Ramadhan 1441 H, Harapan Tersingkapnya Tabir Corona

Oleh: Prof. Dr. H. Dudung Abdurahman, M.Hum*

Ramadhan tahun ini hampir tiba, insya Allah tanggal 1 Ramadhan 1441 H. akan jatuh pada Jum’at, 24 April 2020 M. Karena itu sepatutnya umat Islam menyambutnya dengan mempersiapkan diri dalam segala hal yang dapat menyempurnakan bulan suci yang penuh berkah itu. Semarak amal ibadah pada bulan yang penuh rahmat dapat mewujudkan suasana spiritual masyarakat Muslim. Kesyahduan Ramadhan  nanti, selain dapat meningkatkan kualitas keimanan, serta ketakwaan, serta tebukanya pintu-pintu maghfirah, juga diharapkan mempercepat tersingkapnya tabir musibah akibat wabah Covid-19 sekarang, sehingga segera pulih kembali kehidupan dan sejahtera penduduk negeri ini.

***

Keutamaan Ramadhan. Terdapat sejumlah keutamaan Ramadhan yang dapat dinikmati kelezatannya oleh semua pihak. Puasa Ramadhan akan dilaksanakan  sebagai media berolah rohani, agar tercapai keseimbangan antara sifat lahiriyah manusia dengan ruhaniahnya yang sejati. Kewajiban berpuasa, sebagaimana dijelaskan dalam Alquran surat al-Baqarah ayat 183, adalah untuk dapat menyingkap dua makna kemanusiaan; pertama, bahwa puasa Ramadhan diserukan hanya kepada orang beriman, berarti  keimanan yang kuat harus dipersiapkan, dan dijalankannya atas keyakinan serta kemauan sendiri. Puasa musti dilakukan dengan penuh kesadaran untuk membersihkan diri, mempertinggi derajat ruhaniah, dan menekan sifat-sifat materialisme kemanusiaan. Karena itulah Rasulullah mensyaratkan berpuasa dilandasi imanan wa ihtisaban, agar mereka yang berpuasa seperti itu dapat meraup kemurahan Tuhan, dikarenakan terhapusnya semua dosa mereka yang telah lalu.

Adapun makna yang kedua dari ayat di atas, bahwa puasa bertujuan untuk mencapat derajat takwa (la’allakum tattaqun), yang tentu saja bagi yang berpuasa dengan sungguh-sungguh karena iman dan keikhlasan. Ketakwaan dalam konteks persiapan atau penyambutan Ramadhan misalnya, perlu dimaknai lebih mendalam daripada hanya sebatas tindakan simbolik, seperti penyambutannya yang masih dilakukan oleh sebagian masyarakat melalui upacara dan ritual yang cenderung kepada kemusyrikan. Bentuk upacara persiapan seperti itu justru dimaknai serta dikembangkan untuk membangun sikap tawakkal (penyandaran) diri kepada Allah dan tazkiyatun nafs (pembersihan jiwa) dari sifat-sifat syirk dan khurafat.

Demikianlah pelaksanaan puasa yang pengertiannya secara umum adalah menahan diri (shaum atau shiyam) dari makan, minum dan melakukan hubungan seksual sejak fajar sampai terbenamnya matahari. Ibadah ini merupakan wujud penanaman  serta peneguhan keyakinan seseorang terhadap kehadiran Tuhannya, maka puasa juga biasa disebut sebagai ibadah yang paling pribadi (private), tanpa kemungkinan bagi orang lain untuk melihat atau bahkan menilainya. Sebagaimana disebutkan dalam hadis qudsi, “Puasa untuk-Ku semata, dan Akulah yang menanggung pahalanya”. Puasa memang berbeda dengan shalat yang dianjurkan untuk dikerjakan bersama orang lain melalui shalat berjamaah. Puasa juga berbeda dari zakat yang cenderung boleh “dipamerkan”, karena pencapaian tujuan sosialnya. Demikian pula puasa berbeda dibanding dengan haji yang dilakukan dengan sepenuh pengetahuan orang banyak. Karena itulah, seorang berpuasa dengan kesadarannya yang tanpa ragu akan kehadiran Allah, dia dengan sangat mudah dapat menahan diri dari dorongan “hawa nafsu”.

***

Meningkatkan Kualitas Ramadhan. Untuk mencapai kualitas berpuasa perlu didasarkan kesadaran bahwa manusia selalu berbuat dosa, sehingga seseorang berpuasa juga akan berusaha untuk mendapatkan ampunan Allah. Sebagaimana disabdakan oleh Nabi saw., “semua anak cucu Adam adalah pembuat kesalahan, dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan ialah mereka yang bertobat”. Perbuatan dosa pada dasarnya adalah sesuatu yang bertentangan dengan hati nurani, padahal hati nurani adalah inti kesadaran kesucian manusia yang dapat menerangi jalan hidupnya kepada yang benar dan baik. Sebaliknya, keadaan hati yang telah kehilangan nurani (sinarnya) atau menjadi gelap (zhulm atau zhulmani) akan menyebabkan orang kehilangan kesadaran tentang baik dan buruk. Di sinilah puasa menjadi sangat penting sebagai proses pensucian diri dan untuk mempertajam kualitas hati nurani.

Agar proses membersihkan diri dan bertobat itu dijalaninya dengan  sukses dan bermutu, maka selama menjalankan puasa Ramadhan dianjurkan memperbanyak qiyamul lail (melalui salat tarawih), zikir terutama melalui tadarrus Alquran, infak, sadaqah dan menunaikan zakat (maal ataupun fitrah), dan amal kebaikan lainnya. Semuanya dijalani  dengan baik dan benar serta penih keikhlasan, maka pada gilirannya Ramadhan dapat mengantarkan manusia kepada kehidupan bahagia yang penuh perdamaian. Kehidupan seperti ini digambarkan Alquran (al-An’am, 6:127 dan Yunus, 10:25) sebagai surga yang penghuninya hidup dalam kedamaian, atau sebagai kebahagiaan hidup yang ditampilkan dengan tegaknya nilai-nilai kemanusiaan. Kebahagiaan hidup inilah sebagai hikmah yang sangat jelas hendak ditanamkan melalui ibadah Ramadhan.

***

Akhirnya, berdasarkan keutamaan olah ruhai selama bulan Ramadhan, maka setiap orang musti memahami makna ibadah puasa dan menjalaninya dengan benar. Setiap orang benar-benar menangkap hikmah atas segala amal ibadah yang dilakukannya sebagai proses kemanusiaan yang suci. Kemudian setiap yang berpuasa juga selalu berasumsi bahwa dirinya adalah suci dan harus berbuat suci kepada sesamanya. Semua itu patut dikembangkan dalam menyambut Ramadhan besok, semoga Allah melimpahkan hidayah-Nya kepada kita, Amiin. (*)

*Penulis, adalah Sejarawan Islam, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com