BANTUL – Kemasyhuran Bantul sebagai syurganya makanan khas tradisional menjadi daya tarik tersendiri bagi pecinta kuliner. Di kabupaten yang berada di sisi selatan Daerah Istimewa Yogyakarta ini memang banyak terdapat banyak warung makan yang menyajikan sajian tradisional yang memanjakan lidah, salah satunya adalah tongseng dan gule ayam “Mbahe Slamet”.
Di warung ini, menu yang disuguhkan tak hanya tongseng dan gulai ayam kampung saja. Tempe koro bacem adalah “Teman” yang menyempurnakan rasa masakan di warung milik Suyono ini.
“Di warung makan sederhana kami anda akan mendapati hidangan spesial tongseng ayam bercita rasa gurih, sedikit manis, berpadu dengan rasa pedas dari irisan cabai rawit. Rasa gurih sendiri dihasilkan dari penggunaan santan, tetapi santan tersebut tidak kental,” kata Suyono, belum lama ini
Suyono yang juga pemilik usaha transportasi rental mobil Aselia, selain penggunaan santan, rasa gurih pada masakannya dihasilkan dari penggunaan beragam rempah istimewa.
Dalam mengelola warungnya, Suyono menggandeng juru masak yang sudah menangani masakan khas ini selama puluhan tahun. Sang juru masak itu adalah Unirat.
“Masakan tongseng dan gule ayam Mbahe slamet ini kaya akan bumbu terutama rempah. Beberapa rempah yang digunakan adalah kunyit, kencur, kunci, jahe, sunti, dan cengkeh. Kami ciptakan rasa yang istimewa untuk pera pecinta kuliner,” tukas Unirat.
Dijelaskan Unirat, daging ayam yang digunakan sebagai bahan dasar adalah dari ayam kampung jantan yang sehat. Ia memastikan selain menjaga kelezatan, semua proses pembuatan dan bahan-bahan masakah serratus persen halal,
“Ayam disembelih menurut tuntunan agama islam, dimasak oleh juru masak muslimah yang berwudhu dan insyaalloh menghasilkan makanan yg halal dan barokah dan aman bagi kesehatan,” imbuhnya.
Kenapa ayam jantan yang dipilih? Unirat beralasan, sebab kalau menggunakan ayam betina terlalu banyak lemak sehingga bisa mengakibatkan santan menjadi kental. Meskipun menggunakan ayam kampung, kata dia, tetapi dagingnya berasa empuk, karena direbus selama kurang lebih satu jam.
“Dalam proses perebusan tersebut beragam bumbu-bumbu diikut sertakan sehingga bumbu meresap ke dalam daging ayam. Setelah ada pengunjung yang pesan baru kami masak bersama santan dan bumbu-bumbu lainya, tergantung pesananya tonseng ataupun gule,” terang Unirat.
Unirat juga menandaskan, cara memasak tongseng dan gule ayam “Mbahe slamet” juga masih menggunakan cara tradisional, yakni menggunakan tungku dan arang sebagai bahan bakarnya. Dengan cara tersebut, akan dihasilkan masakan jawa yang khas dan sedap.
“Cara penyajiannya, dalam satu porsi tongseng ayam berisikan daging ayam, potongan kobis, irisan cabai rawit dan merica bubuk bagi yang suka pedas. Hidangan ini semakin lezat dinikmati bersama tempe koro bacem,” katanya.
Lebih lanjut Unirat menceritakan, dia bertekad merintis usaha sendiri setelah mempunyai pengalaman sejak tahun 2006 menjadi juru masak di warung makan tongseng dan gule ayam,
“Nah sekarang sudah saatnya mengembangkan usaha ini,” tegasnya.
Warung “Mbahe slamet” berada di jalan Pelem Sewu RT 06, Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta atau tepatnya di belakang samsat sewon,jalan parang tritis Km 4,5 Sewon, Bantul, Yogyakarta. Warung buka setiap hari dari jam 8 pagi hingga 5 sore.
Selain tongseng dan gule, di warung tersebut juga meyediakan nasi goreng dan sate ayam.
Harga di warung ‘Mbahe Slamet’ relative terjangkau. Satu porsi tongseng dan gule plus nasi dan minum hanya Rp 15 ribu. Jika di bungkus tanpa nasi dan tanpa minum hanya Rp 10 ribu. Untuk nasi goreng dan sate harganya cuma Rp 13 ribu.
Selain suasana warung yang higienis di warung Mbahe Slamet juga disediakan ruang AC, parkir yang luas, nyaman, aman dan gratis. (kt1)
Redaktur: Rudi F