Belajar Cinta Kepada Supernova

Oleh: Ainur Rifqi*

TAK ada habis-habisnya berbicara tentang cinta. Ke sana-ke mari yang dibahas adalah cinta. Ada apa dengan cinta? Sehingga banyak remaja-remaja saat ini selalu disibukkan dengan cinta. Kira-kira ada pengaruh positifnya atau hanya menjadi penghalang dalam perjalanan pendidikan remaja?. Entahlah. tapi, jika diselidiki lebih dalam ada beberapa fungsi yang tersirat dalam memaknai cinta. Cinta dapat mengantarkan kita ke dunia imajinasi. Dengan pengalaman perjalanan cinta dapat dituangkan dalam tulisan. Mulai dari pengalaman pahitnya sampai ke manisnya cinta.

Tak kalah maraknya di pesantren termasuk dalam katagori orang-orang yang selalu menjadikan cinta sebagai trainding topic. Sehingga dengan kesehariannya selalu hidup tak jauh dari cinta kemudian mereka mengeluarkan kekreativan mereka dengan dituangkan dalam tulisan. Dengan semangat menulis dan mengalirnya banyak imajinasi, mereka berhasil  menerbitkan antologi puisi dan cerpen yang berjudul antologi Epitaf Syahdu.

Antologi yang diterbitkan November 2014 ini merupakan kumpulan karya-karya santri Annuqayah yang hidup di Komunitas Supernova—bawah naungan—Devisi III (Pengembangan Pers) Organisasi Ikatan Keluarga Santri Timur Daya (IKSTIDA).  Peberbitan antologi ini sebagai bukti nyata kepada Organisasi IKSTIDA bahwa selama ini komunitas SUPERNOVA benar-benar ada dan nyata. Serta diakui adanya. (hal. 03)

Dalam antologi ini semua karya yang dimuat tak luput dari tema cinta. Cinta bagi mereka sebagai sumber inspirasi. Baik melalui jalur pahit atau manis. Atau bahkan dari kisah cinta yang tidak dihargai dari seseorang yang dicintainya. Helmiyah Mar-Sya membangun bahasa dengan  apik—menceritakan pengalaman pahitnya yang cintanya diabaikan oleh orang yang dikasihinya.  Dengan judul Aku yang Kau Abaikan. Keterbelengguanmu menghadirkan/ Isak luka dalam jiwaku./ Membuatmu ingin berlari / Mengejar narasi yang telah / Terukir di persimpangan waktu lalu. / ketahuilah, kawan! / Bahwa sandiwaramu tak akan / Mampu membuatku lupa / Akan lakon yang pernah kau perankan / di pertengahan abad lalu. Sungguh mengenaskan ketika cinta tak lagi dihargai. Seseorang untuk mendapatkan cinta itu mudah tapi untuk menjaga, menghargai dan menyimpannya yang sulit. Sehingga Helmiyah mengumpamakan dirinya sebagai perempuan karang yang mudah dilemparkan / … Aku memang perempuan karang / Yang mudah kau lemparkan / Ketika kau merasa tersandung / Akan keberadaanku. / tapi, ingatlah, kawan! / akan keceriaan yang pernah / Aku lukis kemarin / di wajah anggunmu itu. Ia menulisnya dengan hati hancur dan sedih. Ia merasa betapa dirinya tak dihargai setelah selama ini mengasihinya. Wah, sungguh bejat laki-laki ketika tidak menghargai cinta seorang wanita. Tak pernah berpikir betapa beratnya membangun cinta yang sangat dalam namun ketika telah terbangun indah malah diabaikan begitu saja. Tetapi, seperti komentar Zainul Muttaqin—editor dalam antologi itu mengatakan bahwa ia tidak terjerumus ke dalam kemarahan sekalipun dirinya telah diabaikan melainkan ia justru koreksi diri dan mencoba mengingatkan laki-laki tersebut. Dengan susunan bahasa yang disampaikan membuat pembaca (laki-laki) takut untuk menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan seorang wanita.

Muhammad Hasan melalui bukunya yang berjudul Tafakkur Cinta mengatakan bahwa salah satu  tanda adanya cinta adalah Rindu. Rindu akan orang yang disayanginya. Hadirnya sosok yang dicintai merupakan kenikmatan yang luar biasa. Rasa ini dirasakan oleh Faizatut Daraini dengan puisinya yang berjudul Etimologi Rindu. Izza dengan puisinya menyampaikan kerinduannya kepada sosok yang istimewa dalam hidupnya. /… Hanya wajahmu yang kujumpai dalam waktu /. Baginya, hanya sosok yang dikasihinyalah yang selalu menemani hari-harinya. Setiap waktu ia selalu merindu. Berusaha tidak merindu malahan semakin jelas bayangan sosok kekasihnya.  Jika sosok tersebut sering menjelma dalam pikiran, berarti semakin kuat pula frekuensi cinta kepada sosok tersebut. Sehingga  /… Lalu, angka-angka dalam  / Pelajaran Matematika di Kelasku / Menjadi wajahmu yang lucu. / Kadang tersenyum malu seperti bapakmu / Hingga kemudian menjelma ibuku yang rancu.

Selain di atas banyak penulis-penulis yang lain—yang mayoritas semuanya berbicara tentang cinta. Cinta sebagai bumbu dalam hidupnya. Sepertinya bagi mereka tidak ada pokok pikiran atau dasar cerita yang lain dalam menulis karya sastra..

Sehingga dalam karya cerpen juga tidak menyimpang dari cinta. St. Syamsiyatul Ummah dalam cerpennya yang berjudul Momentum Cokelat. Baginya, cinta tak pernah menghendaki hati sang pujaan terluka dan kecewa. Itu sebabnya, kekuatan cinta membikin sang pencinta kadangkala memilih menyembunyikan air mata dalam tawa. Dalam tulisan itu, Rein menyadarinya. Demi meneduhkan hati Affa, orang yang sebetulnya sangat disayanginya, Rein memilih menganggukkan kepala sewaktu tahu Affa ternyata tak menghendaki hubungan lebih dari sahabat sekaligus saudara. Dan Rein menerimanya. “Meski ada sebongkah hati yang terluka dan mimpi yang harus dikubur dengan perlahan,” . . . . .

Cerpen lain juga ditulis oleh Dina Al-Malikah, Gadis yang lahir di desa Lanjuk Manding. Ia menulisnya dengan unsur konflik batin—cinta yang berakhir nestapa. Jodoh tidak bisa ditebak oleh manusia. Karena sudah ada di kehendak-Nya. Malik yang telah membangun istana cinta di hati Humaira, ternyata dipupuskan dengan pertunangan Humaira dengan anak sahabat ayah Humaira. Hanafi. Masalah besar bagi Malik karena Hanafi merupakan sahabatnya sendiri. Dia tidak tahu harus bertingkah bagaimana. Seseorang yang disayanginya dijodohkan dengan sahabatnya sendiri. …Namun, sang kekasih kini telah menjadi millik sahabatnya. Ia tak ingin merusak kebahagiaan yang tercipta di hati Hanafi. Ia tak tahu sampai kapan sakit hatinya akan berakhir.

Cinta selalu menjadi tema menarik sebagai bahan tulisan. Dalam konteks tulisan ini cinta tidak ada bosan-bosannya diolah dan dikisahkan. Semuanya tak lepas dari cinta: Cerita Cinta Fiana, Kata Strofas Cinta, Cintaku Berakhir Tragis, Albert dan Cilicia, Janji Untuk Ayah—dengan dasar janji terhadap Ayah dia rela dibenci dan dicaci—.

Antologi yang ditulis oleh tujuh belas penyair dan delapan cerpenis ini kiranya penting mendapat koreksi sebagai berikut: pertama, banyak saya temukan kesalahan dalam pengetikan sehingga membuat tidak enak dibaca. Perlu kiranya lebih peka dalam pengetikan naskah Kedua, seperti yang dikatakan Wahyudi Kaha (Editor) bahwa pintu masa depan masih terbuka lebar. Dalam artian, masih banyak tema-tema lain, selain tema cinta. Tumbuhkan antusiasme terhadap fenomena kehidupan yang lain. Wallahu a’lam bisshawab!

Data Buku

Judul: Antologi Puisi & Cerpen (Epitaf Syahdu)

Penulis : Alfiyana, dkk.

Penerbit : LS_Creative

Cetakan : November 2014

* Presensi adalah Ketua Perpustakaan PP. Annuqayah Lubangsa Selatan Guluk-Guluk Sumenep Madura

             

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com