ISRI Kota Yogyakarta Tolak Pencabutan TAP MPR XI/MPR/ 1998 Soeharto sebagai Pelaku KKN dan Rencana Pengangkatan Sebagai Pahlawan Nasional: Ini Alasannya!

Ketua ISRI Yogyakarta, Antonius Fokki Ardiyanto. Foto: Doc.Jogjakartanews.com
Ketua ISRI Yogyakarta, Antonius Fokki Ardiyanto. Foto: Doc.Jogjakartanews.com

Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia atau ISRI Kota Yogyakarta dengan tegas menolak rencana pencabutan Ketetapan MPR (TAP MPR) yang menetapkan Soeharto sebagai pelaku Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), serta rencana pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan nasional.

YOGYAKARTA –Ketua ISRI Kota Yogyakarta, Antonius Fokki Ardiyanto, S.IP, menyampaikan sikap penolakan tersebut sebagai bentuk perlawanan terhadap upaya menghapuskan sejarah kelam pemerintahan Orde Baru (Orba) yang sarat dengan praktik KKN.

“Soeharto adalah tokoh yang tidak bisa dipisahkan dari sejarah panjang korupsi, kolusi, dan nepotisme di Indonesia. Usaha untuk mencabut TAP MPR yang menetapkan Soeharto sebagai pelaku KKN dan menjadikannya sebagai pahlawan nasional adalah penghinaan terhadap korban-korban kebijakan represifnya serta pengkhianatan terhadap perjuangan reformasi,” tegas Fokki dalam keterangan tertulisnya, Selasa (01/10/2024).

Ia menjelaskan, Dalam era pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto, Indonesia tenggelam dalam praktik korupsi yang terstruktur dan meluas.

Berdasarkan data dari Transparency International, Soeharto dianggap sebagai salah satu pemimpin terkorup di dunia, dengan estimasi kekayaan hasil korupsinya mencapai sekitar 15 hingga 35 miliar dolar AS.

Selain itu, praktik kolusi dan nepotisme terlihat jelas dengan dominasi keluarganya dalam berbagai bidang bisnis, serta pemberian hak-hak istimewa kepada para kroninya.

TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 secara tegas menyatakan bahwa pemberantasan KKN merupakan salah satu agenda utama reformasi, dan Soeharto dinyatakan sebagai sosok yang bertanggung jawab dalam melanggengkan praktik-praktik tersebut selama lebih dari tiga dekade kekuasaannya.

Mengabaikan fakta sejarah ini sama saja dengan melupakan perjuangan reformasi yang telah mengorbankan nyawa dan perjuangan rakyat Indonesia untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan transparan.

“Pahlawan nasional adalah gelar yang diberikan kepada mereka yang berjasa besar dalam perjuangan kemerdekaan atau membangun bangsa dengan penuh integritas. Soeharto tidak memenuhi kriteria ini. Kita tidak bisa menutup mata terhadap luka sejarah yang ditinggalkannya,” lanjut Fokki.

ISRI Kota Yogyakarta menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat, khususnya kaum intelektual dan aktivis, untuk bersama-sama menolak rencana ini dan menjaga agar sejarah hitam Orde Baru tidak diromantisasi melalui tindakan politik yang memanipulasi fakta sejarah.(pr/kt1)

Redaktur: Faisal

58 / 100

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com