Meluruskan yang tidak lurus, artinya meluruskan informasi yang tidak sesuai fakta atau tanpa didukung data. Salah satunya dengan memperkuat literasi khususnya budaya membaca. Dengan banyak membaca, maka akan diperoleh data sebagai informasi sesuai fakta.
Banyak informasi yang keliru dan tidak berdasarkan data yang selama ini berkembang di masyarakat. Informasi yang keliru tersebut disampaikan terus menerus dalam berbagai forum. Termasuk di dunia pendidikan, sehingga menjadi common sense. ’
Sebagai contoh, negara dengan penduduk terbesar di dunia adalah China. Padahal yang benar adalah India. Negara dengan jumlah pemeluk Islam terbanyak di dunia adalah Indoensia. Padahal yang benar adalah Pakistan, Indonesia nomor dua. Data ini dapat dicek di situs https://worldpopulationreview.com
Beberapa waktu yang lalu, umat Islam merayakan Idulfitri. Sudah lumrah dan dinarasikan terus-menerus bahwa makna Idulfitri adalah “kembali suci”. Artinya kembali suci tidak mempunyai dosa setelah berpuasa selama bulan Ramadhan. Apakah ada jaminan puasanya sah? Bagaimana pula yang tidak puasa tetapi ikut merayakan Idulfitri, apakah kembali suci?
Makna Idulfitri yang benar adalah Hari Raya Makan. Maksud benar di sini karena ada dasarnya, yaitu sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Tirmidzi bahwa: “Disebut Idulfitri karena pada hari itu orang-orang makan. Dan disebut Iduladha karena paa hari itu orang-orang mengorbankan binatan ternak”. Hari Raya Makan, karena karena di hari itu orang Islam harus makan, dan diharamkan puasa. Agar semua orang Islam bisa makan, maka diwajibkan mengeluarkan zakat fitrah, yaitu zakat makanan pokok yang harus diberikan pada akhir pausa hingga sebelum shalat id.
Penting memperkuat Literasi
Literasi dalam pengertian paling dasar yaitu membaca dan menulis. Membaca sangat penting. Dengan banyak membaca maka banyak informasi yang didapatkan. Banyak sumber pengetahuan yang dapat diserap sebagai informasi.
Begitu pentingnya membaca, sampai ayat Qur’an yang pertama kali turun adalah iqra, bacalah!. Membaca harus dibiasakan agar menjadi budaya. Baik memaca buku, artikel, berita, ataupun tulisan lainnya baik yang cetak maupun digital. Saat ini, membaca versi digital tentu lebih mudah khususnya melalui smartphone yang nyaris tidak pernah lepas dari tangah.
Tingk minat membaca seseorang menentukan tingkat kualitas serta wawasannya. Ada asumsi bahwa budaya membaca sama pentingnya dengan sekolah. Keduanya sebagai aktivitas yang tidak dapat dipisahkan. Dengan membaca membuat pola pikir luas dan tajam. Sedangkan sekolah sebagai bukti formal seseorang telah menempuh jenjang pendidikan.
Manfaat membaca adalah memperluas wawasan, mempertajam gagasan, dan menigkatkan kreatifitas. Orang akan bisa menambah kosakata memahami berbagai tipe dan model kalimat, dan akan meningkatkan kemampuan memahami apa yang tertulis. Membaca harus dijadikan sebagai kebutuhan untuk terus meng up date perista yang terekam dalam tulisan. Pada level berikutnya dengan membaca akan menumbuhkan kritisisme.
Pemahaman membaca merupakan pondasi dari literasi. Literasi dalam pengertian membaca merupakan iterasi yang berkaitan dengan kecakapan dalam memahami tulisan. Dengan kecakapan tersebut mampu menangkap pesan atau informasi.
*Dikutip dari berbagai sumber.
*Al Hamzani adalah Dosen Fakultas Hukum dan Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasakti Tegal.