Budaya  

Mengenal Kembali Lebaran Kecil di Bulan Syawwal

Oleh: Muhammad Fachrul Hudallah* 

Lebaran merupakan hari raya umat muslim yang dilaksanakan satu tahun sekali setelah berpuasa di bulan ramadhan. Lebaran yang memiliki arti usai, menjadikan momen untuk orang-orang bersilaturahim dan meminta maaf ketika ada kesalahan yang diperbuat, di sengaja maupun tidak. Ibarat kata, lebaran ini merupakan hasil dari susah payah berpuasa selama sebulan penuh di bulan ramadhan. Sunan Kalijaga mengembangkan dua acara setelah ramadhan, yaitu Bakda Lebaran dan Bakda Kupat.

Bakda lebaran ini, acaranya di mulai dari hari pertama lebaran. Acaranya adalah menunjungi rumah sanak saudara, kerabat, hingga teman yang disayanginya.  Biasanya setiap rumah menyiapkan jajan dan minuman untuk menyajikan tamu yang berkunjung. Selain untuk bersilaturahim, mereka juga saling bermaaf-maafan agar tidak ada lagi beban yang dipikulnya karena banyak dosa yang telah diperbuat. Untuk Bakda Kupat, biasanya cenderung terkenal di daerah Jawa. Di hari itu, banyak orang yang memeriahkannya dengan merangkai janur.

Ketupat merupakan simbol hari raya Islam yang telah muncul pada awal abad ke-15 di masa pemerintahan Demak yang di pimpin oleh Raden Fatah. Kulit ketupat ini berfungsi untuk dapat menunjukkan simbol budaya pesisiran karena terdapat banyaknya pohon kelapa.

Ketupat memiliki nilai filosofis yang tersembunyi dan tidak banyak orang yang mengerti. Beras di dalam ketupat melambangkan nafsu dan janurnya memiliki singkatan jatining nur yang artinya hati nurani. Sedangkan ketupat atau biasa di sebut kupat, merupakan kependekan dari ngaku lepat dan laku papat. Ngaku lepat itu berarti mengakui kesalahan dan laku papat artinya empat perilaku, diantaranya adalah lebaran (usai), luberan (melimpah), leburan (melebur), dan laburan (kapur).

Hari raya kecil atau biasa di sebut hari ketupat dilaksanakan satu pekan setelah lebaran, tepatnya pada tanggal 8 Syawwal. Ketupat di buat dari janur menjadi bentuk yang sedemikian rupa indahnya hingga memiliki nilai tersendiri. Bentuk ketupat seperti persegi yang memiliki empat sudut. Menjadi manusia, jangan hanya melihat dari satu sudut karena jika hanya berkiblat dari satu pendapat, maka akan kacau dan seperti kerbau yang selalu menganut tanpa melihat perspektif yang lain. Alangkah baiknya untuk melihat segala hal harus melihat dari beberapa pendapat agar mendapatkan ilmu secara komperehensif. Tetapi juga ada yang menyebutkan bahwa walaupun banyak arah, jangan lupa bahwa seorang muslim memiliki kiblat.

Banyak budaya masyarakat Indonesia yang memiliki sejarah dan filosofis tersendiri. Tidak akan mungkin sesuatu terjadi tanpa memiliki sebuah arti, begitu juga hari raya kecil ini atau biasa di sebut hari raya ketupat. Menjaga budaya agar tetap asri dan harum merupakan kewajiban generasi penerus sebagai bentuk penghormatan kepada leluhurnya. Oleh sebab itu, menjaga hari raya ketupat dan menyebarkannya sangatlah penting agar dapat meneruskan perjuangan dakwah dari Sunan Kalijaga. Selain itu juga mengingatkan manusia agar dapat menahan nafsunya dan saling memaafkan karena hidup damai adalah impian dari seluruh masyarakat. (*)

*Penulis adalah Ketua Umum HMI Komisariat Hasyim Asy’ari dan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang

           

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com