Pengusaha Properti Tak Bayar Pajak Rugikan Negara Rp 4,3 Miliar

SLEMAN– Salah satu pelaku usaha properti di Sleman Robinson Saalino yang menjadi terdakwa atas kasus tindak pidana perpajakan, disidang di Pengadilan Negeri (PN) Sleman Kamis (18/02/2020). Sidang yang diketuai oleh Majelis Hakim, Rosihan Juriah Rangkuti, Suparna, Adhi Satrija Nugroho.

Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi tersebut menghadirkan Kepala Bidang Pemeriksaan Penagihan Intelijen dan Penyidikan, Kantor Direktorat Jenderal Perpajakan (DJP) Kanwil DIY, Agustina Siswandari.

Agustina mengungkapkan, berdasarkan pemeriksaan bukti permulaan, terdakwa memang melakukan tindak pidana perpajakan,

“Jadi delik aduannya tidak menyampaikan SPT, menyampaikan SPT yang isinya tidak benar dan tidak melaporkan untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,” katanya seusai sidang.

Agustina menjelaskan, wajib pajak harus menyetor Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak setiap tahun. Laporan SPT yang dikasuskan kepada terdakwa terjadi pada 2017 dan 2018. Nilai kerugian negara mencapai Rp4,3 miliar baik PPh maupun PPn. Terdakwa juga sudah diberi edukasi dan kesempatan untuk melunasi pajaknya hingga akhir 2019. Namun kesempatan tersebut tidak dipenuhi terdakwa, bahkan tidak menyampaikan SPT baik SPT Pribadi, SPT Badan,

“Sudah ada waktu untuk menyusun SPT. Ada unsur sengaja atau tidak akan ketahuan. Karena tidak memenuhi kewajibannya, akhirnya ditingkatkan ke penyidikan,” ungkapnya.

Dalam persidangan, terdakwa sempat mengaku baru menjalani bisnis dan tidak mengetahui masalah perpajakan. Namun menurut Agustina, terdakwa seharusnya proaktif. Jika memang tidak mengetahui, kata dia, bisa bertanya kepada account representative, apalagi terdakwa seorang pengusaha,

“Setiap wajib pajak menghitung, menyetor dan melapor SPT. Kalau ada unsur sengaja atau tidak sesuai pasti akan ketahuan. Kasus seperti ini banyak juga,” tukas Agustina.

Dia menghimbau agar wajib pajak secara jujur mengisi SPT secara jujur dan sesuai kenyataan. Jika memang wajib pajak tidak merespon ada ketidaksesuaian antara SPT dengan kondisi di lapangan yang ditemukan oleh petugas, maka akan menjadi temuan awal. Apabila temuan awal masih tidak di respon dan kewajiban membayar pajak tetap tidak dipenuhi, maka prosesnya bisa naik ke penyidikan.

Sementara itu, dalam persidangan Robinson mengaku baru lulus sarjana ekonomi pada 2012. Kemudian ia memulai usaha di bidang properti. Ia mengaku tidak mengetahui kerumitan masalah pajak dan yang dia tahu pajak di bayar cuma ke Dispenda,

“Jadi manajemen perusahaan saya masih amburadul. Memang sudah diberi kesempatan sampai 31 Januari 2019 tapi saya belum bisa memenuhi kewajiban saya,” ujarnya.

Sidang ini menarik perhatian publik karena Robinson memiliki banyak bisnis properti di DIY. Founder PT Gunung Samudera Group ini memiliki bisnis persewaan dan properti seperti Jogja Amazon Green, Jogja Merapi Paradise, Jogja Green Ambarrukmo di wilayah Sleman. Bahkan Robinson juga membangun South Mountain Paradise di Gunungkidul.

Kuasa Hukum terdakwa Agung Ariyanto berharap agar konsep pemidanaan wajib pajak kliennya dilakukan paling akhir dan mengedepankan sistem sosialisasi karena terbukti jika kliennya tidak mengetahui kosekuensi dari tidak melaporkan SPT. Namun demikian mengenai hal teknis pihaknya siap mengikuti persidangan,

“Kami tentu menyiapkan pembelaan atas subjektifitas ke klien kami dan masalah hukumnya,” pungkasnya. (kt1)

Redaktur: Faisal

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com