YOGYAKARTA – “Klitih” yang akhir-akhir ini ramai menjadi pembahasan di masyarakat Yogyakarta serta tersampaikan pada tataran Nasional membuat Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Pemerintah Daerah di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta berupaya membuat kebijakan dan mencari solusi dalam penanganan hal tersebut, berdasarkan hal tersebut Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia membuat forum membagun sinergisitas dalam penanganan tindak kejahatan jalanan, di Ruang Rapat Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia, Selasa(10/03/2020).
Dalam forum rapat koordinasi yang dibuka oleh Purwanto dari Divisi Pelayanan Hukum, menyampaikan bahwa dalam forum tersebut diharapkan masing-masing peserta menyampaikan usulan dan kendala dalam penanganan kenakalan remaja atau kejahatan jalanan yang akhir-akhir ini sering terjadi di wilayah yogyakarta. Tindakan yang meresahkan masyarakat tersebut masuk ke dalam pelanggaran hak asasi manusia karena warga masyarakat menjadi kehilangan rasa aman saat berada di luar rumah terutama pada malam hari.
Perwakilan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak(DP2PA), tuti menyampaikan bahwa istilah Klitih bukan istilah yang lazim dan tidak tepat jika diperuntukan untuk menyebut sebuah tindak pidana.
“Dalam ranah sosial, telah disepakati bahwa tindakan menyimpang yang dilakukan oleh anak yang dengan melakukan penganiayaan, membacok, dan melakukan kekerasan terhadap korban secara acak disebut dengan “Kejahatan Jalanan”, hal ini disetujui oleh Fathkhan selaku Kepala Balai Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Remaja.
“Bahwa istilah Klitih harus ditempatkan sesuai terminologi asalnya,” kata nya.
Perwakilan Balai Pemasyarakatan Kelas I Yogyakarta(Bapas Jogja), Ika Pawestri menyampaikan bahwa maraknya tindak pidana kejahatan jalanan mayoritas dilakukan oleh usia anak dan dilatar belakangi dari faktor lemahnya pengawasan dan kepedulian dari keluarga, sehingga anak mencari kenyamanan diluar rumah dan terpengaruh oleh kelompok negatif.
“Bapas yang memiliki peran dari tahap pra adjudikasi hingga post adjudikasi seringkali mendapatkan kendala dalam penanganan kejahatan jalanan, salah satunya adalah terkait dengan belum adanya kesamaan persepsi antar penegak hukum terutama dalam hal pelaksanaan diversi,” ungkap Ika.
“Banyak kasus terkait dengan kejahatan jalanan yang diselesaikan melalui mekanisme diversi dengan alasan untuk kepentingan terbaik untuk anak, dan hal ini berdampak terhadap upaya preventif dalam pencegahan kejahatan jalanan, angka residivis pelaku anak menjadi bertambah karena anak merasa terlindungi oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak(SPPA), sehingga perlu kiranya diselenggarakan forum komunikasi atau sosialisasi penanganan Anak Berhadapan dengan Hukum(ABH) agar para pihak terkait memahami maksud dari undang-undang tersebut,” tambah ika.
Kepala Bapas Jogja, Muhammad Ali Syeh mengatakan bahwa Klitih atau kejahatan jalanan yang dilakukan oleh anak yang marak akhir-akhir ini di Yogyakarta adalah tanggung jawab kita adalah tanggungjawab kita bersama.
“Pihak kita harus punya kepedulian yang lebih, karena anak adalah generasi penerus bangsa yang akan membangun negeri tercinta Indonesia,” pungkas Ali Syeh.(Ika).
Redaktur : Henny