Gunungkidul – Tahun 2026 mendatang, Kabupaten Gunungkidul kembali menghadapi tantangan berat dalam pengelolaan keuangan daerah. Pemerintah pusat akan melakukan kebijakan rasionalisasi dan efisiensi anggaran nasional. Dampaknya, Dana Transfer ke Daerah (TKD) ikut mengalami pemangkasan signifikan, berimbas langsung pada postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Gunungkidul.
Anggota Badan Anggaran DPRD Gunungkidul, Ery Agustin Sudiyanti, menyampaikan bahwa proyeksi APBD Gunungkidul untuk tahun 2026 semula mencapai Rp 2 triliun. Angka itu merupakan gabungan antara pendapatan dari TKD serta Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun, akibat adanya kebijakan efisiensi dari pemerintah pusat, terjadi pemangkasan TKD hingga Rp 104 miliar.
“Dengan pemangkasan tersebut, total APBD Gunungkidul tahun 2026 diproyeksikan hanya sebesar Rp 1,9 triliun,” kata Ery saat ditemui usai rapat pembahasan RAPBD 2026 di Gedung DPRD Gunungkidul.
Menurutnya, kondisi ini membuat proses pembahasan RAPBD berjalan cukup alot. Pemerintah daerah dan DPRD harus bekerja ekstra dalam menyeimbangkan kembali anggaran yang ada agar tidak terjadi defisit terlalu besar. Sejumlah program, baik yang sudah berjalan maupun yang direncanakan, terpaksa harus disesuaikan.
Beberapa kegiatan bahkan harus dipangkas, dan sebagian lainnya ditiadakan sama sekali. Salah satu yang terkena imbas langsung adalah anggaran kunjungan kerja (kunker) DPRD, yang sebelumnya mencapai Rp 24 miliar, kini hanya dianggarkan Rp 10 miliar saja.
“Efisiensi dilakukan di berbagai sektor. Termasuk kunker DPRD yang turun drastis menjadi Rp 10 miliar. Pokok-pokok pikiran (pokir) dewan juga ikut terdampak,” ujar politisi dari Partai Golkar itu.
Ery menjelaskan, situasi ini menuntut pemerintah daerah untuk lebih selektif dalam menentukan prioritas kegiatan. Ia menyebutkan, sebagian besar program yang akan dijalankan pada tahun 2026 adalah kegiatan rutin dan krusial, sementara program baru yang tidak mendesak akan dicoret.
“Bahkan untuk rapat atau pertemuan ke depan, kemungkinan hanya disediakan minum dan snack saja. Tidak ada lagi anggaran makan seperti sebelumnya,” tuturnya.
Senada dengan Ery, Ketua DPRD Gunungkidul, Endang Sri Sumiyarti, juga mengakui bahwa pemangkasan anggaran dari pemerintah pusat memberikan dampak besar bagi kinerja pemerintah daerah maupun lembaga legislatif.
Menurutnya, DPRD dan pemerintah daerah kini dituntut untuk berpikir lebih kreatif dan inovatif agar dapat menutup kekurangan anggaran tersebut. Salah satu langkah yang sedang digodok adalah mengoptimalkan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Dengan berkurangnya TKD, mau tidak mau kita harus memperkuat PAD. Saat ini kami sedang membahas peluang-peluang peningkatan pendapatan daerah agar bisa menutup kekurangan anggaran akibat pemangkasan,” jelas Endang.
Upaya peningkatan PAD disebut tidak bisa dilakukan secara instan. Pemerintah harus menggali potensi dari berbagai sektor, mulai dari pajak daerah, retribusi, hingga pengelolaan aset dan potensi wisata.
Sementara itu, Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Gunungkidul, Putro Sapto Wahyono, mengungkapkan bahwa selama ini ketergantungan Gunungkidul terhadap dana transfer pusat memang sangat tinggi.
“Dari total APBD yang ada, sekitar 85 persen sumbernya berasal dari TKD dan dana bagi hasil provinsi. Hanya 15 persen yang murni berasal dari PAD Gunungkidul,” jelas Putro.
Dengan kondisi tersebut, kebijakan efisiensi dari pemerintah pusat otomatis menekan kemampuan fiskal daerah. Dampaknya, pemerintah daerah harus menyesuaikan ulang rencana kerja, terutama yang berkaitan dengan pembiayaan program prioritas dan pelayanan dasar, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur pedesaan.
“Sampai sekarang kami masih melakukan pembahasan rinci di setiap OPD untuk menentukan pos-pos anggaran yang akan disesuaikan atau dipangkas,” ujarnya.
Putro menambahkan, pihaknya berharap pemangkasan ini tidak terlalu menghambat layanan publik yang menyentuh langsung masyarakat. Pemerintah daerah berkomitmen agar program pelayanan dasar tetap menjadi prioritas utama meski dengan anggaran terbatas.
“Yang penting, kebutuhan dasar masyarakat tetap terpenuhi. Soal program tambahan, akan kita sesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah,” pungkasnya.














