YOGYAKARTA – Kasus-kasus adanya kartel pangan kini menjadi focus Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Menurut Ketua KPPU M Syarkawi Rauf beberapa kasus yang saat ini menjadi sorotan KPPU seperti dugaan kartel daging sapi yang membuat harga daging sapi tak menentu. Lalu, kartel unggas yang imbasnya mematikan peternak unggas kecil.
“Tahun 1970 peternak unggas menjadi andalan, tapi sejak 2009 peternak unggas kecil mati, dan diganti peternak besar. Selain itu, pihaknya juga tengah menyelidiki dugaan kartel beras. Namun, informasi awal itu berada di Jakarta, bukan di daerah,” ungkapnya kepada wartawan di Yogyakarta, Rabu (20/04/2016).
Syarkawi menegaskan, soal pangan ini menjadi prioritas KPPU, karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Di sisi lain, kasus yang menyangkut kepentingan publik juga kerap menjadi sorotan media. Namun demikian, kata Syarkawi, pemberitaan tersebut justru membantu KPPU.
“Beberapa kasus yang ditindaklanjuti KPPU dari pemberitaan media, diantaranya seperti kasus kartel tarif angkutan kontainer di Medan, Sumatera Utara. Karena sering diberitakan awak media, kami melakukan penyelidikan,” imbuhnya.
Dia menjelaskan, KPPU sendiri memiliki empat fungsi. Yakni melakukan enforcement terhadap perilaku yang bersifat anti persaingan, memberikan advokasi kebijakan, melakukan merger control, dan melakukan pengawasan pada abuse of bargaining power position.
Sementara Direktur Penindakan KPPU Goprera Panggabean, mengatakan, sejak tahun 2006 KPPU sudah menangani 269 kasus. Dari jumlah tersebut, 129 di antaranya sudah diputus. Persentase putusan diperkuat sebanyak 57 kasus dan dibatalkan 55 kasus.
“Per 31 Des 2015 lalu, putusan berkekuatan hukum tetap mengeksekusi Rp262 miliar, sebanyak Rp211 miliar masuk kas negara, sisanya sekitar 50 belum dieksekusi,” imbuhnya.
Dijelaskan lebih lanjut, sementara kasus yang disidangkan di PN, 57 persen dimenangkan dan 43 persen kalah. Namun ada juga kasus yang sampai di MA. 19 kasus di antaranya dikuatkan putusan MA, dan 2 kasus dibatalkan.
‘”Kalau melihat jumlah kasus memang naik turun, tapi tidak berarti kasusnya semakin sedikit. Boleh jadi, karena pelakunya semakin lihai,” ujarnya. (kt1)
Redaktur: Rudi F