JAYAPURA – Mengurangi angka kekerasan yang selama ini terjadi pada perempuan dan anak menjadi salah satu pekerjaan rumah Menteri PP dan PA. Kasus demi kasus kekerasan yang kerap terjadi dan bahkan semakin meningkat akhir-akhir ini membuat Mentri PP dan PA, Yohana Yembise tergerak untuk terus fokus melakukan pencegahan dan penanganan melalui berbagai cara. Salah satunya melalui Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA). Kepada UPPA, Yohanna meminta untuk terus memperkuat koordinasi dengan P2TP2A.
Sebagaimana data yang dirilis Polres Jayapura dari tahun ke tahun, tren kekerasan terhadap perempuan cenderung meningkat. Pada tahun 2012, setidaknya terdapat 79 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, kemudian meningkat signifikan pada tahun 2013 menjadi 164 kasus. Sementara pada tahun 2014 menurun kembali menjadi 98 kasus. Namun di tahun 2015, kasus demi kasus terus saja terjadi yang apabila tidak ditangani secara serius bisa saja kembali meningkat.
Dari sekian data tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak, kekerasan seksual merupakan bentuk kekerasan yang paling menonjol di tanah papua, disusul KDRT. Budaya Patriarki dan Minuman Keras disinyalir sebagai pemicu masih tingginya kekerasan terhadap perempuan dan anak di daerah ini.
Menurut Mentri Yohanna, selama ini kasus kekerasan yang terjadi di tanah papua seringkali diselesaikan secara kekeluargaan, padahal disisi lain ada hukum yang kekuatannya lebih tinggi dari adat dan harus diangkat.
“Hukum harus ditegakan, Kita harus tunjukan bahwa hukum itu ada, sehingga orang menjadi takut untuk memberikan efek jera bagi pelaku”, ungkap Menteri PP dan PA., Yohana Yembise di Jayapura, Selasa (07/07/2015) sore.
Yohana juga menjelaskan bahwa ada undang-undang yang melindungi perempuan dan anak yaitu, UU Perlindungan Anak, UU KDRT, UU TPPO dan undang-undang pornografi. (pr)
Redaktur: Herman Wahyudi