakan Tuhanlah yang berkehendak. Tapi setidaknya ada banyak pengalaman masa lalu yang bisa dijadikan cermin, betapa negara-negara besar juga pernah melakukan sebuah kecerobohan yang membuat bencana.

Jared Diamond dalam bukunya Collapse (Runtuhnya Peradaban – Peradaban Dunia) mengemukakan bahwa suatu kelompok mungkin melakukan hal-hal yang mendatangkan bencana karena mereka gagal mengantisipasi masalah sebelum masalah itu tiba, karena beberapa alasan. Salah satunya adalah bahwa mereka mungkin tidak punya pengalaman sebelumnya berkenaan dengan masalah-masalah semacam itu, dan karenanya mungkin belum peka terhadap kemungkinan tersebut.

Ia mencontohkan adanya kekacauan yang diciptakan para kolonis Britania bagi diri mereka sendiri sewaktu mendatangkan Rubah dan Kelinci dari Britania ke Australia pada 1800 an. Kini kesalahan tersebut tergolong sebagai suatu contoh paling buruk dampak spesies asing terhadap suatu lingkungan yang bukan merupakan spesies aslinya. Introduksi -introduksi ini semakin tragis karena pada awalnya dilakukan dengan sengaja secacara susah payah, bukan akibat ada bebijian kecil yang tidak disengaja terikat dalam jerami yang diangkut, seperti pada banyak kasus tersebarnya gulma membahayakan.

Sejak didatangkannya, Rubah telah memangsa dan memusnahkan banyak spesies mamalia asli Australia yang tidak punya pengalaman evolusioner menghadapi rubah, sementara kelinci mengonsumsi banyak pakan tumbuhan yang dimaksudkan untuk domba dan sapi, mengalahkan herbivora asli Australia, dan merusak tanah dengan liang-liang mereka (554:2014).

Kini kita yang bisa menengok ke belakang, berpandangan bahwa para kolonis itu bodoh karena secara sengaja melepaskan di Australia dua mamalia asing yang telah menyebabkan miliaran dolar terbuang sebagai kerugian dan pengeluaran untuk mengontrol mereka. Kita kini menyadari, dari contoh semacam itu, bahwa introduksi seringkali terbukti bisa menyebabkan bencana dalam cara-cara tak terduga. Oleh karena itu, sewaktu Anda berkunjung ke Australia atau AS sebagai pengunjung atau warga yang baru pulang, salah satu pertanyaan pertama yang kini diajukan kepada Anda oleh pejabat imigrasi adalah apakah Anda membawa tumbuhan atau biji, atau hewan guna mengurangi resiko mereka lolos dan bercokol di di lingkungan.

Dari banyaknya pengalaman sebelumnya, kini kita mengerti (seringkali, tapi tidak selalu) bahwa kita harus mengantisipasi, setidaknya potensi bahaya introduksi sebuah spesies baru. Namun selalu sulit bahkan bagi ahli ekologi professional untuk memperkirakan introduksi mana yang akan betul-betul jadi mapan, spesies asing mapan mana yang ternyata mendatangkan bencana, dan mengapa spesies yang sama bercokol di tempat introduksi tertentu, namun di tempat-tempat lain. Oleh karena itu seharusnya kita tidak kaget bahwa orang-orang Australia abad ke -19, yang tidak memiliki pengalaman introduksi pembawa bencana abad-20, gagal mengantisipasi dampak Kelinci dan Rubah.

Namun kita perlu membuka catatan lain, yaitu era 1800 an itu adalah masa dimana Inggris tengah Berjaya dengan menyebut diri sebagai ‘Greater Britain’. Jadi apa yang dilakukannya di Australia tidak banyak berpengaruh terhadap ekonominya secara luas. Rubah dan Kelinci dibawa ke Australia tentunya bukan bertujuan awal untuk merugikan, melainkan bisa dikatakan eksperimen untuk keuntungan. Tentu saja, naluri ‘Penjajah’ tidak mungkin untuk mendapatkan kerugian di wilayah jajahannya.

Pengaruh Besar Prediksi Dua Peramal Dunia

Lalu kira-kira korelasinya dengan cerita kegagalan Inggris mengantisipasi Corona?

Perekonomian Inggris bakal dihadapkan pada kontraksi perekonomian terburuk dalam 300 tahun terakhir akibat pandemik virus corona (Covid-19). Baru-baru ini Bank of England (Bank sentral Inggris) menyatakan perekonomian Inggris berisiko terkontraksi alias minus hingga 14 persen tahun ini (2020). Angka tersebut merupakan yang terbesar sejak Inggris Raya sempat mengalami kontraksi perekonomian sebesar 15 persen di tahun 1706.

Inggris memang menjadi menarik untuk Kembali ditelisik, saat Pendemi Corona ini. Betapa tidak. Saat ini, hampir seluruh dunia memberlakukan lock down. Inggris bahkan lebih awal. Ketika semua orang di rumah saja, praktis teknologi informasi menjadi andalan untuk bekerja. Bagi negara-negara maju, yang masyarakatnya lebih mengenal teknologi, jelas bukan masalah besar jika lock down apalagi di rumah saja. Termasuk Inggris, dimana internet atau World Wide Web yang saat ini digunakan miliaran orang di dunia juga diciptakan di Inggris. 

Kalau kita flash back, hubungan antara Inggris dan jirannya, Perancis cukup rumit. Kedua  negara itu pernah seteru. Sejarah mencatat Perang Seratus Tahun adalah sebuah konflik bersenjata sepanjang 116 tahun antara Kerajaan Inggris dan Prancis, yang berawal pada 1337 dan berakhir pada 1453, setelah melalui 56 pertempuran. Namun kedua negara pernah bekerjasama pada perang dunia ke II. Namun Inggris kecenderungan dalam politik internasional beraliansi dengan AS, sedangkan Perancis condong beraliansi dengan Rusia.

Dalam dasawarasa terakhir ekonomi Inggris dibayang-bayangi Perancis. Namun, Inggris optimistis jika 2020 Ekonominya akan tumbuh dan melampaui Perancis. Adalah perusahaan konsultan Price Waterhouse Coopers (PwC) yang meramalkan kondisi itu sejak 2014 silam. Inggris diperkirakan akan menyalip ekonomi Prancis tahun 2020 untuk menjadi ekonomi terbesar kedua di Eropa.

Seperti dilansir BBC, John Hawksworth, kepala ekonom di Price Waterhouse Coopers (PwC), mengatakan: “Inggris memiliki kekuatan di berbagai bidang seperti politik, hukum, kemudahan melakukan bisnis dan teknologi komunikasi. Menurutnya juga, ekonomi Inggris didukung oleh kekuatan dari pound terhadap dolar dibandingkan dengan euro dan juga dengan menurunnya tingkat pengangguran.

Lalu apakah prediksi itu menjadi benar? Dunia melihat, saat ini ekonomi Perancis hancur lebur karena Covid 19. Bank Sentral Prancs (Bank of France) melaporkan pertumbuhan ekonomi Prancis pada kuartal I-2020 sebesar -6%. Ini merupakan kinerja terburuk sejak 1945. Semua tak lepas dari pandemi Covid-19 yang telah memporak-porandakan perekonomian. Seperti dilaporkan kantor berita AFP, Rabu (8/4/2020), data sebelumnya menunjukkan ekonomi Prancis -0,1% pada kuartal IV-2019. Dengan pertumbuhan negatif dua kuartal beruntun, maka secara teknis Prancis sudah memasuki resesi.

Bank Sentral Prancis melaporkan aktivitas ekonomi anjlok 32 persen dalam dua minggu terakhir pada bulan Maret, seiring dengan naiknya angka kasus konfirmasi positif Covid-19 di negara tersebut.

Mengapa Prediksi PwC, mendekati benar? Sehebat apakah pengaruh PwC di dunia sehingga bisa memprediksi ekonomi negara-negara maju di dunia? PwC  adalah kantor jasa professional terbesar di dunia saat ini. Kantor ini dibentuk pada tahun 1998 dari penggabungan usaha antara Price Waterhouse dan Coopers & Lybrand. PwC adalah yang terbesar di antara The Big Four Auditors yang lainnya adalah Deloitte, Ernst & Young dan KPMG.

Penghasilan gabungan PricewaterhouseCoopers di seluruh dunia mencapai 20.3 miliar dollar AS untuk tahun fiskal 2005, dan mempekerjakan lebih dari 130.000 profesional di 148 negara.

Di AS kantor ini beroperasi dengan nama PricewaterhouseCoopers LLP yang merupakan perusahaan swasta terbesar keenam. Kantor ini dibentuk dengan adanya penggabungan usaha dari dua kantor besar yaitu Price Waterhouse dan Coopers & Lybrand. Kedua kantor ini memiliki sejarah panjang sejak abad ke-19.

Dari track record tersebut, tak heran berpengaruh besar terhadap ekonomi negara-negara di dunia. Meski nampak tak 100% prediksinya benar, namun setidaknya 99 % mendekati tepat.

Selain  PwC ada perusahaan yang tak kalah besar yang sangat berpengaruh terhdap kehidupan negara-negara di dunia, yaitu Microsoft. Sang owner Bill Gates bahkan lebih jago dalam memprediksi masa depan dunia. Pada tahun 2015 Bill Gates, menyebut bakal ada sebuah virus yang akan menjadi pandemi dan menyusahkan penduduk dunia. Virus itu, disebut Bill Gates, lebih berbahaya dibanding peluru kendali dan bisa membunuh puluhan juta orang. Lima tahun berselang, prediksi itu benar-benar menjadi kenyataan.

Microsoft kini dinobatkan menjadi ‘raja bisnis dunia’ oleh PwC. Melalui situs resminya, PwC pada Agustus 2019 lalu merilis daftar 100 perusahaan top global berdasar jumlah kapitalisasi pasarnya. Dari daftar tersebut, perusahaan dari sektor teknologi masih mendominasi menjadi kelompok terbesar.

Sektor tersebut mengungguli sektor keuangan, menyusul sektor perawatan kesehatan di peringkat ketiga. Sebenarnya pertumbuhan sektor perawatan kesehatan, layanan konsumen, dan telekomunikasi sebesar 15% melampaui pertumbuhan sektor teknologi (6%), yang justru mengalami fluktuasi pada 2018.

Sementara sektor keuangan menjadi sektor dengan kinerja paling lesu. Kapitalisasi pasarnya merosot sebesar 3%, tulis PwC dalam laporannya.

Ross Hunter, Partner dan IPO Centre Leader, PwC Inggris, berujar,

“Meskipun kinerja sektor teknologi tidak sekuat tahun-tahun sebelumnya, namun masih mendominasi Global Top 100, dengan kinerja empat raksasa teknologi AS yang jauh di atas perusahaan-perusahaan lain.”

Perusahaan teknologi dan e-commerce asal AS dan China masih mempertahankan status quo-nya dalam jajaran 10 besar perusahaan Global Top 100. Sebut saja Microsoft, Apple, Amazon, Alphabet, yang diikuti Facebook di peringkat keenam, menyusul setelahnya Alibaba dan Tencent masing-masing di peringkat ketujuh dan kedelapan.

Berhasil menumbangkan Apple, Microsoft keluar sebagai jawara dalam perang perebutan gelar perusahaan terbuka yang paling bernilai di dunia dalam daftar Global Top 100.

Perusahaan besutan Bill Gates mencatatkan kinerja terkuat dalam hal peningkatan pada kapitalisasi pasar, dengan peningkatan laba sebesar US$202 miliar atau 29% dalam nilai perusahaan dibandingkan dengan pencapaian tahun lalu. Angka itu melejitkan Microsoft ke posisi teratas.

Jika merujuk pada indikasi-indikasi yang dikemukakan PwC, selama Pandemi Corona ini, dimana banyak negara memberlakukan lock down, maka Microsoft semakin kokoh berada di puncak takhta kerajaan bisnis dunia. Ia semakin teratas, melampaui bisnis perusahaan-perusahaan sektor keuangan, dan sektor perawatan Kesehatan.

Tapi perlu diingat, Bill Gates dengan Microsoft-nya tak hanya menancapkan bisnis terbesarnya di AS, tapi juga memiliki pusat produksi di China. Baru-baru ini dikabarkan Ia menyumbang 100 Dollar US ke China untuk tangani Corona dan kekayaannya sama sekali tak turun. Wow!

Penyanyi legendaris dunia, John Lennon pernah membuat sebuah quote, “Masyarakat kita dijalankan oleh orang-orang gila untuk tujuan-tujuan gila. Saya pikir kita sedang dijalankan oleh maniak untuk tujuan maniak dan saya pikir saya dapat disingkirkan sebagai orang gila karena mengekspresikan hal itu. Itulah yang gila tentangnya.” Quote John Lennon itu sebagaimana dikutip pula dalam sampul buku; The David Icke Guide to the Global Conspiracy (and how to end it). (*)

*Penulis adalah pegiat Forum Muda Lintas Iman Yogyakarta (Formuliyo).

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com