Kecam Intimidasi Ketua BEM UI, Pengamat Sebut Ada Praktik Penindasan dan Kriminalisasi Opini

Ketua BEM UI, Melki Sedek Huang. Foto: ist
Ketua BEM UI, Melki Sedek Huang. Foto: ist

JAKARTA – Beberapa waktu terakhir muncul sejumlah pemberitaan tentang adanya dugaan intimidasi yang dilakukan pihak tertentu pada orang-orang yang melakukan kritik terhadap kondisi bangsa saat ini. Antara lain dialami Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia ( Ketua BEM UI ) Melki Sedek Huang yang mengaku mendapat intimidasi dari aparat keamanan. Bahkan, keluarganya yang tinggal di Pontianak, Kalimantan Barat juga turut mendapat intimidasi dari aparat berseragam.

Ia menduga intimidasi tersebut bertalian dengan gerakan mahasiswa soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat minimal batas usia capres-cawapres.

Selain itu, muncul dugaan intimidasi dari pihak tertentu terhadap komika Bintang Emon untuk menghapus videonya terkait cara tutupi dosa masa lalu dan dinasti dari media sosial. Meski dalam hal ini, Bintang Emon telah menyangkal dan mengatakan menghapus video tersebut atas kemauan sendiri.

Menanggapi hal itu, Pengajar Ilmu Komunikasi UPN Veteran Yogyakarta, Assoc Prof Dr.Edwi Arief Sosiawan, SIP, M.Si, CIIQA, CIAR mengaku ikut prihatin jika benar terjadi upaya membatasi kebebasan berpendapat. Sebab, jika tekanan dan represi benar dilakukan aparat pemerintah, maka netralitas sudah tidak ada lagi. Apalagi, sesuai dengan aturan aparat seharusnya bersikap netral dalam konteks pemilu.

“Dengan demikian muncul ketidakpercayaan bahwa aparat dalam hal ini TNI dan Polri cenderung ‘berpihak’ dan itu tidak boleh dilakukan, jika ini dibiarkan maka fenomena tersebut menjadikan relasi kuasa akan berpengaruh terhdap hasil demokratisasi pemilu, plus memuculkan terjadinya pelanggaran hak azasi manusia dalam berpendapat, intimidasi politik, serta penindasan dan kriminalisasi opini,” kata Edwi saat dihubungi, Jumat (11/10/2023).

Ia mengatakan, jika benar telah terjadi intimidasi atau upaya untuk menekan kritik oleh pihak-pihak tertentu, hal tersebut dapat menjadi masalah serius yang memerlukan perhatian dari masyarakat sipil, lembaga hak asasi manusia. Pihak berwenang juga harus ikut memastikan perlindungan hak-hak individu dan kebebasan berbicara.

“Pasal 28E ayat (3) UUD 45 sangat jelas sekali mengamanatkan, Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Oleh karena itu, kebebasan berpendapat di Indonesia sudah merupakan sebuah hak yang dilindungi oleh konstitusi,” jelasnya.

Menurutnya, seharusnya pemerintah memberikan kebebasan dalam berekspresi dan berpendapat sebagaimana telah diatur dalam undang-undang tanpa adanya ancaman.

“Intimidasi dan upaya untuk menekan ekspresi dan kritik dalam demokrasi menimbulkan keprihatinan terkait kebebasan berbicara dan berpendapat. Kebebasan berekspresi dan berpendapat adalah hak asasi manusia dan setiap individu atau warga negara seharusnya dapat menyuarakan pendapatnya tanpa takut akan represi atau ancaman,” imbuhnya. (pr/kt1)

Redaktur: Faisal

54 / 100

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com