Wali Kota: Orang Jogja itu Bukan Cuma yang Lahir dan Besar di Jogja

YOGYAKARTA – Untuk membangun Kota Jogja (Yogyakarta) diperlukan Generasi muda yang unggul dan tidak diskriminatif, serta toleran tanpa membedakan warna kulit, Suku, Ras, agama. Darimanapun asalnya, selama bisa memberikan kontribusi kepada Yogyakarta, itu yang disebut orang Yogyakarta.

“Bagi mereka yang bisa memberikan Kontribusi yang baik untuk kota kita ini, tidak akan ditanya, agamanya, sukunya apa, asalnya dari mana, kulitnya warnanya apa,” tutur wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti saat memberikan sambutan dalam Seminar memperingati Hari Sumpah Pemuda ke 86 di aula SMA N 6 Yogyakarta, Jalan C. Simanjuntak, Yogyakarta, Selasa (28/10/2014).  

Dalam seminar yang diikuti oleh puluhan pelajar dari perwakilan beberapa sekolah negeri di Yogyakarta tersebut, Haryadi mengajak para peserta untuk membangun solidaritas pemuda supaya bisa maju dan berkelanjutan.

Selain itu, dikatakan Haryadi, Pendidikan di Yogyakarta harus mampu membangun karakter yang mandiri, tangguh, maju, dan percaya diri.  Kemudian, kata dia, yang tak kalah penting adalah jujur dan bertanggung jawab.

Dengan karakter tersebut, kata dia, generasi yang terbentuk akan menjauhi praktik-praktik yang merugikan bangsa dan Negara, seperti melakukan korupsi saat menjadi pemimpin.

“Kita akan bisa, Insyaallah akan melahirkan generasi penerus bangsa yang tidak kena catatan dari KPK (komisi pemberantasan Korupsi),” tukasnya.

Seminar umum bertema “Bangun solidaritas Pemuda Maju dan Berkelanjutan” dan Inaugurasi Program Sekolah Kebangsaan “Membangun Karakter, Mendorong Kreatifitas Pelajar” tersebut diselenggarakan Maarif Institute.

Beberapa pembicara yang hadir dalam seminar tersebut diantaranya Ahmad Bahruddin (Pendiri Komunitas Qoryah Thayyibah Salatiga & Penerima MAARIF Award 2012), Irfan Amalee (Peace Generation), dan Edy Heri Suasana (Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogya).

Menurut Ketua Panitia Abdullah Daras, acara tersebut adalah penutup program satu tahun dari Maarif Institute guna mengembangkan karakter kebangsaan di beberapa kota. Selain di Yogyakarta, kata Abdullah, acara serupa juga digelar di tiga kota lain yakni Surakarta, Pandeglang, dan Cianjur.

“Selain siswa pendampingan juga diberikan ke guru Pendidikan Agama Islam. Program ini sudah dicanangkan sejak 2011,” pungkasnya. (ian/kontributor)

Redaktur: Rudi F

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com