Merefleksikan Cakrawala Dakwah Sang Musnid ad Dunya

Oleh : Wahyuni Tri Ernawati*

Syaikh Muhammad Yasin al-fadani, begitulah orang-orang menyerukannya. Seorang tokoh hebat dengan gelar “Musnid ad-Dunya” ini sungguh benar-benar mengguncang tanah air dan dunia. Hal tersebut karena ilmu agama yang mendalam dan segudang prestasi maupun karya yang pernah ditorehkan, khususnya dalam bidang pendidikan islam. Berkat dedikasinya, membuat Syekh Yasin menjadi sosok yang terkenal di kancah internasional.

Syaikh Muhammad Yasin al-fadani merupakan salah satu ulama yang berdarah Minangkabau (Padang, Sumatera Barat). Kebangsaan tersebut didapat dari orang tuanya yakni Syekh Muhammad Isa Al-Fadani dan sang ibu,  Maimunah binti Abdullah Fadani. Sedari kecil, Syaikh Yasin telah dididik untuk mandiri dan berpandangan luas mengenai berbagai persoalan, tentang bagaimana cara menghadapi, dan bagaimana dapat berdikari  laiknya karang tanpa tepi.

Satu dari karya yang terkemukanya adalah ” Al-Arba’un Haditsan Mutsaltsal bi an-Nuhad ila al-Jalal as- Suyuthi”. Kitab hadist yang berisi kumpulan tentang 40 hadist rasulullah, oleh sebab itu dinamakan Al-Arba’un Haditsan Mutsaltsal bi an-Nuhad ila al-Jalal as- Suyuthi. Karya tersebut telah membuktikan kelayakan seorang Syaikh Muhammad Yasin al-fadani bahwa karya dan eksistensinya tidak dapat dikatakan main-main saja.

Menurut penulis, figure Syaikh Muhammad Yasin al-fadani patut di jadikan titik fokus dalam acuan menapaki kehidupan. Mengapa? Lihat saja apa saja yang telah dilakukannya semasa hidup. Syaikh Muhammad Yasin al-fadani mempunyai kedudukan penting yang menyangkut perempuan. Misal sebagai perintis dalam terbentuknya pendidikan formal bagi kaum perempuan, khususnya di antero Timur Tengah (Hijaz).

Pada dasarnya,  pendidikan merupakan sesuatu yang secara adat sudah menjadi kewajiban dan tolak ukur bagi si kaya dan miskin. Tolak ukur bagi si pintar dan si bodoh. Tidak hanya kaum laki-laki saja, perempuan pun berhak untuk memperoleh pendidikan agar tidak terjebak kedalam jurang kebodohan. Bukan berdasarkan kasta tapi hak asasi manusia.

Melihat degradasi pendidikan tersebut, Syaikh Muhammad Yasin al-fadani bermaksud mendirikan Madrasah Banat Ibtidaiyyah di Syami’ah.Bagaimana seorang perempuan bisa menjadi pendidik yang baik bagi putra-putrinya jika dirinya sendiri belum pernah mengenyam pendidikan yang baik? Karenanya, diharapkan dengan adanya madrasah tersebut dapat meminimalisir bias gender yang kini masih mengakar di masyarakat.

Mulanya pendidikan yang dirintis hanya jenjang Ibtidaiyyah, namun seiring berjalannya waktu, madrasah tersebut berkembang pesat hingga mencapai jenjang yang lebih tinggi. Madrasah tersebut dijadikan Syaikh Muhammad Yasin al-fadani sebagai salah satu perantara untuk menyebarkan dakwah islam. Sendi-sendi yang menjembatani antara seorang insan dan Illahi.

Bagi kalangan santri Indonesia, Syekh Yasin dikenal sebagai “benteng” doktrin Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah di tanah haramain berhadapan dengan kampanye agresif ideologi Wahabi yang disokong oleh pemerintah Saudi. Salah satu bukunya yang dikenal di kalangan pesantren adalah al-Fawa’id al-Janiyyah yang berisi ulasan mengenai kaidah fikih (qawa’id al-fiqh).

Madrasah yang didirikan oleh Syaikh Muhammad Yasin al-fadani, selain untuk kepentingan dakwah juga untuk menguatkan dan mempertebal rasa nasionalisme. Pada masa-masa tersebut bertepatan dengan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Tokoh Ulil Abshar abdalla mengatakan :

 “kita patut mengenang Syekh Yasin sebagai seorang patriot yang cinta tanah air Indonesia, selain sebagai seorang muhaddits(pakar hadis), dan faqih (ahli mengenai hukum Islam). Hal ini juga memperlihatkan dengan baik sekali bahwa tidak ada pertentangan antara aspirasi nasionalisme dengan ajaran Islam.”

Dakwah dari Syaikh Muhammad Yasin al-fadani yang komprehensi dan sistematis mengajarkan bahwa tiap-tiap individu mempunyai peran dan tanggung jawab masing-masing. Terutama yang berhubungan dengan hablumminallah. Setiap manusia adalah pemimpin bagi dirinya dan mereka harus saling mengingatkan satu sama lain. Sebagai makhluk sosial / “zoon politicon” sudah menjadi keharusan tiap individu mengingatkan tentang kebaikan.

Memberikan dakwah kepada mereka yang sedang tersesat dari jalan yang hanif  menuju jalan yang terang benderang yakni yang diridoi Allah SWT. Semangat dan perjuangan dari Syaikh Muhammad Yasin al-fadani dapat dicontoh agar menjadi sosok manusia yang berfaedah dan selalu istiqomah di jalan-Nya. Karya-karya hebatnya dapat dijadikan motivasi untuk selalu rajin belajar agar mencapai apa yang dicita-citakan.

Semua yang didapatkan oleh Syaikh Muhammad Yasin al-fadani, bukan dalam sekedipan mata, tapi membutuhkan proses yang panjang. Tanpa kata pantang menyerah, akhirnya gelar “Musnid ad-Dunya” disandangnya. Penulis mengajak kepada khayalak, untuk terus berusaha dan berusaha tanpa mengenal kata lelah. Gigih menuntut ilmu baik dunia maupun akhirat seperti Syaikh Muhammad Yasin al-fadani. Semoga Allah SWT meridho-i. Aamiin (*)

*Penulis adalah Mahasiswi Pendidikan Biologi Fakultas Sains Dan Teknologi UIN Walisongo Semarang

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com