Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw: Meneladani Sosok Berpengaruh di Dunia

Oleh: Mukharom*

Peringantan Maulid Nabi Muhammad Saw tahun 1442 H terasa berbeda, dikarenakan adanya wabah virus corona yang menerpa hampir di seluruh dunia. Dampaknya sangat terasa di semua aspek kehidupan, tidak hanya ekonomi, sosial, pendidikan, politik saja, namun hal yang sangat fundamental pun terkena akibatnya, yaitu agama, mulai dari ditutupnya tempat ibadah sampai larangan mengadakan kegiatan yang mengundang dan mengumpulkan masa, hal ini mengacu pada kebijakan pemerintah dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Pada era new normal, tempat ibadah sudah mulai dibuka, semua kegiatan keagamaan diharuskan mengacu pada protokol kesehatan. Termasuk kegiatan memperingai Maulid Nabi Muhammad Saw, suatu tradisi yang diselenggarakan dengan meriah, mulai grebeg maulid sampai majelis-majelis pengajian yang mengundang jamaah dengan jumlah yang sangat banyak, kini harus dibatasi dengan aturan yang sangat ketat.

Kata Maulid berasal dari Bahasa Arab yang artinya lahir, Maulid Nabi Muhammad Saw mengandung arti lahirnya Nabi Muhammad Saw, yang jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awwal. Memperingati lahirnya Nabi merupakah sebuah tradisi yang berkembang sampai saat ini, di mulai sejak Nabi wafat, hal ini dikandung maksud bahwa tokoh sejarah ummat Islam itu konkrit dan bukan fiktif belaka. Seperti halnya kita, setiap tahun merayakan hari lahir dengan suka cita bersama keluarga, sahabat dan dengan orang-orang terdekat, itu semua merupakan bentuk rasa syukur kepada Allah Swt yang telah memberikan kenikmatan berupa bertambahnya usia, akan tetapi makna dan kandungan Maulid Nabi Muhammad Saw berbeda dengan manusia pada umumnya, Rasul Muhammad Saw begitu istimewa, figur yang membawa ummatnya sukses dunia sampai akhirat, sehingga harus diteladani, jika menginginkan selamat dunia dan akhirat .
Sejarah mencatat bahwa orang yang pertama kali memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw adalah Al Mudzaffar Abu Sa’id Kaukabari (W.360 H) seorang pengusaha dari daerah Ibril yang masuk wilayah Mousul, Irak. Pada setiap bulan Rabiul Awwal datang, diperingati dengan semarak. Diceritakan pula bahwa Salahaddin Al Ayubi salah satu Panglima Islam mengumpulkan umat Islam untuk memperingati Maulid Nabi dengan tujuan mempersolid persatuan ummat Islam dalam menghadapi perang Salib di zaman itu, sejarah tersebut mengandung arti bahwa makna dan nilai dari peringatan Maulid dapat dimanfaatkan dengan berbagai aspek kehidupan disesuaikan dengan konteksnya.

Pada tahun 1978 Michael Hart seorang ilmuwan dan sejarahwan asal Amerika Serikat menerbitkan buku berjudul “The 100, A Ranking of the Most Influential Persons in History” atau 100 orang yang berpengaruh dalam sejarah (dunia). Menempatkan Nabi Muhammad pada urutan pertama, dalam buku tersebut digambarkan bahwa Rasulullah satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih sukses luar biasa baik ditilik dari ukuran agama, maupun ruang lingkup duniawi. Berasal dari keluarga sederhana, Muhammad menegakan dan menyebarkan salah satu dari agama terbesar di dunia, yaitu agama Islam. Dan pada saat yang bersamaan tampil sebagai seorang pemimpin tangguh, tulen dan efektif. Kini sudah empat belas abad sesudah wafatnya, pengaruhnya masih tetap kuat dan mendalam serta berakar.

Memaknai Maulid Nabi Muhammad Saw adalah bagian dari rasa syukur dan kegembiraan ummat Islam karena berkat jasa Utusan Allah Swt tersebut Agama Islam sampai pada kita saat ini. Hikmah yang lain adalah suri teladan Nabi yang senantiasa dijalankan, baik urusan dunia mauupun akhirat, dari hal yang sangat kecil hingga urusan yang sangat besar, hal ini sesuai dengan Kalam Allah Swt yang tertuang pada Surat Al Ahzab Ayat 21: “ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang menggharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” keteladanan Rasul Muhammad Saw ditanamkan mulai dari anak-anak, dengan cara menceritakan kisah-kisah Rasul serta mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga generasi muda kita tidak mengidolakan figur publik yang berakhlak buruk dan pemuja dunia.

Figur dengan kesuksesan paripurna (berilmu, berharta, berkuasa), sukses dunia dan akhirat ini seharusnya membuat umat Islam memiliki kualitas insani yang memotivasi untuk maju, baik diri sendiri, masyarakat, bangsa dan negara. Ajaran Islam, telah terbukti secara historis empiris membuat umatnya menjadi umat terbaik dan menjadi rahmat bagi alam semesta. Karena itu, setiap muslim dengan segala kualitas yang ada pada dirinya memiliki kewajiban untuk terus mentranformasikan dan mengkontekstualisasikan keteladanan Nabi muhammad Saw tersebut secara optimal. (Mohammad Nasih: 2020)
Melestarikan perjuangan Rasulullah adalah tugas kita semua, hal ini bagian dari konsekuensi dari keimanan. Kecintaan pada utusan Allah ditempatkan pada urutas teratas atau yang paling utama diatas kecintaan terhadap yang lainnya, seperti istri, anak, harta, kedudukan bahkan kecintaan atas dirinya sendiri, sesuai dengan sabda Nabi Muhammad Saw “ Tidakkah sempurna iman salah seorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya daripada orang tua, dan anaknya” (HR. Bukhari).

Meperingati Maulid Nabi bagi suatu negara merupakan kebijakan penting, bahwa antara agama dan negara tidak terpisahkan, seperti di negara kita, Indonesia yang mayoritas beragama Islam menetapkan tanggal merah atau libur nasional setiap tahunnya. Hal ini memberikan sebuah nilai, tidak hanya nilai spiritual saja, akan tetapi ada nilai nasionalis yaitu persatuan, dengan adanya peringatan Maulid Nabi, kegiatan forum silaturrahmi, majelis ilmu, shalawat nabi dan termotivasinya masyarakat untuk berlomba-lomba bersedekah di bulan Rabiul Awal. Hal inilah yang tergambar dalam kehidupan di lingkungan sekitar kita setiap Maulid tiba, sehingga perlu dilestarikan.

Maulid Nabi merupakan momentum untuk berinstropeksi dan refleksi bagi ummat Islam sudah sejauh mana telah meneladani Rasulullah, mencerdaskan ummat, menjadi rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin). Nabi Muhammad Saw adalah teladan yang menginspirasi mulai dari kehidupan sebagai pribadi, kepala keluarga, anggota masyarakat, kepala negara, ilmuwan, seniman dan sebagai pebisnis. Keteladanan ini kita jadikan sebagai sarana memperkokoh persatuan dan kesatuan NKRI guna meminimalisir perpecahan diinternal bangsa sendiri maupun ancaman dari luar (*).

*Penulis adalah Ta’mir Masjid Al Hasyim Semarang dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Semarang (USM) 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com