17 Poin Perppu Presiden SBY yang Mencabut UU Pilkada Didominasi Aspirasi Demokrat

JAKARTA – Setelah menguatnya penolakan UU No 22 tahun 2014 yang mengatur pemilihan kepala daerah oleh DPRD, disahkan oleh DPR, Jumat (26/09/2014) lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akhirnya mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota (Perppu Pilkada).

Perppu yang berisi 17 poin tersebut mengakomodir 10 syarat Fraksi Demokrat yang saat sidang paripurna pengesahan UU Pilkada memutuskan walk out, karena menganggap 10 syarat yang diajukan ditolak.

Diakomodirnya 10 syarat dari Partai Demokrat tersebut diakui Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Djohermansyah Djohan. Menurutnya dua Perppu tentang Pilkada langsung‎ atas UU Pilkada yang diterbitkan SBY mengakomodasi 10 poin syarat dari Partai Demokrat.

Namun demikian, kata dia, dipertajam dengan berbagai masukan dan tambahan

“Itu untuk memastikan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah terhindar dari kelemahan dan akses negatif yang terjadi 10 tahun terakhir. Selain itu juga sudah dilakukan uji publik di Perppu tersebut,” ungkapnya dalam dalam diskusi ‘Implementasi Standar Pelayanan Minimal dalam RUU Pemda’ di Jakarta Jumat (03/10/2014).

Sementara Wakil Menteri Hukum dan Ham (Wamenkumham) Denny Indrayana menyatakan bahwa substansi Perppu No 1/2014 yang dikeluarkan presiden adalah jawaban atas kritik, masukan dan hasil evaluasi yang selama ini banyak disuarakan berbagai pihak.

Menurutnya, presiden berhak mengeluarkan Perppu saat ada kepentingan yang memaksa. Dikatakan Deny, ada tiga parameter kegentingan yang memaksa, yaitu hukum yang mendesak, kekosongan hukum dan ketidakpastian.

“Karenanya, keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk mengeluarkan perppu terkait UU Pilkada adalah hal yang wajar,” ungkapnya kepada wartawan di Jakarta Jumat (03/10/2014).

Secara regulasi, kata dia, ketentuan itu tercantum dalam pasal 22 UUD 1945.

Berikut isi Perppu 1/2014 tentang Pilkada yang dikeluarkan Presiden:

1. Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota langsung oleh rakyat (Pasal 1 angka 1 dan Pasal 2)

2. Mencabut dan menyatakan tidak berlaku UU No 22 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, yang mengatur pelaksanaan Pilkada secara tidak langsung oleh DPRD (Pasal 205).

3. Adanya uji publik calon kepala daerah agar dapat mencegah calon yang integritasnya buruk dan kemampuannya rendah. (Pasal 1 angka 2, Pasal 3 ayat (2), Pasal 5 ayat (3) huruf b, dan Pasal 7 huruf d).

4. Penghematan atau pemotongan anggaran Pilkada secara signifikan (Pasal 3, Pasal 65 ayat (1) huruf c, d, e dan f, serta ayat (2), dan Pasal 200).

5. Pembatasan kampanye terbuka agar menghemat biaya dan mencegah konflik horizontal (Pasal 69).

6. Pengaturan akuntabilitas penggunaan dana kampanye (Pasal 74, Pasal 75 dan Pasal 76).

7. Larangan politik uang dan biaya sewa parpol pengusung yang dapat berdampak pada tindakan penyalahgunaan wewenang (Pasal 47).

8. Larangan kampanye hitam yang dapat menimbulkan konflik horizontal (Pasal 68 huruf c).

9. Larangan pelibatan aparat birokrasi yang meyebabkan Pilkada tidak netral (Pasal 70).

10. Larangan mencopot jabatan aparat birokrasi pasca-Pilkada karena dianggap tidak mendukung calon (Pasal 71).

11. Pengaturan yang jelas, akuntabel dan tranparan terkait penyelesaian sengketa hasil Pilkada (Bab XX Pasal 136 sd 159).

12. Pengaturan tanggung jawab calon atas kerusakan yang dilakukan oleh pendukung (Pasal 69 huruf g, Pasal 195).

13. Pilkada serentak (Pasal 3 ayat (1)).

14. Pengaturan ambang batas bagi Parpol atau gabungan Parpol yang akan mendaftarkan calon di KPU (Pasal 40, Pasal 41).

15. Penyelesaian sengketa hanya 2 tingkat, yaitu Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung (Pasal 157).

16. Larangan pemanfaatan program/kegiatan di daerah untuk kegiatan kampanye petahana (Pasal 71 ayat (3)).

17. Gugatan perselisihan hasil Pilkada ke Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung hanya dapat diajukan apabila mempengaruhi hasil penetapan perolehan suara oleh KPU secara signifikan (Pasal 156 ayat (2).

Sebelumnya, Presiden SBY , Kamis (02/10/2014) malam, menerbitkan dua peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) terkait pemilihan kepala daerah. Yaitu Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang menekankan, sekaligus mencabut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang mengatur bahwa kepala daerah dipilih oleh DPRD.

Perppu kedua yang ditandatangani presiden adalah Perppu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Inti perppu tersebut adalah menghapus tugas dan wewenang DPRD untuk memilih kepala daerah.

Dalam pidato yang diunggah dalam Youtube resminya, Presiden menyatakan ia memutuskan memilih opsi terbaik dengan menerbitkan Perppu karena tidak setuju dengan Pilkada yang dilakukan oleh DPRD.

“Saya tidak setuju kalau Pilkada ini berubah menjadi yang semula Pilkada langsung, rakyat yang memilih pemimpinnya masing-masing, apakah Gubernur, Bupati, dan wali kota, kemudian yang memilih anggota DPRD. Itu kepentingan yang utama, itu tujuan yang ingin saya capai,” kata presiden sebagaimana disampaikan dalam Youtube yang diterbitkan tanggal 2 Okt 2014. (ded/lia/kontributor)

Redaktur: Rudi F

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com