YOGYAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan 4 tersangka dalam kasus dugaan suap Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Apartemen Royal Kedaton di Kawasan Malioboro. Kendati demikian, KPK masih terus melakukan pendalaman terhadap kasus yang menyeret mantan Wali Kota Yogyakarta dua periode, Haryadi Suyuti dan Kepala Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PM-PTSP) Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta, Nurwidi Hartana.
Pada Selasa (7/6/2022) petang kemarin, KPK menggeledah ruang kerja Wali Kota Yogyakarta dan ruang Kerja Dinas PM dan PTSP di Kompleks Balai Kota Yogyakarta. Dari hasil penggeledahan KPK membawa sejumlah berkas dalam koper berukuran besar. Selain di ruang kerja Wali Kota dan Kepala Dinas PM-PTSP, ternyata KPK juga menggeledah kantor Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman (PU-PKP) Pemkot Yogyakarta.
Dalam melakukan penggeledahan di ruang kerja Wali Kota, petugas KPK yang berjumlah sedikitnya 9 orang didampingi Plh Kepala Dinas PM-PTSP, Octo Noor Arafat dan Kepala Bagian Hukum Setda Kota Yogyakarta, Nindyo Dewanto.
Petugas yang melakukan penggeledahan di tiga titik tersebut meninggalkan Balai Kota sekira pukul 20.00 WIB.
Baik Petugas KPK maupun pejabat Pemkot Yogyakarta tidak memberikan peryataan saat dicecar pertanyaan awak media yang meliput. Termasuk, pertanyaan terkait Kepala dinas PU-PKM, Hari Setyowacono yang turut diamankan saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK bersama Haryadi dan 6 orang lainnya pada Kamis (02/06/2022) yang lalu.
Sebagaimana diketahui, KPK total mengamankan 10 orang terkait kasus yang menjerat bekas orang nomor 1 di Kota Yogyakarta tersebut. Mereka diamankan di dua kota berbeda. Selain di Yogyakarta ada yang diamankan di Jakarta.
Sinyal KPK Terkait Keterlibatan Kepala Dinas PU-PKP
Meski belum ada pernyataan resmi terkait hasil penggeledahan dan dokumen apa saja yang diamankan KPK, namun diduga penggeledahan terkait tindak lanjut pernyataan Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata saat konferensi pers di Dedung Merah Putih (KPK) Jakarta, Jumat (03/06/2022) lalu. Selain dugaan suap IMB Royal Kedaton diduga ada kemungkinan haryadi dan koleganya menerima suap dari izin-izin bangunan lain.
“Proses penyidikan saat ini masih dilanjutkan oleh penyidik KPK,” ungkapnya sesuasai mengumumkan penetapan 4 tersangka dugaan suap Royal Kedaton Yogyakarta.
Sebagaimana diketahui, Selain HS, KPK juga menetapkan 3 orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus serupa. Yaitu Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Yogyakarta, Nurwidihartana (NWH), sekretaris pribadi sekaligus ajudan Haryadi Suyuti, Trianyo Budi Yuwono (TBY) dan Oon Nusihono (ON), Vice President Real Estate PT SA Tbk (Summarecon Agung).
Namun demikian, dalam konferensi pers KPK juga menunjukkan sinyal adanya keterlibatan Kepala Dinas PU-PKP, Hari Setyowacono dan orang-orang yang ikut serta diamankan dalam OTT.
Sebagaimana dikutip dari rilis resmi KPK, diduga ada kesepakatan antara tersangka Oon Nusihono (ON) selaku Vice President Real Estate PT SA Tbk (Summarecon Agung) dan Haryadi Suyuti yang berkomitmen akan selalu “mengawal” permohonan izin IMB Royal Kedaton dengan memerintahkan Kepala Dinas PU PKP yang dijabat Hari Setyowacono untuk segera menerbitkan izin IMB dan dilengkapi dengan pemberian sejumlah uang selama proses pengurusan izin berlangsung.
Padahal, dari hasil penelitian dan kajian yang dilakukan Dinas PU-PKP, ditemukan adanya beberapa syarat yang tidak terpenuhi diantaranya terdapat ketidaksesuaian dasar aturan bangunan khususnya terkait tinggi bangunan dan posisi derajat kemiringan bangunan dari ruas jalan.
HS yang mengetahui ada kendala tersebut, kemudian menerbitkan surat rekomendasi yang mengakomodir permohonan ON dengan menyetujui tinggi bangunan melebihi batas aturan maksimal sehingga IMB dapat diterbitkan.
Tanggapan Peneliti PUKAT UGM Terkait Kemungkinan Masih Banyak yang Terlibat
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman, mengatakan kasus operasi tangkap tangan (OTT) terhadap mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti dan koleganya seharusnya menjadi pintu masuk bagi KPK untuk mendalami, mengkaji, meneliti, segala macam bentuk pembangunan di Kota Yogyakarta yang sangat ‘jor-joran’ (massif) di era kepemimpinan Haryadi Suyuti selama dua periode atau 10 Tahun terakhir.
“Perizinan banyak yang diduga diiringi dengan adanya dugaan pelanggaran-pelanggaran hukum. Jadi kasus HS ini harus menjadi titik awal bagi KPK. Ini menjadi kunci pembuka pintu bagi KPK untuk mereview pembangunan di Jogja yang sangat masif,” terangnya, Selasa (07/06/2022).
Pembangunan mulai dari hotel, pusat perbelanjaan dan apartemen menurutnya diduga banyak melanggar aturan hukum. Selain dugaan korupsi, kata dia, yang jelas pembangunan ‘gila-gilaan’ tersebut berdampak pada kerusakan lingkungan mulai dari kekeringan di sumur-sumur warga, polusi tinggi hingga permasalahan sosial lain.
Dikatakan Zaenur jika dilihat dari nilai barang bukti OTT Haryadi Suyuti yang hanya sebesar 27.258 Dollar Amerika Serikat atau jika dihitung dalam rupiah sekira Rp 393.428.343,00 Rupiah, masih relatif kecil untuk kasus korupsi. Namun, kata dia, yang harus difokuskan KPK adalah bisa menjadi pintu masuk kasus lainnya, termasuk keterlibatan pihak lain.
“Tidak hanya terbatas di wilayah Kota Yogyakarta saja. Melainkan juga dengan potensi merembet ke perizinan di kabupaten lain,” tandas Zaenur.(kt1)
Redaktur: Hamzah