Budaya  

Merawat Harmoni Dari Candi Prambanan

Abhiseka Candi Prambanan 2025

JOGJAKARTANEWS.COM, Sleman
Upacara penyucian tahunan kembali digelar di kompleks Candi Siwa Grha Prambanan, Kamis (12/11), untuk memperingati 1169 tahun berdirinya Candi Prambanan, warisan agung Dinasti Sanjaya. Prosesi sakral ini dihadiri para pemuka agama Hindu, tokoh lintas iman, akademisi, aeninam serta masyarakat luas. Perayaan ini dimaknai bukan sekadar ritual keagamaan, tetapi juga momen memperkuat harmoni dan kesadaran kebangsaan di tengah keberagaman Indonesia.

Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) DIY, Wisnu Baya Tenaya, dalam sambutannya menegaskan bahwa makna penyucian Candi Prambanan bukan hanya kegiatan seremonial, melainkan wujud nyata dari nilai hidup, warisan spiritual, dan kebersamaan lintas agama.

“Kita memperingati penyucian Siwa Grha bukan hanya untuk mengenang masa lalu, tetapi untuk menghidupkan nilai-nilai yang diwariskan para leluhur. Candi ini adalah simbol kehidupan – lahir, hidup, mati – yang diwakili oleh Brahma, Wisnu, dan Siwa,” ujar Wisnu Baya Tenaya di pelataran Candi Siwa, Prambanan.

Ia menjelaskan bahwa candi bukan sekadar batu, melainkan “roh peradaban” yang menyimpan semangat harmoni Siwa-Buddha—simbol bahwa sejak dahulu Nusantara sudah menjunjung tinggi kebhinekaan.

“Inilah contoh paling indah dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika,” tambahnya.

Dalam tradisi Hindu, abhiseka berarti penyucian suci atau penyiraman air suci sebagai simbol pemurnian diri dan peneguhan spiritual. Biasanya dilakukan terhadap arca, bangunan suci, atau seorang raja.

Di Candi Prambanan, Abhiseka merupakan upacara penyucian tahunan yang menandai hari peresmian Candi Siwa (Siwa Grha) pada 12 November 856 Masehi, berdasarkan Prasasti Siwa Grha.
Ritual ini menjadi simbol bahwa Candi Prambanan bukan hanya peninggalan sejarah, tetapi warisan hidup yang terus dijaga kesuciannya.

Abhiseka dipandang sebagai perayaan untuk “menghidupkan kembali” roh candi—sebuah pengingat agar manusia menjaga keseimbangan antara spiritualitas, kebudayaan, dan kebangsaan.

Wisnu Baya Tenaya mengingatkan pentingnya menjaga nilai-nilai toleransi dan kebersamaan lintas agama sebagaimana dicontohkan para leluhur.

“Bayangkan, hingga kini sudah sebelas generasi menjaga tempat ini. Di Jakarta ada Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral berdampingan. Di sini ada Candi Siwa dan Candi Sewu. Ini pesan leluhur: perbedaan bukan untuk dipertentangkan, melainkan untuk dirayakan dalam keharmonisan,” ucapnya.

Ia juga menegaskan bahwa nilai dasar agama dan Pancasila sejatinya sejalan.

“Dalam Hindu disebut śraddha bhakti – percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Manusia Indonesia yang seutuhnya adalah manusia jasmani dan rohani, mens sana in corpore sano – tubuh dan jiwa yang sehat,” jelasnya.

“Kita hidup di ruang waktu milik Tuhan. Maka hati-hati, Tuhan selalu bersama kita. Mari menjadi manusia yang sadar, beriman, berbakti, dan menjaga bumi pertiwi,” lanjutnya.

Dukungan penuh terhadap perayaan Abhiseka juga datang dari Ratno Timur, General Manager Candi Prambanan. Ia menyebut kegiatan seperti ini sebagai bagian penting dari upaya menjaga keseimbangan antara spiritualitas dan pariwisata.

“Kami dari pengelola destinasi selalu mendukung kegiatan umat Hindu di Prambanan. Tidak hanya Abhiseka, tapi juga Nyepi, Siwaratri, dan kegiatan keagamaan lainnya,” ujar Ratno.

Menurutnya, kegiatan spiritual seperti Abhiseka memperkaya nilai budaya dan memberi ruang bagi wisatawan untuk mengenal sisi religius serta filosofi Candi Prambanan.

“Artinya, industri pariwisata tetap berjalan, kegiatan ritual pun terlaksana dengan baik. Intinya harmoni – bagaimana wisata dan spiritualitas bisa berjalan berdampingan,” katanya.

Ratno menambahkan, rangkaian kegiatan berlangsung beberapa hari, dimulai dengan yoga bersama umat Hindu dan mahasiswa dari berbagai negara, kemudian dilanjutkan dengan upacara Abhiseka.

“Kegiatan seperti ini sudah tercantum dalam SKB Empat Menteri dan Dua Gubernur. Kami selalu hadir untuk mendukung agar kegiatan ini terlaksana dengan baik,” imbuhnya.

Candi Prambanan, yang diresmikan pada 12 November 856 Masehi, adalah saksi perjalanan panjang spiritualitas dan peradaban Nusantara.
Melalui Abhiseka ke-1169, masyarakat diingatkan kembali bahwa warisan leluhur bukan hanya bangunan megah dari batu, tetapi juga nilai-nilai luhur tentang ketekunan, keimanan, dan keseimbangan hidup.

Upacara ini menjadi panggilan untuk terus merawat harmoni, memperkuat spiritualitas. Selain itu juga meneguhkan semangat toleransi yang menjadi fondasi kebudayaan Indonesia. ***

 

56 / 100 Skor SEO

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com