Oleh: Mukharom*
Ada sebuah riwayat yang menjadi renungan bagi kita semua dalam mengarungi kehidupan di dunia, riwayat tersebut berasal dari Sufyan bin Abdullah ats Tsaqafi: “Wahai Rasulullah, katakan kepadaku di dalam Islam satu perkataan yang aku tidak akan bertanya kepada sorangpun setelah Anda, Beliau menjawab: “Katakanlah, aku beriman, lalu istiqomahlah” (HR. Muslim No. 38; Ahmad 3/413; Tirmidzi, No. 2410; Ibnu Majah, No. 3972). Dari gambaran riwat tersebut ada sebuah kandungan yang perlu dikaji lebih dalam tentang istilah istiqamah, makna dan bagaimana mengaplikasikan dalam keseharian kita. Way of life, jika kita senantiasa istiqamah maka, dunia akan digenggam dan akhirat sebagai tujuan akan digapai dengan imbalan surganya Allah.
Di dalam terminologi Islam, istiqamah diartikan sebagai berpendirian kuat atau teguh pendirian. Sedangkan dalam bahasa arab adalah istiqama, yastaqimu, istiqamah yang memiliki arti tegak lurus. Pengertian yang lain juga terdapat pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) istiqamah berarti sikap teguh pendirian dan selalu konsekuen. Adapun menurut istilah adalah tetap dalam pendirian. Ketetapan yang dimaksud yaitu, ketetapan hati dalam menjalankan pekerjaan yang baik, tekun, terus menerus untuk mencapai cita-cita. Islam secara spesifik menjelaskan tentang istiqamah sebagai komitmen dan konsisten dalam Tauhid, Ibadah dan Akhlaq.
Al Qur’an menjelaskan dalam Surat Fushshilat Ayat 30 yang artinya ” Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan ‘Tuhan kami adalah Allah, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (istiqamah)’, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih ”. dalam konteks ayat tersebuat bahwa istiqamah memiliki makna yang sangat luas sebagaimana penjelasan para sahabat sebagai berikut, menurut Abu Bakar Ash Shiddiq, istiqamah adalah tidak menyekutukan Allah dengan segala sesuatu. Ustman bin Affan, istiqamah yaitu ikhlas dalam mengerjakan banyak hal. Ali bin Abi Thalib, istiqamah diartikan sebagai melaksanakan suatu kewajiban yang sudah ditetapkan. Pemahaman dan pelaksanaan dalam memaknai istiqamah yang diterjemahkan dalam bentuk perbuatan, sesungguhnya perlu kita teladani, bagaimana caranya, ini yang penting untuk dikaji.
Ibnu Qayyim membagi istiqamah dalam 4 bentuk. Pertama, perkataan artinya tegas dalam ucapan sesuai dengan kebenaran yang diyakini tanpa mengubah demi suatu keuntungan yang bertentangan dengan kebenaran. Kedua, perbuatan yakni berlaku mantap dalam melaksanakan suatu pekerjaan, tidak ragu, takut, cemas oleh sesuatu. Ketiga, sikap yaitu sikap teguh yyang sesuai dengan ketentuan Allah Swt. Keempat, niat adalah mantap menuju suatu maksud yang benar. Kemudian dijelaskan lebih terperinci oleh Ibnu Abbas sebagai berikut. Pertama, istiqamah dengan lisan, yaitu bertahan dalam dua kalimat syahadat. Kedua, istiqamah dalam jiwa, maksudnya adalah melaksanakan ibadah dan ketaatan kepada Allah secara terus menerus tanpa putus. Ketiga, istiqamah dari hati, artinya melakukan segala sesuatu dengan niat yang ikhlas dan jujur. Aplikasi dalam kehidupan saat ini sesungguhnya harus dilakukan, dengan berbagai macam persoalan kehidupan, era digital yang berkembang pesat sehingga sangat mempengaruhi keimanan dan perilaku manusia, yang kecenderungannya bertentangan dengan perintah Allah.
Tujuan akhir dari kehidupan manusia adalah mulia di dunia dan akhirat. Bekalnya adalah amal yang dijalankan terus menerus tanpa putus. Menjaga agar kadar keistiqamahan kita tetap terjaga adalah dengan melakukan ibadah secara berjamaah, sehingga yang tadinya berat menjadi ringan, saling mengingatkan, memotivasi dan memberi inspirasi. Konteks jamaah adalah jamaah di dalam shalat maupun di luar shalat. Jamaah di dalam shalat adalah kutamaan karena di dalam tekandung banyak manfaat, selain pahalnya berlipat ganda dibanding shalat sendiri, juga terjalin ukhuwah islamiyah serta mendatangkan banyak rizqi dan koneksi. Jamaah di luar shalat dikandung maksud bahwa kita dianjurkan untuk saling tolong menolong dan menjalin kerjasama dalam segala bidang guna mengangkat dan memajukan negara dan agama, bentuk sinergisitas ini yang diharapkan mengakar pada generasi kita. Oleh karena itu mulai ditanamkan sejak dini, dengan menanamkan aqidah yang kuat, memacu ibadah dengan rajin dan mengajarkan akhlaq yang baik. Sehingga kelak dewasa akan istiqaman menjalankan perintah Allah dan mengamalkan ilmu pengetahun dan teknologi sesuai dengan landasan agama dan bermanfaat untuk ummat.
Manusia pasti memiliki kekurangan. Kekurangan manusia adalah tidak mampu melaksanakan perintah agama secara menyeluruh dengan sempurna. Oleh karena itu, Allah memerintahkan istighfar setelah memerintahkan istiqamah, hal ini terdapat pada Al Qur’an Surat Fushshilat Ayat 6, Artinya “ Katakanlah: “ Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kkamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka istiqamahlah (tetaplah pada jalan yang lurus) menuju kepadaNya dan mohonlah ampun kepadaNya. Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukanNya”. Segala perbuatan kita yang telah dijalankan dengan sungguh-sungguh, baik untuk kepentingan individu maupun publik tidak terlepas dari kesalahan. Kekeliruan tersebut harus disempurnakan dengan diiringi istighfar yang mengharuskan taubat menuju istiqamah.
Sebab-sebab istiqamah sangat banyak, dengan sebab tersebut yang menjadikan seseorang istiqamah di jalan Allah Swt. Sebab-sebab itu diantaranya: Merenungkan Al Qur’an, mengamalkan agama Allah, do’a, dzikir, mencintai Allah dan Rasulnya melebihi yang lain, mencintai dan membenci sesuatu karena Allah, saling berwasiat dengan al haq, kesabaran dan kasih sayang. Semoga kita dapat mengambil hikmah dari sebuah pelajaran, untuk dijadikan amalan yang terjaga terus menerus (istiqamah) sampai akhir hayat. Istiqamah lahir dan batin dengan mengharap ridlo Allah. (*)
*Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Semarang (USM) dan Mahsiswa Program Doktor Ilmu Hukum (PDIH) Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang