Oleh: Mukharom*
Sholat adalah pilar agama. Sedang sholat berjama’ah dapat disebut “pilar negara”. Isra’ Mi’raj sebagai sebuah perjalanan ajaib di malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha di bumi yang diberkati juga memiliki dimensi sains dan politik.
Hal ini di uraikan dengan sangat detail oleh Fahmi Amhar, Peneliti Utama Badan Informasi Geospasial dan Anggota Dewan Pakar Ikatan Alumni Program Habibie. Dimensi sains karena perjalanan Isra’ saja yang menempuh jarak kurang lebih 1250 Km pada masa itu sudah sesuatu yang mustahil ditempuh dalam semalam. Memang saat ini, dengan pesawat supersonik, perjalanan itu dapat ditempuh 15 menit saja. Namun peristiwa mi’raj ke langit tentu tetap misterius.
Andaikata perjalanan pergi-pulang ke langit itu ditempuh dari ba’da Isya (sekitar pukul 20) sampai menjelang Shubuh (sekitar pukul 04), maka jarak bumi-langit adalah 4 jam. Bila Nabi beserta malaikat jibril bergerak dengan kecepatan cahaya, maka jarak yang ditempuh baru sekitar 4.320.000.000 Km, atau baru di sekitar Planet Neptunus. Belum keluar tata surya. Bintang terdekat Proxima Alpha Centaury ada pada jarak sekitar 4,2 tahun cahaya. Tidak mungkin dikunjungi pergi-pulang dalam semalam.
Misteri ini tentu makin menantang para ilmuwan muslim untuk menjawab dengan berbagai teori fisika yang dikenal saat ini. Teori Einstein sudah terbukti ribuan kali di dunia fisika partikel, dan juga pada satelit yang mengorbit bumi 90 menit sekali sambil membawa jam atom.
Ada juga yang mencoba memahami dengan ayat 70 Surat al-Maarij, “Malaikat-malaikat dan Jibril naik kepada Rabb dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun”, sebagai jarak ke langit adalah 50.000 tahun cahaya. Malaikat mampu melesat dengan laju jauh di atas cahaya (Faster Than Light, FTL-Travelling). Namun, astrofisika memastikan bahwa sehari malaikat ini belum keluar dari galaksi Bimasakti. Galaksi tetangga Andromeda saja berjarak 2,5 juta tahun cahaya. Dan itu juga belum langit. Di manakah langit sebenarnya? Batas jagad raya teramati ada pada 14 Milyar tahun cahaya.
Melihat hal ini, sains mulai berspekulasi bahwa dunia yang kita amati ini memiliki struktur yang tidak linear. Terlalu banyak materi gelap (“dark matter”) yang mungkin telah melengkungkan ruang dan waktu. Allah barangkali telah memasang “gerbang-gerbang langit” yang bisa menjadi jalan pintas ke lokasi yang maha jauh. Bukankah Allah telah memberi tantangan “Hai jama`ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan” (QS 55:33). Dan relativitas waktu telah ditunjukkan dengan kisah Ashabul Kahfi, yang ditidurkan selama 309 tahun, sementara mereka hanya merasa setengah hari.
Semua ini memang ujian keimanan. Namun bagi seorang mukmin, iman yang ideal adalah iman yang produktif. Ada ratusan ayat suci yang menggelitik seorang muslim untuk menguak rahasia alam. Itulah yang diinginkan Allah ketika berfirman “Maka mengapa kalian tidak memperhatikan bagaimana unta diciptakan, dan langit ditinggikan?“ (QS 88:17-18). Muslim generasi awal menjadikan ayat itu inspirasi untuk mempelajari biologi dan astronomi. Kitab astronomi “Almagest” karya Ptolomeus (100-170M) pernah dijadikan “kitab tafsir” atas ayat tersebut.
Oleh karena itu, dalam memperingati Isra’ Mi’raj sudah sewajarnya kita kuatkan kembali keimanan, lalu kita jadikan sholat berjama’ah sebagai model kepemimpinan Islam. Kemudian kita jadikan cinta sains untuk membangun ulang peradaban Islam, yang akan menjadi bekal memerdekakan bumi Islam yang terjajah.
Umat Islam tanpa sains dan teknologi terbukti mudah terjajah. Sains dan teknologi tanpa Islam cenderung menjajah. Hanya jika umat Islam memegang kendali atas sains dan teknologi, maka mereka akan kembali merahmati alam, membebaskan dunia dari penjajahan.
Pada tahun 1978 Michael H. Hart seorang ilmuwan dan sejarahwan asal Amerika Serikat menerbitkan buku berjudul “The 100, A Ranking of the Most Influential Persons in History” atau 100 Orang Yang Berpengaruh Dalam Sejarah (Dunia). Menempatkan Nabi Muhammad Saw pada urutan pertama, dalam buku tersebut digambarkan bahwa Rasulullah satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih sukses luar biasa baik ditilik dari ukuran agama, maupun ruang lingkup duniawi. Berasal dari keluarga sederhana, Muhammad menegakan dan menyebarkan salah satu dari agama terbesar di dunia, yaitu agama Islam. Pada saat yang bersamaan tampil sebagai seorang pemimpin tangguh, tulen dan efektif. Kini sudah empat belas abad sesudah wafatnya, pengaruhnya masih tetap kuat dan mendalam serta berakar.
Mengawali sejarah Isra Mi’raj tidak terlepas dari sebuah perjuangan Rasulullah Muhammad Saw yang maha berat, berdakwah tak kenal lelah. Dengan dibantu oleh sang Paman Abu Thalib dan didampingi istri tercinta Khadijah. Perjuangan pun seolah terhenti setelah wafatnya paman dan istri sebagai pelindung dan pendamping setia. Dalam sejarah Islam tercatat sebagai tahun kesedihan atau ‘amul huzni. Di dalam kesediahan yang luar biasa tersebut Allah Swt memberikan hiburan “paket wisata spiritual” sekaligus mujizat yang begitu istimewa, tepatnya pada tanggal 27 bulan Rajab Allah memperjalankan beliau dalam suatu malam untuk menerima wahyu berupa perintah shalat lima waktu yang dijalankan umat muslim di seluruh penjuru dunia.
Secara istilah Isra adalah perjalanan Rasulullah pada suatu malam dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsa di Palestina, sedangkan Mi’raj adalah naiknya Rasulullah ke sidratul muntaha. Peristiwa yang di luar logika dan nalar manusia pada saat itu, dikarenakan perjalanan darat dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsa Palestina ditempuh selama minimal satu bulan, kali ini hanya ditempuh dalam semalam. Peristiwa Mi’raj Nabi merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah Swt pada hambanya yang beriman, diperlihatkan sesuatu yang gaib yang tidak diketahui manusia selain Rasulullah, diantaranya adalah Rasulullah melihat wujud asli Malaikat Jibril, melihat Baitul Ma’mur, dan masih banyak peristiwa gaib lainnya yang mengiringi perjalanan beliau bertemu langsung dengan Allah Swt. Tak kalah penting dari semua perjalanan spiritual menakjubkan tersebut adalah perintah menjalankan shalat lima waktu, dapat dijelaskan bahwa sebelum peristiwa Isra Mi’raj terjadi, shalat tidak diwajibkan kecuali shalat malam dan tanpa batasan rakaat tertentu (QS. Al Muzammil: 1-2), kemudian kewajiban shalat malam dihapus dengan turunnya firman Allah QS. Muzammil: 20, sehingga yang diwajibkan qiyamul lail, yakni menghidupkan malam dengan ibadah, tak terbatas pada ibadah shalat saja, melainkan ibadah lainnya seperti membaca Al Qur’an dan ibadah-ibadah lain, lalu kewajiban ini dihapus dengan adanya Isra Mi’raj, menghasilkan perintah shalat sehari semalam sebanyak lima waktu.
Isra Mi’raj Nabi Muhammad Saw merupakan momentum untuk berinstropeksi dan refleksi bagi umat Islam sudah sejauh mana telah meneladani Rasulullah dalam hal spiritual dan sosial, mencerdaskan umat dengan memajukan sains dan teknologi (iptek) sebagai sarana mempermudah segala aktivitas kehidupan manusia dengan mewujudkan rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin) yang di dasari iman dan dan taqwa (imtaq). Nabi Muhammad Saw adalah teladan dalam hal berjuang tanpa henti sekaligus menginspirasi, mesti dipahami bahwa setiap perjuangan, rintangan selalu ada, tapi yakinlah dibalik kesulitan ada kemudahan. Sebagai insan yang beriman, shalat merupakan sarana Mi’raj kita untuk berdialog dengan Allah secara langsung di satu sisi, sisi yang lain adalah bahwa shalat merupakan kontrol untuk mencegah dari perbuatan keji dan munkar, dalam konteks Pemilu misalnya praktek politik uang (money politic), menyebarkan berita bohong (hoax), saling mengejek, memfitnah, itu semua merupakan perbuatan keji dan munkar.
Keteladanan yang lain adalah jiwa kepemimpinan sang Rasulullah dengan mengutamakan kepentingan umat di atas kepentingan pribadi. Marilah hikmah peristiwa Isra Mi’raj ini kita jadikan sebagai perwujudan ukhuwah dengan memperkokoh persatuan dan kesatuan NKRI guna meminimalisir perpecahan diinternal bangsa sendiri maupun ancaman dari luar, dengan senantiasa bertawakal kepada Allah Swt, dengan seraya memohon istiqamah dalam beribadah dan menjalankan perintah-perintahNya baik urusan dunia maupun akhirat. Aamiin
*Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Semarang (USM) dan Mahsiswa Program Doktor Ilmu Hukum (PDIH) Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang