MUDIK UNTUK MENDIDIK

Oleh: Mukharom*

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mudik memiliki arti yaitu, pulang ke kampung halaman. Misalnya seminggu menjelang lebaran sudah banyak orang yang mudik. Sementara pulang kampung memiliki arti kembali ke kempung halaman atau mudik.

Memasuki akhir bulan Ramadhan saat ini, Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan diperbolehkan untuk mudik. Mudik sebagai tradisi masyarakat Indonesia menjelang Idul Fitri dan biasa dilakukan oleh masyarakat kita yang berada di perantauan.

Jika kita telusuri makna lebih mendalam tentang mudik, maka kita akan lebih dekat, tidak hanya dekat dengan keluarga dan kerabat, namun jauh dari itu semua, yang lebih utama adalah dekat dengan Allah Swt.

Mudik adalah kegiatan perantau atau pekerja migran untuk kembali ke kampung halaman. Mudik di Indonesia identik dengan tradisi tahunan yang terjadi menjelang Hari Raya besar keagamaan misalnya menjelang lebaran. Tujuannya untuk bersilaturrahmi dengan sanak saudara dan terutama sowan kepada orang tua. Mudik merupakan sebuah tradisi negara berkembang yang mayoritas penduduknya muslim, seperti Indonesia dan Bangladesh.

Tahukah kita sejarah awal kata “Mudik” di Indonesia itu sendiri ?. Sangat penting untuk kita ketahui dan mendapat penjelasan. Kata mudik berasal dari kata “Udik” yang artinya selatan atau hulu. Sejarahnya adalah pada waktu itu Jakarta memiliki wilayah bernama Meruya Udik, Meruya Ilir, Sukabumi Udik, Sukabumi Ilir dan lain sebagainya. Jakarta yang pada saat itu bernama Batavia, memiliki hasil bumi perkebunan seperti kebon jeruk, kebon kopi, kebon nanas, kemanggisan, duren kalibata dan lain sebagainya, kemudian para petani dan pedangang membawa hasil bumi melalui sungai, distulah muncul istilah “milir-mudik” yang artinya bolak balik.

Mudik menuju udik saat pulang dari kota kembali ke ladangnya dan dilakukan secara berulang kali. Istilah mudik kemudian familier  dan mengalami pergeseran makna sampai sekarang, dengan makna yang berbeda, yaitu kembali ke kampung halaman.

Tradisi mudik jika dipelajari lebih serius, maka memiliki kandungan makna yang sangat mendalam, tidak hanya arti mudik pada umumnya yaitu pulang ke kampung halaman, tapi dibalik semua itu ada makna yang sangat luar biasa. Mudik mengajarkan kita arti sebuah sejarah, dan jangan melupakannya, sejarah di mana dilahirkan, tumbuh dan berkembang sampai dewasa.

Fenomena sosial yang terjadi di Indonesia. Sebagai mahluk sosial individu maupun kelompok yang rindu kepada asal usulnya. Mudik pun memiliki sebuah nilai persatuan yang diwujudkan dalam bentuk silaturrahmi. Silaturahmi bukan merupakan tradisi akan tetapi merupakan bagian dari syariat, hal ini sesuai dengan ajaran Rasulullah Saw, bahwa silaturrahmi merupakan pertanda keimanan seorang hamba kepada Allah Swt dan hari akhir,

Rasulullah bersabda “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir; hendaklah ia bersilaturrahmi ” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah). Beliau juga menjanjikan bahwa di antara buah dari silaturrahmi adalah keluasan rizqi dan umur yang panjang, “ Barang siapa menginginkan diluaskan rizqinya serta diundur ajalnya; hendaklah ia bersilaturrahim” (HR. Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik).

Motivasi silaturrahmi inilah yang menjadi dasar yang senantiasa terjaga setiap menjelang lebaran tiba, walaupun disisi yang lain teknologi komunikasi yang semakin canggih memudahkan kita untuk berkomunikasi, akan tetapi secara fisik tidak dapat dilakukan, maka silaturrahmi adalah solusinya yang dianjurkan agama dengan berkunjung secara langsung, bertatap muka, saling memberikan nasihat dan lain sebagainya. Dengan demikian persaudaraan dapat terjalin dengan baik, persatuan pun dapat terwujud.

Islam memberikan makna  mudik lebih luas, mudik diartikan sebagai kembali pada ampunan Allah Swt. Sesuai dengan Al Qur’an Surat Ali Imran Ayat 133 yang artinya “ Bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa ”. Dorongan kuat inilah yang membuat pemudik dengan bersusah payah menempuh perjalanan ke kampung, dengan tujuan saling memaafkan, karena bagi yang berpuasa telah mendapatkan ampunan Allah Swt, sedangkan kesalahan sesama manusia adalah keharusan untuk bertemu secara langsung guna mengikrarkan kesalahannya dengan saling memaafkan.

Makna yang lain dari mudik adalah terdapat pada Al Qur’an Surat Al Baqarah Ayat 156, Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un artinya “ Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah Swt dan kepada Allah Swt jualah kami kembali ”. Permasalahannnya adalah apakah kita sudah siap dengan bekal mudik yang sesungguhnya ? bekalnya adalah iman, ilmu dan amal shaleh.

Semoga momentum Idul Fitri 1445 H bisa kita manfaatkan dengan baik, dengan mempersiapkan secara lahir dan batin untuk mudik ke kampung halaman dengan niat ibadah, memupuk silaturrahmi. Bekalnya jangan lupa disiapkan baik material maupun non material, kesehatan harus dijaga dan jangan lupa berdo’a selamat sampai tujuan, semoga berbahagia bersama keluarga.

Mudik yang sesungguhnya adalah mudiknya kita kepada Allah Swt, yang harus kita persiapkan sebagai bekal kita kelak jika dipanggil menghadapNya, bekal iman, ilmu dan amal shaleh yang senantiasa terjaga dan terpelihara.

Kondisi saat ini belum terlambat, jika kita menyadarinya. Oleh karena itu, bersemangatlah untuk beribadah, baik ritual maupun sosial dalam mengamalkannya. Semoga kita istiqamah dalam kebaikan, karena bulan Ramadhan merupakan bulan istimewa, maka kesungguhan kita dalam mengisi hari-hari dengan beribadah harus menjadi hal yang utama, sehingga derajat taqwa akan diperoleh. Karena tujuan puasa adalah bertambahnya ketaqwaan kepasa Allah Swt.

(*)

*Mukharom adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Semarang (USM) dan Pengurus Masjid Al Hasyim Kota Semarang

59 / 100

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com