YOGYAKARTA – Cagar blue carbon yang berupa ekosistem pesisir seperti mangrove, padang lamun, dan terumbu karang merupakan ekosistem penyimpan karbon alami dalam jumlah besar. Indonesia dengan 3,2 juta hektare mangrove dan 3 juta hektare padang lamun menyimpan potensi besar cadangan bule carbon dunia.
“Dengan ekosistem seperti itu, mangrove dan lamun Indonesia diperkirakan menyimpan 17% cadangan karbon global,” tutur Peneliti CIDES Indonesia, M.Rudi Wahyono dalam BioTalk #16 Future of Biology; Marine Biology and Blue Carbon Research yang diselenggarakan Fakultas Biologi UGM bekerjasama dengan WWF Indonesia dan CIDES Indonesia belum lama ini.
Rudi mengatakan cagar blue karbon bisa bernilai sangat tinggi. Nilai karbon mangrove bisa mencapai US$ 90.000 per hektare. Melalui pengelolaan cagar blue carbon ini Indonesia akan memperoleh pendapatan ekonomi setidaknya US $ 248 Milyar atau sekitar Rp 3540 trilyun melalui berbagai skema karbon kredit. Nilai ekonomi tersebut dengan asumsi 1 Ton Carbon dinilai sebesar 41 US $, dengan potensi penyerapan carbon sebesar 6,9 juta MMT setara gas karbondioksida
“Nilai cagar blue karbon tersebut tak hanya dari karbon, tapi juga dampak ekonomi lain seperti ekowisata, pencegah abrasi, tsunami, badai dan industri perikanan lestari,”ujarnya.
Kendati begitu, Rudi menyebutkan terdapat ancaman dalam pengelolaan cagar blue carbon Indonesia. Salah satunya adalah ancaman degradasi sebesar 0.64 % akibat ekspansi industri, proses reklamasi atau pembukaan lahan untuk persawahan dan pertambakan.
Sementara Dekan Fakultas Biologi UGM, Prof. Budi Setidadi Daryono mengatakan Fakultas Biologi UGM berkomitmen dalam upaya pengelolaan cagar blue carbon di Indonesia. Hal tersebut dilakukan dengan memberikan dukungan melalui keunggulan yang dimiliki Fakultas Biologi UGM yakni
dalam bidang rekayasa genetika, kultur jaringan dan konservasi biodiversitas yang sangat dibutuhan dalam ekstensifikasi maupun konservasi cagar blue carbon di Indonesia dan dunia. (pr/kt1)
Redaktur: Faisal