Baim Wong dan Restorative Justice

Oleh. Bondan Peksojandhu

Bondan Peksojandhu
Bondan Peksojandhu. Foto: doc/pri

BELUM lama ini publik dihebohkan dengan berita prank Baim Wong dan istrinya, Paula Verhoeven, terhadap Kepolisian Sektor Kebayoran Lama pada Hari Sabtu 1 Oktober 2022. Baim Wong dan istrinya tersebut diduga melakukan prank dengan menyampaikan pengaduan palsu atas Tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Akibatnya, Baim Wong dan istrinya tersebut, dilaporkan kepada pihak kepolisian yang dapat berujung pidana.

Dalam perkembangannya muncul wacana Restorative Justice sebagai alternatif untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Wacana ini muncul salah satunya dari pihak Kepolisian RI, dikutip dari wawancara kepada Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan yang mengatakan Kepolisian akan memberikan kesempatan kepada pelaku untuk meminta maaf dan bisa diselesaikan dengan penerapan sistem restorative justice[1]. Usulan Restorative Justice juga muncul dari Anggota Komisi III DPR Fraksi Gerindra, Habiburokhman, yang melihat tidak adanya korban dengan kerugian besar dapat diselesaikan dengan pendekatan edukatif dan Restorative Justice [2].

Sebenarnya apa itu Restorative Justice? Istilah Restorative Justice masih belum begitu populer di telinga masyarakat Indonesia. Di dalam buku “Handbook on Restorative Justice Programmes (UNODC, 2006)” disebutkan bahwa Restorative Justice adalah suatu cara dalam merespon perilaku kriminal dengan menyeimbangkan kebutuhan masyarakat, korban, dan pelaku. Restorative Justice merupakan konsep yang sedang berkembang di berbagai negara. Namun, dalam perjalanannya menimbulkan banyak interpretasi yang bermacam-macam di setiap negara. Pada sistem hukum di Indonesia, istilah Restorative Justice diterjemahkan menjadi Keadilan Restoratif. Dalam undang-undang RI no 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anaka disebutkan bahwa Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.

Sebelum melihat lebih jauh perlu dicermati tentang maksud dan tujuan Restorative Justice. Dalam sejarahnya, Restorative Justice muncul sebagai respon atas pendekatan retributive yang telah berlangsung lama yang lebih berfokus pada penghukuman (punishment) bagi pelaku dan cenderung mengabaikan keadaan korban. Restorative Justice mencoba menjawab paradigma tersebut dengan lebih berfokus pada keadaan korban. Seiring dengan perkembangan Restorative Justice di banyak negara, terdapat banyak interpretasi tentang tujuan dari Restorative Justice.

Restorative Justice didesain untuk memberikan dukungan terhadap korban. Dalam hal ini memerhatikan kepentingan korban dan mendorongnya untuk mengungkapkan kebutuhannya dengan bebas dan independen. Selebihnya, Restorative Justice bertujuan pada pemulihan hubungan akibat tindak pidana dan memberikan pelajaran, terutama kepada pelaku, bahwa perilaku kriminal tidak bisa diterima di masyarakat. selanjutnya, Restorative Justice diharapkan dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab kepada banyak pihak terutama dari pelaku. Restorative Justice juga bertujuan mengidentifikasi latar belakang pelaku melakukan tindak pidana, fokus pada sumber permasalahan, dan upaya pemecahannya agar di masa depan tidak mengulangi tindak pidananya kembali.

Di Indonesia, pendekatan Restorative Justice sudah banyak diadaptasi dan diwujudkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Salah satunya adalah Undang-undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, di mana terdapat mekanisme diversi dan pendekatan Restorative Justice kepada Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) yang melakukan tindak pidana yang penyelesaian perkaranya dialihkan di luar peradilan pidana.

Selanjutnya, terbit Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif, di mana di dalamnya terdapat aturan dan ketentuan dalam penanganan tindak pidana berdasarkan Restorative Justice pada kegiatan fungsi reserse kriminal, penyelidikan, atau penyidikan. Selain itu juga terdapat Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dan sebagainya.

Berkaca kembali kepada kasus Baim Wong-Paula, wacana Restorative Justice yang menyeruak di permukaan tidak serta mendapatkan sambutan positif di masyarakat. Permasalahan yang muncul begitu kompleks, perlu dilihat kembali aspek-aspek yang menyertai dalam kasus tersebut. Baim Wong merupakan seorang publik figur yang memiliki pengaruh besar di masyarakat. Konten tentang KDRT merupakan isu yang sedang hangat setelah sebelumnya diberitakan Lesti Kejora mengalami KDRT oleh suaminya, Rizky Billar.

Isu mengenai KDRT merupakan isu sensitif di masyarakat Indonesia di mana banyak korban belum sepenuhnya pulih. Selama ini, riwayat konten yang dibuat oleh Baim Wong dinilai masyarakat sebagai ajang untuk memanfaatkan situasi negatif untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Pihak pelapor, Sahabat Polisi, menolak jika penyelesaian perkara ini menggunakan pendekatan Restorative Justice.

Menurut Direktur Sosial dan Budaya Sahabat Polisi, Tengku Zanzabella mengungkapkan jika upaya restorative justice ini benar dilakukan Polda Metro Jaya maka akan muncul rasa kekecewaan yang sangat luas di tengah masyarakat[3]. Menurutnya, penanganan dengan Restorative Justice dapat berdampak negatif dalam upaya penegakan hukum di Indonesia yang berpotensi memunculkan pelaku lain di masa depan yang hanya memanfaatkan Restorative Justice. Realitanya, penerapan pendekatan Restorative Justice di Indonesia masih menemui banyak kendala. (*)

Sumber:

[1] https://megapolitan.kompas.com/read/2022/10/04/18343631/polda-metro-kasus-konten-prank-baim-wong-bisa-di-restorative-justice?page=all

[2] https://news.detik.com/berita/d-6331821/legislator-gerindra-usul-restorative-justice-terkait-prank-kdrt-baim-wong

[3] https://www.tvonenews.com/berita/nasional/72747-begini-pandangan-sahabat-polisi-soal-upaya-restorative-justice-kasus-prank-kdrt-baim-wong-nanti-akan-banyak-baim-berikutnya

*Penulis adalah Pegawai Pada Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas 1 Yogyakarta.

51 / 100

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com