BANTUL – Munculnya bangunan rumah hunian permanen warga mengancam, eksistensi keberadaan Pasar Seni Gabusan (PSG). Selain terbilang sepi pengunjung, sekarang ini jumlah pedagang di pasar tradisional tersebut mulai berkurang.
Dari pengakuan beberapa pedagang, sekarang ini banyak kios yang malah berubah menjadi hunian rumah keluarga.
“Keadaanya sekarang memang begini, banyak pedagang yang memanfaatkan kiosnya sekaligus menjadi tempat tinggal,” ujar seorang pedagang Tohid.
Tohid yang menempati bangunan bambu sejak tahun 1988 itu tidak membangun karena hanya ijin penggunaan lahan ke desa sebesar Rp 400.000.
Sementara itu, seorang pedagang Sutar mengatakan bahwa dirinya tidak mengetahui asal mula para pedagang membangun kios menjadi hunian.
“Asal muasalnya saya kurang tahu, namun hal itu sudah sepengetahuan pihak desa,” katanya, kemarin.
Pasar Seni Gabusan yang terletak di desa Tegalmulyo, Sewon, Bantul memang terlihat sepi setelah pukul 09.00. jarang pedagang yang beroprasi hingga sore hari.
Pedagang lain, Sutaryati mengakui pasar Gabusan kini terasa semakin sepi sejak beberapa tahun terakhir. Menurutnya, pasar harian hanya ramai selama dua jam sejak mulai beroperasi pukul 07.00.
Menyikapi persoalan ini Anggota Komisi B DPRD Bantul Ichwan Tamrin mendesak agar pemdes segera mengambil sikap. Ia menilai berubahnya pasar menjadi hunian tidak bisa dibenarkan karena lahan kas desa tidak bisa keluar sertifikat pribadi. Masalah pasar Gabusan dinilai menjadi masalah yang komplek.
“Desa harus selesaikan masalah ini. Semua pihak harus memusyawarahkan masalah ini,” tandasnya. (elo)
Redaktur: Azwar Anas