YOGYAKARTA – Kisruh internal yang melanda Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ( PBNU ), terutama friksi antara Syuriah dan Tanfidziyah, memicu reaksi keras dari akar rumput. Melalui Musyawarah Besar (Mubes) Warga Nahdliyin DIY, mendesak elit PBNU segera mengakhiri polemik yang dinilai sudah mengganggu kerja-kerja kerakyatan.
Polemik panas di pusat, mulai dari isu desakan pencopotan ketua umum hingga tudingan kontroversial soal dukungan terhadap Zionis imbas kunjungan ke Israel, dinilai Nahdliyin DIY sebagai “drama” yang mengancam konsentrasi organisasi.
Sekretaris Mubes Warga Nahdliyin DIY, Zuhdi Abdurrahman, menegaskan bahwa perdebatan di Jakarta tidak boleh menyeret organisasi ke tingkat bawah. Ia khawatir konflik yang tak kunjung usai akan mengorbankan kepentingan umat.
“Isu besar yang berkembang di Jakarta jangan sampai menyeret NU di bawah. Kekhawatiran kami, persoalan yang tak kunjung selesai bisa membuat program kerakyatan terabaikan,” ujar Zuhdi dalam konferensi pers di Sleman, Jumat (28/11/2025).
Zuhdi secara tegas meminta PBNU segera merampungkan persoalan internal. Ia menekankan, warga NU di akar rumput tidak ingin terbelah dalam kubu-kubuan atau terseret polarisasi politik yang lebih luas.
“Jangan sampai kita digiring ke blok barat atau timur. Yang penting itu kembali ke masyarakat dan menyelesaikan tugas-tugas nyata,” tegasnya, mendesak PBNU fokus pada pelayanan sosial-keagamaan.
Menanggapi friksi Syuriah dan Tanfidziyah, Penasehat Mubes Nahdliyin DIY, Nur Khalik Ridwan, menilai persoalan ini sebenarnya sederhana dan dapat diselesaikan melalui mekanisme internal.
“Ini masalah yang sederhana kalau para pimpinan mau duduk bersama. Tabayun itu penting agar tuduhan-tuduhan yang ada bisa diluruskan,” kata Nur Khalik.
Warga NU DIY berharap konflik tidak dibawa ke ranah hukum atau ke luar mekanisme organisasi. Menurutnya, hal itu bukanlah jalan yang tepat.
Ia menambahkan, peran kiai-kiai kultural dari pesantren besar sangat dibutuhkan sebagai penengah. Para pinisepuh ini dinilai mampu menjadi jembatan untuk mendamaikan dua otoritas tertinggi di PBNU.
“Kami berharap para kiai kultural, termasuk dari Jawa Tengah dan pesantren besar, bisa turun tangan. Mereka pasti lebih mencintai NU dan bisa membantu menjernihkan keadaan,” tambahnya.
Nur Khalik melihat adanya sinyal positif dari pertemuan Rais A’am PBNU dengan para pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo setelah rapat Syuriah.
“Arah penyelesaiannya sudah terlihat. Para pinisepuh pesantren bisa menjadi mediator bagi Suriyah dan Tanfidziyah,” pungkasnya.
Mubes Nahdliyin DIY menyerahkan sepenuhnya penyelesaian konflik, entah melalui percepatan Muktamar atau kesepakatan Islah.
“Yang penting, konflik ini cepat selesai,” tutup Nur Khalik.(olv)
Redaktur: Hamzah














