Oleh: Aristianto Zamzami
LAHIRNYA era reformasi di Indonesia, tak lepas dari peristiwa kerusuhan Mei 1998 silam. Meskipun sudah 15 tahun berlalu, masih banyak pihak yang belum mengetahui secara jelas peristiwa kerusuhan terbesar sepanjang sejarah Indonesia ini, terlebih generasi muda.
Dari sekian banyak buku mengenai peristiwa yang melatari Presiden Soeharo lengser ke prabon pada 21 Mei 1998 itu, salah satu buku yang cukup gamblang menguak fakta sejarah, adalah Buku Politik Huru-Hara Mei 1998, yang ditulis oleh Fadli Zon, seorang politisi dan Budayawan Indonesia. Buku ini diterbitkan pertama kali pada April 2004 yang lalu, dan kini dicetak ulang untuk kesebelaskalinya. Buku ini juga dicetak dalam versi bahasa Inggris dengan judul ‘The Politics of The May 1998 Riots’.
Dalam buku ini, Fadli Zon mencoba meluruskan sejarah atas diskursus huru-hara yang diikuti kejatuhan Rezim Orde Baru (Orba) tersebut. Sebab, peristiwa Mei 1998 ini kerap menjadi komoditas politik menjelang Pemilu. Banyak rumor, informasi keliru, serta upaya menjadikan peristiwa itu sebagai kerusuhan Rasial yang mengarah kepada pembelokan sejarah.
Dalam buku yang dijabarkan dalam lima Bab ini, Fadli Zon menceritakan kesaksian pribadinya. Untuk melengkapi data dan menghilangkan unsur subjektif, Fadli Zon juga melakukan wawancara kepada para pelaku sejarah lainnya. Di antaranya para jenderal TNI yang berada di tengah-tengah pusaran peristiwa Mei 1998, seperti Letjen. Prabowo Subiyanto (Pangkostrad) dan Mayjen. Sjafrie Sjamsoeddin (Pangdam Jaya). Para tokoh nasional, seperti Nur Cholis Madjid (alm), Frid Prawiranegara, Fuad Basya, Solahudin Wahid, Wahab Makodongan. Kemudian, para aktivis mahasiswa 98, di antaranya, Fahri Hamzah dan Ahmad Muzani.
Akan tetapi, sebagai penulis Fadli Zon mengaku belum semua yang dia ketahui telah ditulis. Namun, dalam waktu dua atau tiga tahun mendatang akan ia tuliskan demi menghapus distorsi sejarah yang sarat kepentingan politik. (*)
Peresensi adalah mahasiwa pasca Sarjana Hukum Unswagati Cirebon.