Imen Dinilai Korban Arogansi Pasal Setan UU ITE

JAKARTA – Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE) dan UU Pornografi kembali memakan korban pengguna media sosial. Kali ini Imen, sapaan akrab pembantu tukang sate, Muhammad Arsyad (23). Imen ditangkap polisi karena dinilai menghina Presiden Jokowi di jejaring sosial Facebook. Meskipun penahanan Imen ditangguhkan, namun bukan berarti persoalan hukum telah selesai.

Terkait kasus Imen tersebut pengasuh komunitas studi budaya dan politik Lawang Ngajeng, Wahyu NH Aly, angkat bicara.

Menurut Budayawan yang akrab disapa Gus Wahyu ini, pasal berlapis yang dikenakan terhadap Imen, dasar utamanya dipastikan perihal UU ITE.

“Tak terlepas dari pasal-pasal yang dikenakannya, dasar utama penangkapan Imen berdasar pencemaran nama baik di media sosial. Sehingga dapat dipastikan, pasal utama sebelum memasukan atau memainkan pasal-pasal yang lain, Imen akan dijerat menggunakan UU ITE pasal 27,” tegas Gus Wahyu dalam rilis yang diterima jogjakartanews.com, Minggu (02/11/2014).

Meski demikian, cucu KH. Abdullah Siradj Aly ini mengatakan benar tidaknya tindakan Imen, tentu sudah menjadi domain penegak hukum. Namun demikian, perihal tentang pasal  pencemaran nama baik yang dikenakan kepada Imen memang konntroversial.

“Pasal pencemaran nama baik di dalam UU ITE pasal 27 ini,  saya katakan pasal setan. Karena dalam penjelasan seputar pencemaran nama baik dalam pasal ini masih buram, masih belum ada keterangan seperti apa definisinya, apa saja kategorinya, ataupun sanksinya. Kesemuanya hanya menjadi hak hakim,” jelas Gus Wahyu.

Sehingga, kata dia, dengan luasnya ruang interpretasi tentang pasal tersebut, membuka peluang besar hakim untuk membuat keputusan yang asal-asalan. Ia menduga tidak adanya penjelasan yang terukur tentang aturan  pencemaran nama baik ini, ada unsur kesengajaan sebagai alat arogansi pihak berkepentingan.

Dijelaskan Gus Wahyu, pasal 27 dalam UU ITE sebelumnya pernah  diuji materikan ke Mahkamah Konstitusi (MK), namun hasilnya MK menilai pasal tersebut tidak bermasalah.

“Pertimbangan MK, nantinya hakim diharapkan menilik sumber KUH Pidana dan KUH Perdata dalam memutus perkara terhadap pelanggaran pasal tersebut,” ujarnya.

Landasan MK perihal pencemaran nama baik yang tersebut di Pasal 27 UU ITE, kata Gus Wahyu, juga tertuang dalam KUHP, diantaranya Pasal 310, Pasal 311, Pasal 315, Pasal 317, serta terdapat di Kitab Undang-undang Perdata pada Pasal 1372.

“Hanya saja, dalam pasal pencemaran nama baik masih ada persoalan. Karena menurut saya, semua pasal-pasal tentang pencemaran nama baik tidak memiliki definisi hukum yang jelas. Baik di Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Kitab Undang-undang Perdata, dan terlebih lagi di Undang-undang tentang ITE ini. Sedangkan MK belum pernah menguji definisi hukum ‘pencemaran nama baik’,” papar Gus Wahyu NH Aly.

“Artinya, saya, anda, dan kita semua, kapan saja dan dimana saja, dalam kondisi apapun, dipastikan mudah dikenai pasal setan ini,” pungkasnya. (pr)

Redaktur: Rudi F

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com