JAKARTA – Indonesia berada di urutan ke-34 pada World Risk Index Report 2014. Pada laporan yang memetakan resiko suatu Negara menjadi korban terhadap suatu bencana tersebut, dijelaskan juga bahwa masyarakat Indonesia memiliki level kerentanan yang tergolong tinggi terhadap bencana yaitu sebesar 54,48%.
“Memasuki awal tahun 2016 terjadi serangkaian peristiwa kebakaran, ancaman banjir akibat musim penghujan, teror bom di jantung Ibu kota DKI Jakarta, kejadian luar biasa demam berdarah (DBD), dan merebaknya wabah virus zika yang diyakini bisa menyebabkan pengecilan kepala,” ungkap Ungkap Ketua Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia (PDEI) Jakarta, Dr. Abd. Halik Malik MKM, dalam keterangan pers kepada wartawan di Jakarta, Minggu (31/01/2016).
Dijelaskan Halik, meskipun Pemerintah telah melakukan langkah-langkah strategis namun terkait hal ini yang menjadi perhatian penting dari sisi masyarakat adalah ketahanan masyarakat terhadap bencana, terror, maupun wabah. Halik berharap, masyarakat khususnya secara individual memiliki wawasan dan kapasitas ketanggap-bencanaan yang memadai, sehingga kesenjangan persepsi akan hal kebencanaan dapat diminimalisir. Dalam hal ini, kata dia, konsep “live saving’ dan ‘safe community’ berperan sebagai wadah optimalisasi ketanggap-bencanaan di Indonesia khususnya di Jabodetabek.
“Untuk membangun ketahanan terhadap bencana, terorisme hingga wabah penyakit maka perlu implementasi kesadaran ‘live saving dan safe community’ dalam suatu masyarakat yang mencakup kemampuan untuk bertahan hidup di situasi emergensi dan keterampilan untuk menangani masalah kesehatan secara mandiri baik di rumah atau di mana saja atau self care” tandasnya.
Dikatakan Halik, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah meluncurkan program ‘Ketok Pintu’ dengan slogan melayani dengan hati yang intinya adalah mrnyediakan pelayanan kesehatan yang dekat dengan masyarakat, dengan mengutamakan skrining masalah dan kunjungan rumah. Menurut Halik, awalnya program tersebut di Rusun, sekarang sasarannya hingga ke rumah warga di wilayah Kumuh Padat dan Kumuh Miskin.
“Untuk itu Pak Ahok (Gubernur DKI, Basuki Tjahya Purnama, red) saat ini telah menyediakan tim dokter, perawat, dan bidan yang siap turun ke masyarakat untuk setiap 3000 penduduk, bahkan ke depannya cita-citanyanya tiap rumah di DKI punya dokter atau dalam bahasa Pak Ahok ‘Dokter Pribadi’,” ujarnya.
Terkait layanan ‘ketok pintu’ tersebut, kata Halik, PDEI sangat mengapresiasi. Menurutnya hal itu sebagai bentuk kehadiran Negara di tengah-tengah warganya, dan upaya pemerintah menjangkau yang tak terjangkau, serta menjadi bagian dari keseharian masyarakatnya.
“PDEI bisa turut berperan terutama dalam program pencegahan dan pertolongan pertama dengan membekali masyarakat terkait sikap saat menghadapi bencana atau keadaan emergensi, ini dapat dlakukan melalui simpul-simpul warga, bekerjasama dgn pemprov dan paguyuban masyarakat sampai ke tingkat RT/RW, misalnya bagaimana sikap saat menghadapi banjir, kebakaran dan korban kebakaran, korban kecelakaan lalu lintas, kecelakaan di tempat kerja, bahkan sikap masyarakat dan keluarganya ketika ada yang mengalami serangan jantung, stroke, atau demam berdarah yang marak belakangan ini,” urai Halik.
Selain itu untuk menunjang layanan pengobatan di puskesmas atau RS Kecamatan di DKI Jakarta PDEI siap bekerjasama dengan Pemda DKI supaya semua tenaga kesehatan dapat dilatih oleh PDEI.
“Terkait penagananan semua kasus emergensi yang dapat terjadi di masyarakat, bahkan setiap fasilitas kesehatan per wilayah bisa direview oleh PDEI, termasuk tingkat kesiapan dan tanggap daruratnya,” pungkasnya. (pr*/kt3)
Redaktur: Faisal