Gandeng Tokoh Pendidikan, KATY Bahas Evaluasi Pelaksanaan Kurikulum Merdeka Bersama Anggota MPR

Para tokoh pendidikan saat menghadiri acara T-Talk yang digear Keluarga Alumni Teladan Yogyakarta (KATY) di convention hall lt 2 UIN Sunan Kalijaga, Sabtu (12/10/2022). Foto: doc/katy

YOGYAKARTA – Alumni SMA N 1 Teladan Yogyakarta yang tergabung dalam Keluarga Alumni Teladan Yogyakarta (KATY) menggelar acara Temu Tokoh Pendidikan di convention hall lt 2 UIN Sunan Kalijaga, Sabtu (12/10/2022). Pertemuan tersebut membahas terkait evaluasi pelaksanaan kurikulum Merdeka.

Ketua penyelenggara kegiatan Ir. H. Muhammad Romahurmuziy mengatakan, acara diselenggarakan sebagai sumbangsih KATY untuk kemajuan pendidikan menengah di Indonesia. Menurutnya, acara yang dikemas dalam bentuk talkshow ini mengangkat tema “Kurikulum Merdeka Belajar : Lesson Learned Pengalaman Dikdasmen”.

Ia menjelaskan,  dalam acara ini para tokoh pendidikan  bersama-sama mengevaluasi  pelaksana kurikulum merdeka sekaligus menguji efektivitas, efisiensi, relevansi, dan kelayakan (feasibility) rancangan dan implementasinya pada satuan pendidikan (Sekolah) sebagai pelaksana.

“Nantinya, hasil evaluasi akan dijadikan referensi dalam memperbaiki dan menentukan tindak lanjut pengembangan kurikulum merdeka. ” tutur Romy, sapaan Muhammad Romahurmuziy, kepada wartawan.

Romy menambahkan, temu tokoh pendidikan ini salah satu dari  kegiatan T-Talk (Teladan Talkshow) yang merupakan rangkaian Lustrum XIII SMAN 1 Teladan Yogyakarta. T-Talk, kata Romy, dilaksanakan sepekan sekali setiap hari Sabtu selama 4 bulan ke depan, mulai 5 November 2022 hingga 23 Februari 2023 mendatang. T-Talk mengusng berbagai tema yang relevan untuk kemajuan bangsa dan negara.

Wakil Ketua MPR RI H. Arsul Sani, S.H., M. Hadir sebagai Keynote Speaker dalam acara tersebut.

Dalam pemaparannya, Arsul Sani  menggaris bawahi bahwa kurikulum merupakan bagian dari amanat  pembukaan UUD 45 dan UU sisdiknas no 20 th 2013. Saat ini sudah diajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) perubahan. Namun menurutnya, RUU belum disetujui oleh DPR RI untuk di bahas karena masih banyak polemik yang terjadi.

“Itu berkaitan dengan perbedaan pandangan atas urgensi pergantian kurikulum dan seberapa besar dampaknya pada makna pembelajaran itu sendiri pada peserta didik, serta kapasitas guru dalam memahami.  Selain itu Juga belum adanya panduan pelaksanaan yang utuh, biaya deseminasi untuk sekolah penggerak yang sangat besar dibandingan dengan proses deseminasi kurikulum 2013, dan berbagai issue mendasar lainnya,” ungkapnya.

Dikatakan Asrul, dari diskusi ini banyak insight (wawasan) dan aspirasi yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan yang dititipkan oleh para praktisi dan tokoh pendidikan padanya,

“Terutama pada pemerataan akses baik berupa pengadaan fasilitas, pemenuhan kebutuhan SDM guru, peningkatan kompetensi guru agar pembelajaran lebih bermakna, konsistensi implementasi desentralisasi pendidikan dengan mengakomodir kerberagaman geografis dan sosio kultur sekolah,” ujarnya.

Sementara itu Kapokja Kemitraan Daerah dan Pemberdayaan Komunitas Direktorat PMPK, Kemendikbudristek,  Dr. Cecep Suryana, MM yang hadir sebagai salah satu narasumber menjelaskan, latar belakang lahirnya kurikulum merdeka adalah adanya learning loss pasca pandemi dan tingkat literasi dan numerasi yang masih rendah.

“Sekolah penggerak dimaksudkan agar kemudian sebagai pioner yang nantinya akan bergulir seperti snow ball, mengimbaskan pada sekolah lainnya dalam implementasi kurikuĺum merdeka. Dari Data sekolah pelaksana kurikulum merdeka terus meningkat dengan adanya pilihan mandiri belajar, mandiri berubah, dan mandiri berbagi,” terangnya.

Pengamat Pendidikan, Ki Darmaningtyas yang hadir sebagai salah satu tokoh penanggap mengungkapkan, kurikulum merdeka tidak selalu cocok dengan wilayah Indonesia yang beragam secara geografis dan  sosio kulturnya,

“Seharusnya ini juga menjadi pertimbangan kemendikbudristek, yang kurikulum ini tidak menjawab persoalan esensial yang tengah dihadapi oleh pendidikan Indonesia yaitu kurangnya guru PNS, dengan analogi sakit perut yang diobati dengan obat sakit kepala,” kritiknya.

Di sisi lain, Kepala Sekolah SMA N 1 Teladan Yogyakarta, Drs.Jumadi, M.Si mengungkapkan bahwa pelaksanaan kurikulum merdeka harus dibarengi dengan kemampuan guru untuk berinovasi dalam mengembangkan potensi anak.

“Diantaranya yaitu dengan terus meningkatkan kompetensi guru, pemenuhan kekurangan guru dan  pemerataan fasilitas sekolah,” ujarnya

Selain Cecep Suryana, pembicara yang dihadirkan antara lain  Kepala Sekolah SMA 2 Bantul Isti Fatimah, yang sekolahnya sebagai SMA non penggerak. Kemudian Kepala Sekolah SMA Playen 2 Gunungkidul Tumisih, M.Pd. yang sekolahnya sebagai SMA Penggerak.

Sementara itu Tokoh Pendidikan yang hadir sebagai penanggap selain Ki Darmaningtyas  antara lain Muhammad Nur Rizal (Gerakan Sosial Menyenangkan), Drs. Jumadi, M.Si (Kepala Sekolah SMA  N 1 Teladan Yogyakarta), apt. Aris Widayati, M.Si., Ph.D (Konsultan BPMP DIY). (rd2)

Redaktur: Fefin Dwi Setyawati

 

 

59 / 100

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com