YOGYAKARTA – Jamasan Pusaka atau pembersihan pusaka-pusaka keraton, ternyata dilaksanakan dengan proses yang tidak gampang. Ada hari khusus dan ritual khusus bagi para abdi dalem yang melaksanakan prosesi jamasan.
Menurut sumber-sumber sejarah di museum Kraton Yogyakarta, jamasan Pusaka merupakan suatu upacara yang bersifat sakral. Persiapan yang dilakukan tidak hanya persiapan fisik semata, namun juga persiapan rohani. Sebelum bertugas, para Abdi Dalem akan berpuasa dan mandi terlebih dahulu untuk menyucikan diri. Para Abdi Dalem juga harus menjaga sikap, tutur kata dan perbuatan selama upacara Jamasan Pusaka.
Seluruh rangkaian Jamasan Pusaka diawali dengan upacara Sugengan Ageng. Pada upacara ini doa-doa dipanjatkan agar Jamasan Pusaka dapat berjalan baik dan lancar. Sugengan Ageng dilaksanakan satu hari sebelum Jamasan Pusaka dan bertempat di Gedhong Prabayeksa. Acara ini kemudian dilanjutkan dengan tirakatan yang diselenggarakan di Masjid Panepen.
Jamasan pusaka yang bisa disaksikan masyarakat umum, seperti jamasan Kereta pusaka, Kanjeng Kyai Jimat pada Selasa (16/10/2017) kemarin dimulai setelah ada informasi dari Kedathon (tempat tinggal Sri Sultan), apabila pusaka utama sudah dijamas sendiri oleh Sri Sultan. Jamasan kereta pusaka tersebut sebenarnya bersamaan dengan jamasan pusaka utama yang berlangsung tertutup di area Kedhaton.
Terkait pelaksanaan jamasan, juga dipilih hari yang Istimewa. Hari yang dipilih adalah setiap Selasa Kliwon pada bulan Sura (Muharram), bulan pertama dari kalender Jawa. Apabila pada bulan Sura tahun itu tidak terdapat hari Selasa Kliwon, maka pelaksanaannya diganti pada hari Jumat Kliwon.
Selasa Kliwon dianggap hari yang baik untuk pelaksanaan Jamasan Pusaka, karena pada Selasa Kliwon merupakan hari turunnya wahyu keraton. Sedangkan Jumat Kliwon dianggap sebagai hari baik bagi umat Islam. Kepercayaan ini ada sejak Sultan Agung menciptakan kalender Jawa yang merupakan penyatuan antara kalender saka dan kalender Islam.
Berhubungan dengan perbedaan wujud maupun tingkat kekeramatan, maka terdapat perbedaan pada ubarampe (sesaji, red) maupun proses pembersihan masing-masing pusaka. Waktu pelaksanaannya juga berbeda, dibagi menjadi dua hari.
Tradisi jamasan Pusaka masih dilestarikan hingga saat ini oleh Keraton Yogyakarta untuk menghormati dan merawat pusaka-pusaka peninggalan yang ada. Jamasan memiliki setidaknya dua aspek, teknis dan spiritual. Secara teknis bertujuan untuk merawat benda-benda warisan sejarah dan budaya, sedang secara spiritual merupakan sikap manusia Jawa dalam menyambut datangnya tahun baru Jawa. Secara umum jamasan ini mencerminkan sikap Orang Jawa yg memulai tahun baru dgn membersihkan diri, pakaian dan benda berharga, termasuk pusaka. (kt1)
Redaktur: Faisal