OHANA Usulkan Kebijakan untuk Difabel kepada DPRD DIY dan Pemkot Yogyakarta

YOGYAKARTA – Organisasi Harapan Nusantara (OHANA) bersama perwakilan Organisasi Difabel di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyerahkan Lembar Kebijakan  ke DPRD DIY dan Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta Kamis (13/12/ 2018).

Perwakilan OHANA, Didik Yudianto mengungkapkan, lembar kebijakan merupakan Hasil Survei Aksesibilitas di Malioboro dan Balaikota Yogyakarta Menuju Jogja Aksesibel 2024. Survei sendiri menurutnya dilakukan pada 12 Sept 2018 yang lalu.

Dalam survey, OHANA bekerjasama dengan Organisasi Penyandang Disabilitas DIY didukung Departemen Arsitektur ITS Surabaya. Sebelum Survei Aksesibilitas,kata dia, didahului Workshop dengan melibatkan Dinas Pekerjaan Umum DIY, Departemen Arsitektur ITS Surabaya dan Perhimpunan OHANA Indonesia.

“Survei kemudian dilanjutkan Focus Group Discussiun (FGD) membahas hasil temuan dan merumuskan draf lembar kebijakan pada 27 Oktober 2018. Hasil access survey ini akan menjadi masukan – masukan penting dan diharapkan bisa menjadi pendorong bagi Pemerintah Daerah masing – masing untuk meningkatkan pemahaman sekaligus perwujudan kebijakan dan program aksesibilitas di DIY,” katanya.

Didik menjelaskan, lembar kebijakan ini memuat bahasan tentang regulasi internasional dan nasional serta daerah yang menjadi payung hukum perwujudan aksesibilitas, dilanjutkan prinsip inklusi dan universal dalam aksesibilitas, hambatan dan tantangan mewujudkan aksesibilitas di kota yogyakarta dan DIY, ditutup dengan usulan rekomendasi mewujudkan Jogja Aksesibel 2004,

“Lembar kebijakan dilampiri hasil detil survey aksesibilitasMalioboro dan Balaikota Yogyakarta tersebut, harapannya dapat menjadi “urun rembug” dan masukan kepada pemangku kebijakan di DIY dan Kota Yogyakarta,” harapnya.

Menurutnya survei sendiri dilakukan untuk membagikan praktik – praktik baik dalam program dan kebijakan pembangunan Malioboro sebagai contoh design yang aksesibel dan ramah untuk semua orang, mendorong kebijakan dan program Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota di DIY untuk perwujudan aksesibilitas baik fasilitas umum maupun layanan di daerah masing – masing serta memberikan masukan – masukan terhadap sarana dan prasarana fasilitas umum yang sudah ada dan perwujudannya bagi Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota di DIY di masa mendatang,

“Berdasarkan temuan di survey aksesibilitas dan dipertajam dalam FGD, ditemukan hambatan dan tantangan untuk mewujudkan aksesibilitas di DIY,” ungkapnya.

Diungkapkan Didik, Beberapa hambatan tersebut, pertama, komunikasi dan koordinasi Pemerintah Kota  dan Kabupaten di DIY untuk mengimplementasikan penuh aksesibilitas penggunaan fasilitas umum bagi penyandang disabilitas menju Jogja Aksesibel 2024.Menurutnya, harus didukung dengan pengetahuan hak dan kewajiban bagi masing-masing sektor yang berkepentingan.

Kedua, sosialisasi kepada petugas pelayan publik dan komunitas yang masih kurang terhadap akses bagi penyandang disabilitas. Ketiga, kurangnya edukasi bagi petugas pelayan publik dan teman-teman komunitas secara umum terkait aksesibilitas pelayanan publik bagi penyandang disabilitas di kawasan publik termasuk malioboro, Keempat, kurangnya pelibatan berbagai pihak dalam keberlanjutan program untuk mewujudkan Yogyakarta aksesibel termasuk di malioboro dan balaikota Yogyakarta.

Sedangkan rekomendasi yang diusulkan ada 11 point antara lain, OHANA meminta pelibatan semua pihak dalam proses perancangan dan pembangunan aksesibilitas di DIY. Kemudian, workshop berkelanjutan baik internal maupun eksternal pelayan publik di DIY untuk membangun kesadaran mewujudkan kesadaran aksesibilitas bagi semua dan membuat peta jalan (road map)menuju Jogja Aksesibel 2024 untuk mempercepat integrasi aksesibilitas di semua sektor.

Sementara itu, perwakilan Organisasi Difabel (CIQAL), Nuning Suryatiningsih mengatakan,

lembar Kebijakan diharapkan bisa mendorong pembangunan inklusif disabilitas (disability-inclusive development) di Yogyakarta,

“Pembangunan inklusif adalah pembangunan yang memastikan semua kelompok masyarakat marjinal dan yang terkeksklusi (excluded) terlibat dalam proses pembangunan. Pembangunan inklusif terdiri atas tiga prinsip utama, yaitu partisipasi, nondiskriminasi, dan aksesibilitas,” ungkapnya dalam keterangan pers.

Di DPRD DIY Ohana diterima Pimpinan Pansus Pengawasan Perda No. 4 Tahun 2012 tentang perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Sementara di Balai Kota Yogyakarta, lembar kebijakan diterima Langsung Kepala Bapeda Kota Yogyakarta Edy Muhammad.  (kt1)

Redaktur: Ja’faruddin. AS

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com