17 Tahun Menderita Kanker Mulut, Muhtarom Mengharapkan Bantuan

SLEMAN – Muhtarom (37 tahun), warga Dukuh Selosari, Desa Wates, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang tak menyangka, penyakit yang dialami hingga seberat sekarang. Muhtarom didiagnosa mengidap kanker mulut. Sebelumnya, pada September 1997, ia hanya merasakan sakit mulut biasa. “Seperti sariawan biasa dulu,” ungkapnya kepada Jogjakartanews.com, Minggu (30/3/2014).

Setelah bertahun-tahun diobati dan tak kunjung sembuh, ia memutuskan untuk melakukan operasi di RS Panti Rapih pada tahun 2005. Operasi tersebut tak membuahkan hasil. Tahun 2011, RS Panti Rapih justeru merujukkan Muhtarom untuk melakukan pengobatan kemoterapi ke RS Sardjito. Pengobatan belum selesai, Muhtarom memutuskan berhenti lantaran tak memiliki biaya.

Kini, sudah hampir 3 bulan Muhtarom tinggal di sebuah rumah kos-kosan ukuran 2X3 milik Ngadiyah di RT 08/RW 12 Dusun Cokro Bedog, Desa Sido Arum, Kecamatan Godean, Sleman dengan tujuan dekat dengan tempat berobat. Hampir 3 bulan pula ia menjalani pengobatan tradisional di sebuah klinik di Kota Gede. “Tempatnya jauh dari sini. Gara-gara kecapekan, saya sempat ngedrop,” ujar Muhtarom.

Pada saat ditemui Jogjakartanews.com, Muhtarom mengaku baru pulang periksa dari RS Panti Rapih karena tidak bisa menelan makanan. Untuk makan saja, kata Muhtarom, harus meminta pertolongan Ngadiyah atau tetangga untuk menghaluskannya dengan mesin blender. Jika tidak,
makanan ataupun minuman yang sudah masuk ke dalam mulut tidak bisa masuk, bahkan keluar kembali melalui hidung.

“Belum lagi makannya lama, 1 jam-an lebih,” kata kakak kandung Muhtarom, Nur Jamilah (43
tahun) yang datang dari Magelang untuk menemani.

Tak banyak aktivitas yang bisa dilakukan Muhtarom semenjak kondisinya semakin memburuk. Setiap kurang lebih 3-5 menit ia selalu harus mengeluarkan ludah. Cara bicaranya pun tidak begitu jelas didengar. Tubuhnya kini kurus kering dan berat badannya turun hingga 25 kilogram. Warga di sekitar tempat tinggalnya sekarang pun merasa kasihan dengan kondisi Muhtarom.

Apalagi, program bantuan kesehatan dari pemerintah seperti Askes dan Jamkesmas sulit untuk diperoleh. Pada saat masih tinggal di Magelang, Muhtarom sempat mengajukan Askes. Namun, lantaran kepala desanya yang lamban merespons, Askes tak bisa ia dapatkan.

Setelah kepala desa berganti, harapan Muhtarom kembali muncul. 10 Februari 2014 lalu, Muhatrom dengan ditemani tetangganya mengajukan permohonan untuk bisa mengikuti program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) untuk berobat. Hanya saja, ia masih harus bersabar.

Program tersebut baru bisa ia dapatkan informasi kejelasannya untuk ikut merasakan bantuan berobat pemprosesan selama 3 bulan. “Ya bagaimana lagi. Orang tani nggak bisa kalau berobat secara mandiri. Untuk makan saja terkadang masih kurang,” keluh Muhtarom.

Kini, Muhtarom hanya bisa berharap pengajuan pengobatan menggunakan program BPJS bisa ia dapatkan. Karena, hanya itulah usaha yang ia lakukan setelah biaya yang ia miliki habis untuk melakukan pengobatan bertahun-tahun. (kim)

Redaktur: Azwar Anas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com