Budaya  

Padepokan Sekar Djagat Pelestari Sendra Tari Legenda

YOGYAKARTA – Warisan budaya leluhur yang masih terjaga hingga kini tak lepas dari para pejuang budaya, diantaranya para pegiat sendra tari di Prambanan. Satu diantaranya yang konsisten nguri-uri budaya di tanah Ratu Boko ini, adalah  Padepokan Sekar Djagat di Mutihan, Madurejo, Prambanan, Sleman. 

“Sampai sekarang masih ada yang nguri-uri, namun entah nantinya, setelah benar-benar modernitas dan segala budaya globalisasi merajai. Sesuatu yang dirawat seharusnya semakin terjaga, tidak malah hilang. Tapi perawatan itu harus konsisten dan dengan betul-betul berjuang,” kata pendiri Padepokan Sekar Djagat A. Hajar Wisnu Satoto yang akrab disapa Totok, Rabu (01/06/2016).

Diakui Totok, dia dan rekan-rekan seniman ‘masih tertolong’ dengan ikon pariwisata Candi prambanan dalam melestarikan buaya, khususnya pementasan tari kolosal yang melibatkan banyak seniman. Namun demikian, untuk terus bertahan dan berkembang masih memerlukan semacam ‘promosi’

“Kemarin, Selasa malam (31/05/2016). Kami menggelar pertunjukan sendratari secara gratis di pendopo, tak jauh dari padepokan. Dua lakon yang dipentaskan. Ini bagian dari upaya kami agar masyarakat tetap mencintai budaya,” ujar pria yang berulangkali ke luar negeri, seperti Belanda, Swedia, Korea Selatan, Thailand, Malaysia, Singapura, dan beberapa negara lain sebagai duta seni mewakili Indonesia.

Dijelaskan  Totok, pementasan pertama dengan lakon ‘Roro Jonggrang Ingkar Janji’ yang diambil dari cerita Bandung Bondowoso. Lebih dari 42 penari profesional yang biasa tampil dalam pementasan Ramayana di Candi Prambanan, unjuk kebolehan dalam event yang digelarnya. Dalam pementasan tersebut, totok berperan sebagai Bondowoso.

Dalam pementasan itu dikisahkan cinta suci Bandung Bondowoso yang sakti mandra guna bertepuk sebelah tangan dengan putri Prabu Boko, Roro Jonggrang. Roro Jonggrang mengingkari janjinya sendiri saat Bondowoso berusaha menepati janji dengan membuat 1.000 candi.

“Jonggrang memang ingkar janji, makanya diakhir cerita, Bondowoso yang murka mengutuk Jonggrang jadi batu candi untuk melengkapi pembuatan 1.000 candi,” jelas alumnus ISI Yogyakarta ini. 

Pementasan kedua dengan lakon Hanoman Mahawira yang diambil dari cerita Ramayana. Totok merupakan pemeran Rama generasi ke III sejak 1993 hingga saat ini dalam pementasan Sendratari Ramayana di Candi Prambanan. 

“Pementasan kedua saya tidak main (menari),” ujar  Bapak seorang putra, Lintang Samudra yang juga penari.

Totok berharap dengan pementasan seni ini, masyarakat luas lebih bisa meningkatkan kecintaan seni, khususnya seni tari yang merupakan budaya asli Indonesia. Totok juga memiliki mimpi besar agar kawasan Prambanan menjadi Kota 1000 Candi yang mendunia.

 

“Dahulu di Prambanan ini pusat peradaban, sehingga jangan sampai kemudian punah nilai-nilai budaya yang diwariskan dari pendahulu kita,” pungkasnya. (kt1)

Redaktur: Rudi F

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com