Warga Jogja Lebih Berbudaya, Penghinaan Florence Tak Perlu Dibalas dengan Cacian

YOGYAKARTA– Status Florence Sihombing, mahasiswa pasca sarjana Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) yang membuat heboh warga Yogyakarta, tidak perlu ditanggapi dengan reaksi berlebihan.

“Sebab, warga Yogyakarta yang santun dan berbudaya harus menunjukkan sikap yang lebih dewasa terhadap orang yang menghina tersebut dengan tidak membalas dengan caci maki dan penghinaan pula,” kata pengasuh mahabah (komunitas) budaya Lawang Ngajeng, Wahyu NH. Aly kepada jogjakartanews.com, Sabtu (30/08/2014).

Menurut budayawan muda ini, status Florence di akun path pribadinya yang bernada kasar dan menjelek-jelekan kota Yogyakarta memang tidak pantas dituliskan oleh seorang intelektual, apalagi mahasiswa UGM.

“UGM kan di Jogja, sebagai mahasiswanya, seharusnya justru mengangkat nama baik Jogja yang telah banyak memberkan jasa kepadanya. Namun tidak perlu juga kemudian warga Jogja bersikap reaktif dan membalas penghinaan yang bersangkutan dengan penghinaan. Justru kita sebagai warga Jogja harus menunjukkan sikap yang lebih simpatik, arif, dewasa dan berbudaya, untuk membedakan dengan yang bersangkutan,” ungkap alumni Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga yang mengagumi budaya Yogyakarta ini.

Wahyu berpendapat, sanksi sosial dan sanksi akademik yang diterima Florence sebenarnya lebih berat dari sanksi hukum formal.

“Artinya itu pelajaran bagi masyarakat agar jangan sekali-kali merendahkan harkat dan martabat sesamanya, apalagi menyangkut kedaerahan, suku, ras dan agama, kalau tidak ingin terasing dalam kehidupan sosial masyarakat,” pungkas mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini.

Sebelumnya Florence melalui kuasa hukumnya, Wibowo Malik menyatakan meminta maaf kepada masyarakat Yogyakarta, kepada Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, dan keluarga besar UGM atas kicauannya di media sosial.

“Saya Florence Sihombin meminta maaf kepada masyarakat Yogyakarta dan Sultan Yogyakarta, dan saya berjanji tidak akan mengulangi perbuatan saya. Saya juga meminta maaf kepada UGM, dan saya berjanji akan membawa nama baik UGM dan menadi manusia yang lebih berguna bagi bangsa dan Negara,” kata Wibowo.

Wibowo juga menyatakan, kliennya telah menghapus statusnya di Path, serta menutup akun tweeter maupun face book sejak Kamis (28/08/2014) lalu. Bahkan menurutnya, paska mencuatnya pemberitaan status Florence, banak muncul akun-akun palsu mengatasnamakan kliennya.

“Kami akan melaporkan pelaku pemalsuan dan penyebar status pribadi klien kami yang sesungguhnya bukan untuk konsumsi publik,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut Wibowo tidak menjelaskan secara detil kenapa kliennya mengunggah status bernada kasar dan menghina tersebut.

Sementara Rektor UGM, Prof.Dr. Pratikno menegaskan, jika cara-cara yang dilakukan Florence bukan cara UGM.

“Kita harus saling toleran, kalau ada masalah bisa dibicarakan baik-baik, tidak dengan cara-cara yang lain. Itu bukan cara UGM,” ungkapnya.

Praktikno menegaskan, yang bersangkutan sudah ditangani oleh Fakultas Hukum untuk diberikan sanksi.

“Sudah ditangani komite etik Fakultas Hukum,” tandasnya.
Akibat kicauannya, Frorence juga dilaporkan LSM Jangan Khianati Suara Rakyat (Jati Sura) yang didampingi oleh kantor advokat Erry Suprianto ke Polda DIY, pada Kamis (28/8/2014). Laporan tersebut resmi diterima SPK Polda DIY pukul 17.30 WIB dengan nomor laporan STBL/644/VIII/2014/DIY/SPKT.

Bukti yang disertakan dalam laporan tersebut adalah Hasil capture postingan path Florence yang berbunyi:

“Jogja miskin, tolol, dan tak berbudaya. Teman-teman Jakarta-Bandung jangan mau tinggal Jogja,”. (yud)

Redaktur: Rudi F

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com