BANTUL – Tahapan Pemilihan Kepala Daerah Bupati dan Wakil Bupati (Pilkada) Kabupaten Bantul yang akan dilangsungkan pada 2020 mendatang, sudah dimulai dengan Penyelenggaraan Perencanaan Program dan Penganggaran.
Dalam tahapan awal tersebut, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Bantul, sudah mulai bekerja dalam melakukan pengawasan.
“Pada tahapan ini peran Bawaslu sudah mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan, yakni pengawasan berkaitan dengan perencanaan Program yang dilakukan oleh lembaga penyelenggara yang dalam hal ini KPU sesuai tingkatannya,” kata Anggota Bawaslu Bantul, Supardi, Selasa (15/10/2019).
Supardi menjelaskan, Menindaklanjuti amanah Undang-Undang No.7 Tahun 2020 bahwa jajaran Bawaslu diberikan tugas untuk melakukan pencegahan politik uang, maka upaya strategis yang pernah dilakukan oleh Bawaslu Bantul pada Pemilu 2019 lalu, yaitu membentuk Desa Anti Politik Uang (Desa APU).
Menurutnya, langkah strategis yang akan dilakukan oleh jajaran Bawaslu Bantul dalam Pilkada mendatang adalah dengan kembali mengaktifkan Desa-Desa di Kabupaten Bantul yang sudah mendeklarasikan menjadi Desa APU pada Pemilu serentak 2019 yang lalu,
“Beberapa desa yang sudah mendeklarasikan menjadi Desa APU diupayakan tidak hanya terhenti pada satu bentuk penyelenggaraan Pemilihan saja. Pencegahan dan perlawanan terhadap politik uang diharapkan berlanjut pada berbagai even penyelenggaran pemilihan pemimpin baik dalam Pilurdes, Pileg, Pilpres/Wapres, dan juga Pilkada mendatang,” ujarnya.
Dikatakan Supardi, hal ini sejalan dengan komitmen Bawaslu beserta jajarnnya untuk berupaya seoptimal mungkin melakukan pencegahan dan melawan terjadinya politik uang dalam setiap penyelenggaraan pemilihan. Ibarat satu penyakit, kata dia, kondisi politik uang saat ini sudah seperti penyakit kanker stadium empat yang proses penyembuhannya butuh waktu dan upaya yang tidak mudah,
“Tetapi semangat untuk melawan, menolak dan memberantas terhadap praktek politik uang tidak boleh berhenti sampai disini. Gerakan anti politik uang perlu diupayakan semaksimal dan seoptimal mungkin dengan menggandeng dan melibatkan berbagai pihak diantaranya beberapa tokoh agama, tokoh masyarakat dan pihak-pihak yang komitmen untuk menolak dan melawan politik uang,” imbuhnya.
Ia menilai, gerakan perlawanan terhadap praktik politik uang akan semakin kuat apabila didukung oleh berbagai pihak dan berbagai lapisan masyarakat secara luas. Gerakan anti politik uang yang semula hanya sebagai gerakan moral, kedepan diharapkan akan menjadi gerakan sosial yang membumi bagi semua lapisan masyarakat,
“Pemilih atau konstituen menyadari betul akan bahaya penggunaan politik uang dalam setiap penyelenggaraan pemilihan pemimpin, sehingga berani menolak dan melaporkan bila diwilayahnya terjadi praktek politik uang dalam penyelenggaraan pesta demokrasi,” pungkas Supardi. (rd2)
Redaktur: Fefin Dwi Setyawati