Kuasa Hukum: Sukamto Layak Bebas, Sesuai Kebenaran Hakiki yang Dicari Hakim

YOGYAKARTA – Kuasa hukum, terdakwa  dugaan korupsi dana hibah Komite Olah Raga Nasional (KONI) Kota Yogyakarta Tahun 2013, Sukamto, yakni Hartanto SH.M.Hum menyayangkan adanya pemberitaan media massa yang menggiring opini di masyarakat, sehingga merugikan kliennya. Menurutnya penggiringan opini bahwa Kliennya yang menjabat sebaga Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Olah Raga (Kesbangpor) Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta, sebagai yang bersalah, telah mengabaikan  azaz praduga tak bersalah.

“Proses hukum masih berjalan, jadi kami berharap tidak ada penggiringan opini, sehingga masyarakat salah paham dan menyimpulkan bahwa klien kami bersalah. Kami memiliki bukti bahwa klien kami tidak seperti yang didakwakan JPU (Jaksa Penuntut Umum) dan akan kami tunjukkan di pengadilan,” kata Hartanto dalam keterangan pers kepada wartawan di Yogyakarta, Senin (14/03/2016).

Dikatakan Hartanto, sebagai kuasa hukum terdakwa, ia mendorong Hakim Tipikor Yogyakarta untuk mencari kebenaran hakiki atas kasus kliennya sebagaimana yang disampaikan Pada sidang perdana Kamis (10/03/2016 ) lalu.

“Majelis hakim menyatakan akan mencari kebenaran hakiki. Semestinya jika demikian, maka klien kami layak divonis bebas karena terdapat berbagai kejanggalan dari proses penyidikan, penetapan tersangka, hingga terdakwa terhadap kliennya,” tukasnya.

Dijelaskan Hartanto, beberapa kejanggalan antara lain bahwa, penetapan tersangka terhadap kliennya berdasarkan tindak lanjut surat kaleng. Bahkan, kata dia, Sukamto sendiri mengaku mengetahui adanya surat kaleng  tersebut  dari Wakil Wali Kota Yogyakarta, Imam Priono. Kejanggalan lain, kata dia, dakwaan merugikan keuangan Negara sebesar Rp 900 juta tidak berdasarkan pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Ternyata LHP BPK tidak menyebutkan adanya kerugian Negara. Dalam dakwaan ditulis contoh-contoh penerima hibah, tetapi sebagaian besar data tersebut tidak ada tempus (waktu) hanya ada nama dan besaran penerima hibah. Jika hal semacam ini dijadikan materi dakwaan maka bagaimana validitas perhitungannya, apalagi jika dikaitkan dengan dakwaan 900 juta. Yang benar ahli keuangan negara yang berwenang menghitung yaitu BPK/BPKP. Agar dakwaan tidak sumir (kabur). Kalau mencari Kebenaran hakiki, maka dakwaan jaksa harus ditolak,  karena spirit UU Tipikor adalah adanya kerugian Negara,” kata advocat yang juga akademisi ini.

Terkait ditetapkan kliennya sebagai tersangka tunggal, Hartanto juga menilai terkesan dipaksakan. Sebab, kata dia, kliennya sebagai Kepala Kantor Kesbangpor Kota Jogja hanya menjalankan tupoksinya sesuai Perwal (Peraturan Wali Kota) 117 Tahun 2009.  Diantaranya,  melaksanakan koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas bidang kesatuan bangsa , generasi muda, dan olahraga. Kemudian melaksanakan pengawasan dan pengendalian teknis kesatuan bangsa dan olahraga.

“Yang berwenang mencairkan anggaran adalah KONI. Klien kami hanya melanjutkan proposal dari masyarakat kepada KONI. Perkara akan dicairkan atau tidak sepenuhnya menjadi kewenangan KONI. Jadi aneh jika dari KONI tidak ada yang jadi tersangka, justru klien kami dijadikan tersangka tunggal,” imbuhnya.

Terkait kebijakan pencairan dana hibah menjadi wewenang KONI, Hartanto menyebut hal itu sesuai Undang-Undang (UU) Olahraga Nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Dalam Pasal 38 (1)Pengelolaan olah raga pada tingkat kabupaten/kota dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota dengan dibantu oleh komite olahraga kabupaten/kota. (2)Komite olahraga kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh induk organisasi cabang olah raga kabupaten/kota dan bersifat mandiri. (3)Pengorganisasian komite olah raga kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh masyarakat yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

“Klien kami hanya menerima laporan. Semua penerima dana hibah sesuai proposal dengan dibuktikan tanda terima resmi dari KONI berikut tanda tangan penerima dan pengurus KONI,” tandasnya.

Hartanto menegaskan, dalam sidang selanjutnya, pihaknya akan menyampaikan eksepsi (pembelaan) untuk membuktikan bahwa kliennya tidak seperti yang didakwakan JPU.

“Kami siap menunjukkan bukti-bukti bahwa klien kami tidak seperti yang didakwakan JPU dalam pengadilan nanti,” tegas Hartanto.

Sekadar mengingatkan, Sukamto telah menjalani sidang pertama pada Kamis (10/03/2016) yang lalu. Dalam dakwaannya, JPU Dwi Nurhatni mengatakan, Sukamto melakukan tindak pidana korupsi dengan modus membuat proposal dana hibah dengan nilai Rp 900 juta. Sidang tersebut dipimpin Hakim Ketua Barita Saragih SH. Diagendakan untuk sidang selanjutnya akan digelar di Pengadilan Tipior Yogyakarta pada Kamis ( 17/03/2016) mendatang dengan agenda pembacaaan eksepsi terdakwa. (kt1)

Redaktur: Agung

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com