UGM Buka Program Penelusuran Bibit Unggul Khusus Daerah 3T

Mahasiswa UGM dari Program Penelusuran Bibit Unggul Khusus Daerah 3T saat dipakaikan jas almamater. Foto: ist
Mahasiswa UGM dari Program Penelusuran Bibit Unggul Khusus Daerah 3T saat dipakaikan jas almamater. Foto: ist

YOGYAKARTA – UGM berkomitmen untuk terus meningkatkan inklusivitas dengan membuka akses pendidikan seluas-luasnya dan menjangkau seluruh masyarakat, termasuk di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal). Hal tersebut diwujudkan dengan mengintensifkan program Penelusuran Bibit Unggul (PBU) yang diperuntukan khusus bagi masyarakat Indonesia yang berada di wilayah 3T.

“Selama ini UGM sudah menjalankan penerimaan mahasiswa baru lewat PBU berbasis geografis dari daerah afirmasi 3T, tetapi saat ini kita intensifkan lagi,” kata Rektor UGM, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med., Ed., Sp.OG (K)., Ph.D., Rabu (5/4) di UGM.

Ova menjelaskan langkah yang telah dilakukan UGM tersebut juga sejalan dengan Permendikbudristek Nomor 48 Tahun 2022 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program Diploma dan Program Sarjana PTN yang mewajibkan PTN menerima minimal 20 persen dari kuota mahasiswa baru diisi mahasiswa kurang mampu secara ekonomi dan dari daerah 3T. Program ini juga menjadi bentuk komitmen UGM dalam pemerataan akses pendidikan atau mewujudkan pendidikan yang inklusif.

“Ada defisiensi calon mahasiswa dari wilayah 3T. Karenanya UGM ingin memperkuat kandidat potensial dari wilayah tersebut agar berani mendaftarkan diri dan nantinya setelah lulus diharapkan pulang ke kampung halaman dan bisa membangun daerah asalnya,” paparnya.

Lebih lanjut Ova mengungkapkan UGM ingin memeratakan pembangunan SDM dengan memberikan kesempatan bagi calon-calon mahasiswa unggul dari wilayah 3T untuk menempuh pendidikan di UGM. Upaya ini sangat diperlukan melihat dari data tiga tahun terakhir yang menunjukkan pendaftar calon mahaisswa baru baik prodi sarjana maupun sarjana terapan melalui seluruh jalur penerimaan mayoritas yang berasal dari Pulau Jawa yaitu sebesar 75%. Sementara dari Pulau Sumatera 13%, Sulawesi dan Maluku 4,8%, Kalimantan 3,5%, Bali dan Nusa Tenggara 2,7% dan sisanya dari daerah lain Indonesia.

“Program ini membutuhkan dukungan dan keterlibatan alumni (KAGAMA) dan Pemerintah daerah setempat karena merekalah yang mengetahui potensi serta arah pengembangan SDM-nya,”tuturnya.

Ova menyebutkan dengan mengintensifkan kembali program inklusivitas berbasis geografi ini diharapkan dapat menjaring putra daerah yang potensial. Dengan begitu, UGM diharapkan mampu memperluas jejaring kemitraan dengan pemda setempat, memperluas sebaran alumni KAGAMA, memiliki laboratorium pendidikan, penelitian, danpengabdian masyarakat melalui skema kemitraan dengan pemda setempat, serta membuka peluang karir bagi alumni.

Dalam program inklusivitas berbasis geografi ini dikatakan Ova, KAGAMA akan menjadi mediator sekaligus komunikator dan menjadi representasi UGM yang bertugas untuk terlibat dalam mengembangkan daerah melalui pengembanagn SDM dan membantu pembangunan daerah setempat. UGM melalui KAGAMA akan membangun komunikasi dengan pemda setempat menegnai program ini sekaligus menjaring putra putri daerah terbaik untuk berani berkompetisi dalam proses seleksi oenerimaan mahasiswa baru di UGM.

“Saat ini Pengda KAGAMA tengah melakukan koordinasi dan sosialisasi ke pemda untuk bekerjasama. Kalau selama ini rekrutmennya tersebar, sekarang kita fokuskan dengan salah satu kuncinya adalah komitmen dari pemda, itu yang kita prioritaskan. Pemda diharapkan bisa mengawal sampai selesai dengan begitu nantinya lulusan kembali dan mengembangkan wilayahnya,”urainya. (pr/kt1)

Redaktur: Faisal

49 / 100

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com